Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sinca Ari Pangistu
TRIBUNJATIM.COM, BONDOWOSO - Di Bondowoso ada pertanian melon yang menggunakan kontrol panel tenaga surya.
Pertanian melon ini ada di Desa Petung, Kecamatan Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur.
Meski baru setahun melakukan tanam melon. Namun, buah melonnya sudah dikirim untuk memasok penjualan di supermarket di Jember, Surabaya, hingga Denpasar setiap dua pekan.
Teguh Yudi Cahyono, petani melon di Desa Petung, mengatakan, dirinya menggunakan lahan pribadinya seluas 1.000 meter2.
Di lahan itu, ia membuat green house sebanyak 6 buah yang masing-masing luasannya 150 meter2.
Penggunaan green house, kata pria lulusan Universitas Brawijaya (UB) ini, agar penanaman melonnya lebih banyak dengan perbandingan 1:3 dibanding menanam di luar green house. Selain itu, Green House ini tertutup sehingga hama tak semudah ketika ditanam di luar.
"Kontrol hama dengan Green house. Hama tak semudah masuk ketika ditanam di luar," ungkapnya dikonfirmasi Senin (30/6/2025).
Ia menjelaskan kontrol panel tenaga surya itu dibuatnya sendiri dengan waktu hanya 1-2 jam.
Bagi pria lulusan elektronika Industri UB itu, penggunaan kontrol panel buatannya berkaitan dengan proses penyiraman air dan pemberian pupuk pada tanaman Melon.
Cara kerjanya, ia menyambungkan sumber air dalam tandon yang dibuatnya di bawah tanah menggunakan pipa dan selang kecil ke tanaman melon di dalam ke Green House. Kemudian, penyiramannya diatur dan ditakar dengan menggunakan kontrol panel tenaga surya yang telah disambungnya di bawah tanah ke pipa dan selang.
Selanjutnya, setiap tanaman disiram dengan selang yang mengeluarkan air tetesan. Per tanaman disiram sesuai kebutuhannya.
Karena tanaman melon tak boleh terlalu banyak dan tak boleh terlalu sedikit airnya. Karena jika terlalu sedikit tak bagus ke tanaman, kalau terlalu banyak airnya justru mengundang penyakit.
"Makanya saya menciptakan kontrol panel tenaga surya ini untuk menyiram tanaman melon sesuai takaran," jelas pria Alumnus SMA Negeri 2 Bondowoso itu.
Kontrol panel tenaga suryanya ini juga berlaku ketika hendak memberi pupuk pada tanaman melonnya. Artinya, pihaknya bisa mengontrol nutrisi dari tanaman melonnya.
"Nutrisinya ini kita alirkan pakek tandon, jadi dari tandon ini dicampur dengan kebutuhan pupuknya," ujar pria yang pernah kerja membuat software.
Berkat penggunaan teknologinya dan Green House ini, kata Teguh, produktivitas tanaman melonnya lebih banyak dibanding ditanam di luar.
Catatannya, tanaman melon yang miliknya ini jenis Lavender dan Sweet Net dengan jarak tanam masing-masing 2 minggu. Setiap panen, hasilnya bisa mecapai 800 kilogram hingga 1 ton per Green House atau luasan lahan 150 m2.
"Kalau di luar juga bisa banyak, tapi bergantung pada alam. Kalau di Green House ini kan bisa direkayasa alamnya. Seperti di luar hujan, di dalam tidak," jelasnya.
Kendati Teguh menggunakan teknologi untuk pertanian melonnya. Namun dia tetap mempekerjakan sekitar 5 orang warga sekitar.
Mereka bertugas untuk melakukan penyerbukan yakni pemindahan serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik. Memanen buah, memantau daun, memotong pucuk, serta penjaga malam.
"Sebenarnya bisa pakai teknologi semua, tapi saya tak hanya berpikir padat teknologi dan modal. Tapi memikirkan agar tetangga bisa bekerja," jelasnya.
Disinggung tentang off taker, kata Teguh sebenarnya hingga saat ini buah melonnya sudah dikirim ke supermarker di Denpasar, Jember, dan Surabaya.
"Sekarang Jember itu, rutin minta dikirim per minggu 2 kali pengiriman, masing-masing 70 kilogram. Surabaya itu, 1 ton pee minggu," jelasnya.
Meski sebenarnya sudah mulai ada yang tertarik untuk ekspor melonnya.
Namun, Teguh mengaku masih belum cukup waktu dan lahannya. Karena, untuk membuat alat, Green house, media tanam dan lain-lain dalam satu hektarnya diperlukan modal awal Rp 400 juta.
"Karena memang ini komersil, jadi pupuknya juga nonsubsidi. Karena ini komersil tak selayaknya dapat subsidi," pungkasnya.