KPK Ingatkan 4 Hal Pencegahan Korupsi Terkait MBG
kumparanNEWS July 01, 2025 12:40 AM
KPK mengingatkan sejumlah langkah yang perlu dilakukan Badan Gizi Nasional guna mencegah korupsi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal tersebut disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam diskusi Transparency International Indonesia (TII) terkait pemetaan risiko korupsi pada program MBG secara daring, Senin (30/6).
Setyo mengatakan, BGN sebenarnya telah beraudiensi dengan Pimpinan KPK terkait program MBG ini. Kedeputian Pencegahan KPK juga sebenarnya telah memberikan kajian terkait pencegahan korupsinya.
Setidaknya, ada 4 hal yang menjadi sorotan KPK dalam program MBG tersebut. Pertama terkait sisi anggaran. Menurut Setyo, MBG menggunakan anggaran yang sangat besar dari APBN.
"Yang namanya anggaran besar ya pasti ada saja potensi, kemudian apakah secara administrasi atau mungkin ada penyimpangan secara kesengajaan, harapannya sih tidak, dilakukan betul-betul secara profesional. Bisa dipertanggungjawabkan," ujar Setyo.
Kedua, lanjut Setyo, program MBG juga menyerap sumber daya manusia yang cukup besar. Mulai dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga pihak ketiga penyedia jasa.
"Ini juga merupakan suatu rantai bisnis yang tidak terputus, yang antara satu dengan yang lain saling berkaitan, saling bertanggung jawab, saling membutuhkan dan tentu semuanya bisa dilakukan pengawasan," jelas Setyo.
Hal yang ketiga, menurut Setyo, terkait dari sisi manufaktur atau ketersediaan sumber bahan bakunya. Hal tersebut yang perlu dilakukan pengawasan ketat.
"Karena ini menyangkut dari konsumsi oleh anak-anak jangan sampai kemudian ada masalah yang kesannya kemudian hanya satu saja permasalahan tapi kemudian bisa menimbulkan permasalahan besar. Kesannya tidak dikontrol dengan baik, dari sisi kesehatan, gizinya, kemudian tampilannya, dan lain-lain," lanjut dia.
Ketua KPK Setyo Budianto mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024).  Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Setyo Budianto mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Terakhir, Setyo menjelaskan, hal yang perlu disoroti adalah dari sisi infrastruktur. Mulai dari pembangunan SPPG hingga peralatan yang digunakan perlu disiapkan secara maksimal dan transparan.
Sederet hal tersebut, menurut Setyo, apabila bisa dilaksanakan secara transparan akan menjadi sesuatu yang baik.
"Dengan 4 hal ini, saya melihat bahwa kalau ini bisa dilakukan secara transparan, artinya transparan itu bukan hanya dilakukan pengawasan oleh BGN saja, tapi juga melibatkan pihak-pihak lain," papar Setyo.
"Apakah misalnya TII ikut terlibat, ada masyarakat, ada warga lokal, termasuk mungkin dari media semua yang bisa mengawasi kegiatan tadi itu, saya yakin ini akan menjadi sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan. Mau dikoreksi lah, gampangannya seperti itu. Tidak tertutup," tegasnya.

Temuan Risiko Korupsi TII soal Program MBG

TII telah melakukan kajian untuk memetakan risiko korupsi dalam pelaksanaan program MBG. Dalam kajiannya ditemukan adanya sejumlah risiko korupsi mulai dari sisi regulasi hingga rawannya konflik kepentingan.
"Program MBG tampak menjanjikan di atas kertas, namun gagal memenuhi prasyarat tata kelola yang sehat. Tingginya kerentanan korupsi dalam program MBG menunjukkan program ini harus dimoratorium segera supaya tidak memperbesar kerugian negara," kata peneliti TII, Agus Sarwono.
Sederet Temuan TII Terkait Kerawanan Korupsi pada Proyek MBG
1. Ketiadaan Regulasi Pelaksana
TII mengungkapkan, hingga pertengahan 2025, MBG dijalankan hanya berdasarkan pada petunjuk teknis internal. Tidak adanya Peraturan Presiden membuat pelaksanaan program ini tak memiliki pijakan hukum serta mengaburkan mandat koordinasi lintas sektor.
2. Konflik Kepentingan Kronis
Program MBG, dinilai oleh TII, sarat akan konflik kepentingan. Salah satunya terkait penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka.
Beberapa yayasan pengelola bahkan memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer dan kepolisian, serta kelompok kekuasaan tertentu.
Seorang siswa menunjukkan menu makan bergizi gratis bulan Ramadhan di SDN Slipi 15, Jakarta, Kamis (6/3/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang siswa menunjukkan menu makan bergizi gratis bulan Ramadhan di SDN Slipi 15, Jakarta, Kamis (6/3/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
"Bahkan di kelembagaan Badan Gizi Nasional, itu 5 dari 8 posisi eselon I di Badan Gizi Nasional itu diisi oleh purnawirawan yang mengabaikan meritokrasi dan juga keberagaman ahli yang dibutuhkan dalam menjalankan program makan bergizi gratis," ujar Agus.
3. Pengadaan Barang dan Jasa Rawan Manipulasi
Dalam kajiannya, TII juga mengungkapkan, proses pengadaan barang dan jasa dalam MBG tidak mengutamakan prinsip transparansi. Banyak pengadaan yang dilakukan tanpa dokumentasi terbuka, bahkan tidak dilengkapi sistem pengawasan berbasis data.
4. Lemahnya Pengawasan
Pengawasan dalam pelaksanaan program MBG ini juga dinilai masih lemah. Sehingga, dikhawatirkan dapat membuka celah adanya praktik mark up harga dengan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah.
5. Meningkatnya Risiko Kerugian Keuangan Negara
Dalam kajiannya, TII mengungkapkan, program MBG menjangkau 82,9 juta penerima manfaat tanpa melakukan prioritas penerimaan manfaat. Hal ini berisiko untuk membebani anggaran negara. Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG.
Karenanya, dengan sederet temuan itu, TII mendesak pemerintah untuk segera melakukan sejumlah hal. Berikut daftarnya:
- Moratorium program MBG;
- Pemerintah perlu segera menyusun dan menetapkan Peraturan Presiden yang menjadi payung hukum utama bagi pelaksanaan program MBG;
- Badan Gizi Nasional sebagai pelaksana utama perlu memperkuat kapasitas tata kelola kelembagaannya;
- Pendekatan segmented coverage yang lebih menekankan pada distribusi yang lebih merata dan berbasis kebutuhan dapat memastikan bahwa program menjangkau kelompok sasaran secara lebih adil, terutama bagi kelompok-kelompok rentan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T);
- Pembenahan total terhadap mekanisme seleksi dan verifikasi mitra pelaksana, khususnya pihak pengelola SPPG yang berlandaskan prinsip pengadaan barang dan/jasa yang adil dan berintegritas;
- Pengawasan eksternal perlu diperluas dan dilembagakan secara sistematis. Pemerintah pusat dan daerah harus mendorong pelibatan aktif organisasi masyarakat sipil, satuan pendidikan serta komunitas penerima manfaat dalam pengawasan mutu makanan, distribusi, dan penggunaan anggaran;
- Diperlukan audit berkala terhadap pelaksanaan program MBG, baik dari sisi kinerja maupun keuangan. Audit ini harus dilaporkan secara terbuka kepada publik, dan hasilnya dijadikan dasar perbaikan kebijakan secara periodik;
- Tanpa koreksi struktural, MBG dapat menjadi preseden buruk dalam penggunaan program sosial berskala nasional sebagai alat konsolidasi kekuasaan dan pemanfaatan politik anggaran.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.