Kisah Peternak Madu Kediri Hadapi Tantangan Cuaca Tak Menentu
Ndaru Wijayanto June 30, 2025 10:30 PM

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori

TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Cuaca yang tak menentu beberapa pekan terakhir turut memengaruhi produksi madu di wilayah Kabupaten Kediri khususnya di sentra peternakan lebah Dusun Purworejo, Desa Bringin Kecamatan Badas.

Di kampung lebah ini, para peternak mulai beradaptasi dengan kondisi alam yang sangat menentukan jumlah nektar untuk sumber utama pakan lebah.

Wasis Handoko (35) salah satu peternak lebah madu setempat, mengungkapkan bahwa cuaca menjadi faktor paling krusial dalam menentukan jumlah panen madu. Ketika cuaca panas cukup stabil dan bunga-bunga sedang mekar, hasil panen bisa melimpah. 

Sebaliknya, saat musim hujan datang berlebihan atau suhu tidak konsisten, produksi menurun drastis.

"Kalau terlalu sering hujan, nektarnya berkurang. Jadi lebah juga susah nyari pakan. Idealnya itu musim kemarau, tapi yang masih cukup lembap. Intinya, kita sangat tergantung pada kondisi alam," kata Wasis saat ditemui Senin (30/6/2025).

Dalam kondisi cuaca yang bersahabat, Wasis mengaku bisa panen sebanyak 8 hingga 12 kali dalam setahun. Hasilnya pun sangat bervariasi, tergantung kekuatan koloni lebah dan kualitas bunga yang tersedia di sekitar area peternakan.

"Kalau lagi bagus-bagusnya, satu koloni bisa hasilkan sampai 7 kilogram madu sekali panen. Tapi itu juga enggak bisa ditebak, kadang cuma 3 ons. Rezeki masing-masing koloni beda-beda," ujarnya.

Jenis madu yang dihasilkan peternak di kawasan Badas umumnya adalah madu randu, kaliandra, dan madu mangga. Ketiga jenis ini memiliki rasa dan karakteristik yang berbeda, tergantung pada jenis tanaman yang sedang berbunga.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bringin sekaligus pelaku usaha madu lokal, Zeni Irfan menjelaskan bahwa musim madu randu saat ini sedang berlangsung.

Permintaan dari wisatawan cukup tinggi karena rasa madu randu yang khas dan mudah diterima lidah konsumen.

"Kalau madu randu itu manis ada asamnya sedikit. Kalau kaliandra agak pahit. Jadi tergantung selera pembeli," ungkap Zeni.

Dengan meningkatnya jumlah pengunjung di sekitar Desa Bringin yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata edukatif, puluhan outlet madu kini berdiri di sekitar kawasan wisata.

Banyak warga memanfaatkan momen ini untuk menjual madu dalam berbagai ukuran botol secara eceran, tidak hanya secara partai besar.

"Karena banyak yang datang, akhirnya kita sediakan botol kecil juga. Harganya mulai dari Rp 25 ribu sampai Rp 100 ribu tergantung ukuran. Yang besar bisa sampai satu liter," imbuh Zeni.

Namun demikian, Zeni juga mengingatkan bahwa kualitas madu sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Jika hujan terlalu sering, kadar air dalam madu meningkat dan membuat teksturnya menjadi lebih encer.

"Kalau musim hujan berat, kualitas madunya turun karena kadar airnya tinggi. Biasanya agak encer, jadi kurang maksimal. Itu tantangan juga buat peternak," jelasnya.

Meski menghadapi tantangan cuaca, baik Wasis maupun Zeni tetap optimis bisa menjaga stabilitas produksi. Mereka berharap, cuaca memasuki musim kemarau yang stabil agar panen madu bisa kembali melimpah dan memenuhi kebutuhan konsumen terutama wisatawan yang datang ke Kediri.

"Kita ini kan enggak bisa lawan alam, tapi kita bisa siasati. Harapannya tetap bisa panen bagus terus, apalagi ini musim ramai-ramainya orang cari madu lokal," tandas Wasis

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.