TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah pedagang kompor yang ikut-ikutan teman berjualan malah sekarang memiliki 26 karyawan.
Bahkan selama 16 tahun jualan kompor, pedagang ini jarang terima retur barang.
Kisah ini datang dari Husni Mubarok (40).
Suara deru mesin pelubang besi terdengar nyaring dari gudang rumah milik Husni Mubarok di Desa Gembong, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Senin (30/6/2025).
Ada tiga karyawan di satu ruangan yang tengah membolongi besi berbentuk lingkaran.
Di ruangan lainnya, terdengar suara benturan palu dan besi yang tak kalah nyaring.
Dua orang karyawan tengah sibuk menghubungkan dua lingkaran besi dengan empat besi panjang berukuran 10 centimeter.
Rupanya, rumah industri tersebut merupakan tempat pembuatan kompor semawar atau kompor yang sering digunakan oleh pedagang nasi goreng dan pecel lele.
"Usaha saya ini membuat perabotan rumah tangga, kompor semawar yang buat pedagang pecel lele, nasi goreng dan pedagang lainnya," kata Husni, pria asal Desa Gembong kepada Tribun Jateng.
Proses pembuatan kompor semawar tak berhenti sampai di tahap itu, masih ada pengelasan.
Kemudian pembuatan pipa kompor, kran kompor, ring kompor, hingga pewarna besi.
Husni bahkan memiliki dua lokasi rumah yang dijadikan tempat produksi, pertama untuk pembuatan kompor dan kedua untuk pembuatan kran kompor.
Selain kompor semawar, dia juga memproduksi kompor membakar bulu atau lebih dikenal kompor tikus.
"Alhamdulillah produksi mencapai 300 kompor per hari. Pemasaran ke toko-toko grosir, di Tegal, Jakarta, Jawa Barat, Banyuwangi Jawa Timur, dan Makassar," ungkapnya.
Tegal memiliki julukan Jepang-nya Indonesia tidak hanya karena banyaknya industri logam.
Tetapi juga karena masyarakatnya serba bisa dan pintar meniru.
Seperti Husni Mubarok yang memulai usaha kompor semawar mulai dari nol.
Husni bercerita, dia merintis usaha kompor semawar sejak 16 tahun lalu, pada 2009.
Dia memulai usaha hanya dengan istrinya.
Ide membuat kompor semawar karena ikut-ikutan teman yang sudah menjalankan usaha tersebut.
"Dulunya kecil-kecilan. Ambil barang mentahnya dari sana sini, lalu dirakit dan dijual. Alhamdulillah sekarang punya pabrik sendiri," katanya.
Selama beberapa tahun, Husni menggeluti usaha tersebut berdua dengan istrinya.
Kemudian pada 2013, dia mulai membeli mesin-mesin dan merekrut karyawan.
Kini jumlah karyawan ada sebanyak 26 orang.
Pasarnya pun semakin meluas hingga luar Jawa karena usahanya langsung mencari toko-toko grosir.
"Awalnya kita, cari-cari toko sampai luar kota dan luar Jawa, keliling ke sana. Sekarang semua tinggal dipaketkan," jelasnya.
Husni mengatakan, ada lima tipe kompor semawar yang dijualnya, antara lain ukuran 201, 203, 207, hingga 768.
Biasanya yang digunakan oleh pedagang nasi goreng dan pecel lele yang berukuran 203.
Kompor semawarnya sendiri bermerek JM.
Ia meyakini kualitasnya bagus karena tidak ada yang diretur.
"Produk kami bagus. Jarang ada yang meretur. Harga mulai Rp 40 ribuan tergantung dari tipe," ungkapnya.
Ilham (30), warga Tegal yang berjualan nasi goreng di Bandung, mengaku lebih cocok dengan kompor semawar buatan dari Tegal.
Menurutnya, kompor semawar asal Tegal lebih rapi produknya.
Kemudian tidak pernah ada kendala dalam perapian yang keluar.
"Saya sudah cukup lama berdagang nasi goreng, paling cocok pakai gas semawar daro Tegal," katanya.