Belum Bisa Kalahkan Hamas, Israel Akhirnya Jadikan Pembebasan Sandera Sebagai Prioritas
TRIBUNNEWS.COM - Fakta kalau Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas, belum bisa 'dibongkar' dalam sekitar 2 tahun perang membuat Israel mengubah haluan utama mereka.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (29/6/2025) mengatakan kalau “kemenangan” mereka atas Iran dalam perang 12 hari telah menciptakan “peluang”, pertama-tama termasuk membebaskan tawanan yang ditahan di Gaza.
"Banyak peluang kini terbuka setelah kemenangan ini. Pertama-tama, untuk menyelamatkan para sandera," kata Netanyahu dalam pidatonya kepada para pejabat dinas keamanan.
Netanyahu tak lagi getol menjadikan pembongkaran Hamas menjadi target utama. Tekanan publik, khususnya keluarga para sandera, sepertinya membuat Netanyahu kini menomorduakan target pemberangusan Hamas.
"Tentu saja, kita juga harus menyelesaikan masalah Gaza, untuk mengalahkan Hamas, tetapi saya memperkirakan bahwa kita akan mencapai kedua tujuan tersebut," katanya.
Dalam sebuah pernyataan Minggu malam, kelompok utama yang mewakili keluarga para sandera menyambut baik hal tersebut.
"Fakta bahwa setelah 20 bulan, pengembalian para sandera akhirnya ditetapkan sebagai prioritas utama oleh perdana menteri".
"Ini adalah pernyataan yang sangat penting yang harus diterjemahkan ke dalam satu kesepakatan komprehensif untuk membawa kembali semua 50 sandera dan mengakhiri pertempuran di Gaza," kata “Forum Sandera dan Keluarga Hilang”.
Sebagai catatan, kelompok bersenjata Palestina menangkap 251 tawanan selama peristiwa 7 Oktober 2023.
Dari jumlah tersebut, 49 orang diyakini masih ditahan di Gaza, termasuk 27 orang yang menurut militer Israel telah tewas.
Hamas juga menahan jenazah seorang tentara Israel yang tewas di sana pada tahun 2014.
Forum tersebut menyerukan agar para tawanan "dibebaskan, bukan diselamatkan".
"Satu-satunya cara untuk membebaskan mereka semua adalah melalui kesepakatan komprehensif dan mengakhiri pertempuran, tanpa operasi penyelamatan yang membahayakan sandera dan tentara (Israel)."
Terkait Gaza, Kabinet Diplomatik-Keamanan Israel diperkirakan akan mengadakan pertemuan kritis dan berpotensi menimbulkan pertikaian pada Minggu malam untuk menilai masa depan perang di Gaza, media Israel Hayom melaporkan.
Menurut laporan tersebut, Kepala Staf Pasukan Pendudukan Israel (IDF) Letnan Jenderal Eyal Zamir akan menyampaikan informasi terkini tentang operasi militer.
Laporan perkembangan itu menekankan bahwa pasukan Israel kini menguasai hampir 75 persen Jalur Gaza.
Penilaian Zamir juga akan difokuskan pada kemajuan pembongkaran infrastruktur Hamas melalui rencana "kereta perang Gideon" multi-tahap milik militer.
Berdasarkan evaluasi IDF, pemerintah pada hari Minggu menyetujui pemulangan penduduk ke komunitas Israel di dekat Gaza yang dievakuasi setelah peristiwa 7 Oktober. IOF mengklaim tidak ada lagi ancaman keamanan yang menghalangi kepulangan mereka.
Namun, beberapa pejabat senior mengkritik posisi IDF, memperingatkan kalau Hamas masih mempertahankan pasukan terorganisasi, komandan, dan kendali atas penduduk sipil di Jalur tersebut.
Perdebatan tersebut mencerminkan perpecahan yang semakin besar dalam kepemimpinan Israel mengenai arah dan garis waktu perang.
Sumber-sumber pemerintah yang dikutip oleh Israel Hayom berpendapat kalau meskipun ada kemenangan di medan tempur, Hamas belum dikalahkan dan tujuan awal perang tersebut masih belum tercapai.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich diperkirakan akan menentang aliran bantuan kemanusiaan yang terus berlanjut ke Gaza, dengan menyatakan kalau hal itu melemahkan kemampuan Israel untuk menekan Hamas.
Menteri Misi Nasional dan Pemukiman Israel, Orit Strock dilaporkan menganjurkan "pemisahan kemanusiaan" di wilayah tersebut sebagai strategi untuk mengalahkan kelompok tersebut.
Meskipun tekanan meningkat, sumber yang dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa mengakhiri perang saat ini tidak menjadi pilihan.
Sebaliknya, diskusi difokuskan pada kemungkinan kesepakatan penahanan bertahap, yang dikenal sebagai "kerangka kerja Witkoff", yang akan melibatkan pembebasan sebagian tawanan yang diikuti dengan jeda sementara dalam pertempuran.
Menteri Dermer diperkirakan akan melakukan perjalanan ke AS pada Senin ini untuk menjajaki persyaratan bagi kesepakatan tersebut, terutama mengingat komentar terbaru dari Presiden AS Donald Trump yang mengisyaratkan gencatan senjata mungkin dapat dicapai.
Sementara beberapa pihak melihat potensi jeda ini sebagai peluang pengelompokan kembali yang strategis bagi militer, pihak lain dalam kabinet khawatir hal ini dapat mengarah pada gencatan senjata permanen de facto di bawah tekanan AS, yang berpotensi mengunci Israel ke dalam kompromi sebelum Hamas dibubarkan sepenuhnya.
(oln/rntv/*)