Tom Lembong Ungkap Awal Mula Penugasan Impor Gula, Singgung Perintah Presiden
kumparanNEWS June 30, 2025 05:20 PM
Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mengungkap soal awal mula penugasan mengenai impor gula. Dia pun menyinggung adanya perintah Presiden RI yang saat itu menjabat, Joko Widodo.
Hal ini disampaikan Tom saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula, dengan terdakwa eks Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6).
Dalam perkara gula itu, Tom Lembong juga merupakan terdakwa yang dijerat bersama dengan Charles Sitorus. Namun, perkaranya disidangkan secara terpisah.
Dalam persidangan, mulanya Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika, langsung menanyakan Tom Lembong terkait pemberian izin persetujuan impor gula kepada PT PPI. Tom Lembong menyatakan bahwa dia hanya menindaklanjuti penugasan yang dimulai oleh Mendag sebelumnya, Rachmat Gobel.
"Mengenai surat penugasan importasi?" tanya Hakim Dennie, dalam persidangan, Senin (30/6).
"Iya, Yang Mulia, saya memberikan surat penugasan kepada PPI," jawab Tom.
"Memberikan surat penugasan, ya?" tanya Hakim Dennie.
Perbesar
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menjadi saksi kasus dugaan importasi gula, dengan terdakwa eks Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
"Menindaklanjuti. Saya menindaklanjuti penugasan yang dimulai oleh Menteri Perdagangan pendahulu saya, Pak Rachmat Gobel," ucap Tom.
"Saya menindaklanjuti dan dengan persetujuan dari Menteri BUMN, saya memperpanjang penugasan yang diberikan kepada PT PPI, dalam rangka upaya pemerintah untuk menstabilkan harga dan untuk stok gula nasional," beber Tom.
Hakim Dennie kemudian meminta Tom Lembong menjelaskan lebih lanjut. Mulai dari awal hingga keluarnya surat penugasan dan terlaksananya impor gula dengan menunjuk delapan perusahaan gula swasta.
Dalam keterangannya, Tom mengaku bahwa saat pertama kali menjabat sebagai Menteri Perdagangan, semua harga pangan mengalami gejolak harga, termasuk gula. Ia kemudian menyinggung perintah Presiden untuk menindaklanjuti permasalahan gejolak harga tersebut.
"Saat saya pertama kali ditunjuk dan mulai menjabat sebagai Menteri Perdagangan, semua harga-harga pangan, mulai dari beras sampai gula, sampai daging sapi, sampai jagung, ayam, dan telur mengalami gejolak harga. Hampir semua bahan pokok, bahan pangan mengalami gejolak harga," kata Tom.
"Sebagai menteri-menteri bidang perekonomian yang bertanggung jawab, kami kemudian menindaklanjuti perintah presiden agar pemerintah segera menindak, mengambil tindakan yang diperlukan untuk meredam gejolak harga-harga tersebut," paparnya.
Hakim Dennie pun memotong penjelasan Tom Lembong dan menanyakan terkait perintah presiden tersebut.
"Mohon maaf saya potong dulu, untuk perintah presiden tersebut, ya. Saudara langsung mendapat perintah presiden?" tanya Hakim Dennie.
"Iya, Yang Mulia," timpal Tom.
"Dalam bentuk apa? Lisan atau tertulis?" cecar Hakim Dennie.
"Dalam sidang kabinet maupun langsung dalam pertemuan saya dengan Bapak Presiden secara bilateral di istana biasanya, jadi kadang-kadang juga di Istana Bogor, dan juga melalui atasan langsung saya yaitu Menko Perekonomian," jawab Tom.
Hakim Dennie terus mencecar Tom terkait perintah presiden tersebut apakah diterima secara lisan atau tertulis. Sebagai menteri yang mengurusi terkait sektor pangan, Tom mengaku mesti segera mengambil tindakan untuk meredam gejolak harga pangan tersebut.
"Kami harus mengambil semua tindakan, yang tentunya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat diambil, untuk meredam gejolak harga pangan, karena dalam kata-kata Bapak Presiden, gejolak harga pangan ini meresahkan masyarakat," tutur Tom.
"Dan bahkan, satu kali Bapak Presiden cerita langsung kepada saya kenapa beliau suka blusukan, seperti ke pasar. Karena beliau mendengar langsung, di pasar langsung diteriakin, kata beliau, oleh ibu-ibu rumah tangga, 'Bapak, beras mahal, Bapak'. Jadi, beliau menceritakan kepada saya, beliau mendengar langsung keluhan, keresahan masyarakat," imbuhnya.
Tak hanya itu, lanjut Tom, Presiden Jokowi juga kerap menghubungi menterinya untuk mengecek upaya yang dilakukan dalam mengatasi gejolak harga pangan.
"Dan beliau juga lazimnya suka menelepon langsung para menteri melalui ajudan beliau. Dan dalam beberapa kali beliau menelepon saya, beliau juga mengecek status upaya-upaya kami dalam meredam gejolak harga pangan, apakah itu melalui importasi pangan atau melalui kebijakan-kebijakan lainnya," ujar dia.
Kasus Importasi Gula
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Tom Lembong didakwa bersama-sama dengan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, serta sembilan orang yang merupakan petinggi perusahaan gula swasta.
Mereka adalah Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama), Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto W. Tiwow (Direktur PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), serta Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas).
Adapun sembilan bos perusahaan gula swasta itu mulai menjalani sidang perdana 'gelombang II' kasus dugaan korupsi importasi gula pada Kamis (19/6) lalu.
Dalam sidang itu, juga muncul nama Mendag RI 2016–2019, Enggartiasto Lukita. Dalam dakwaan terbaru, Enggartiasto disebut sebagai pihak yang turut serta melakukan perbuatan korupsi bersama Tom Lembong.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578,1 miliar. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong Bantah Dakwaan
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3) lalu.
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.
"Tetapi, terkait dengan undang-undang yang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilinya," pungkas dia.
Sementara itu, Enggartiasto Lukita belum berkomentar mengenai penyebutan namanya dalam dakwaan.