Teknologi NIR dan AI untuk Prediksi FFA pada Buah Sawit
Muhammad Achirul Nanda July 01, 2025 12:20 PM
Oleh: , Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
Asam Lemak Bebas
Kadar atau Free Fatty Acid (FFA) merupakan salah satu penentu mutu utama dalam industri kelapa sawit. Semakin tinggi nilai FFA pada buah kelapa sawit, semakin rendah kualitas minyak yang dihasilkan. Dalam industri, batas maksimal FFA pada minyak sawit mentah biasanya ditetapkan sebesar 5%. FFA yang melebihi ambang batas dapat menyebabkan minyak cepat tengik, berbau tidak sedap, serta sulit diolah lebih lanjut. Selama ini, pengukuran FFA dilakukan melalui metode titrasi kimia, yang meskipun akurat, namun bersifat destruktif, memakan waktu, dan membutuhkan bahan kimia seperti etanol dan NaOH. Melihat kebutuhan akan metode yang lebih cepat dan efisien, dari Universitas Padjadjaran dan kolaboratornya (Kyungpook National University dan IPB University) mengembangkan pendekatan baru menggunakan NIR dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi kandungan FFA pada buah kelapa sawit.
Prediksi FFA dalam Hitungan Detik
Teknologi yang digunakan adalah (NIR), yang bekerja dengan menangkap cahaya pada panjang gelombang 1000 hingga 1500 nanometer yang dipantulkan pada permukaan buah sawit. Pantulan cahaya ini membentuk spektrum khas yang mencerminkan kandungan kimia di dalam buah. Dalam studi ini, sebanyak 350 sampel buah sawit dengan tingkat kematangan berbeda-beda diukur menggunakan , sebuah instrumen NIR laboratorium dengan akurasi tinggi. Setiap buah menghasilkan 835 titik data absorbansi. Hasil pengukuran menunjukkan adanya dua puncak utama pada spektrum: puncak pertama di 1200 nm berkaitan dengan senyawa lemak (C-H), dan puncak kedua di 1450 nm berasosiasi dengan air (O-H). Metode konvensional membutuhkan waktu minimal beberapa jam per sampel. Sebaliknya, dengan NIR, data spektrum dapat diperoleh dalam waktu kurang dari 30 detik, tanpa merusak sampel dan tanpa bahan kimia.
Kombinasi Fraktal dan AI: Akurasi Makin Tinggi
Spektrum NIR yang kompleks tidak bisa langsung ditafsirkan secara manual. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan model komputasi yang menggabungkan Higuchi Fractal Dimension (HFD) dan algoritma Long Short-Term Memory (LSTM), sebuah jenis jaringan saraf tiruan yang mampu mengenali pola dalam data. HFD digunakan untuk mengekstraksi kompleksitas dari sinyal spektrum dengan parameter kmax (interval diskrit waktu). Hasil terbaik ditemukan saat kmax = 10. Nilai HFD yang dihasilkan menunjukkan korelasi tidak linier terhadap kadar FFA, sehingga membutuhkan pemodelan lanjutan. Dengan memasukkan data HFD ke dalam model LSTM, peneliti melatih sistem untuk memprediksi kadar FFA.
Dalam uji coba terhadap 350 buah sawit pada berbagai tingkat kematangan, kombinasi HFD dan LSTM terbukti mampu memprediksi kadar FFA dengan tingkat akurasi yang tinggi. Model ini menghasilkan nilai kesalahan rata-rata (RMSE) sebesar 0,167% dan nilai R² sebesar 0,959. Artinya, prediksi yang dilakukan sangat mendekati nilai sebenarnya. Ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis AI mampu menjadi alternatif yang sangat andal dibanding metode konvensional.
Menuju Sawit Lebih Cerdas dan Efisien
Penerapan teknologi ini berpotensi mengubah cara industri sawit mengevaluasi kualitas buah. Dengan pendekatan non-destruktif dan berbasis NIR, penilaian mutu bisa dilakukan langsung di lapangan. Waktu tunggu hasil laboratorium dapat dipangkas drastis, dan keputusan panen atau sortir dapat diambil secara real-time. Selain itu, metode ini tidak menghasilkan limbah kimia, tidak merusak buah, dan lebih aman digunakan di lingkungan kerja. Teknologi ini juga sangat menjanjikan untuk dikembangkan menjadi perangkat portabel, seperti scanner genggam atau sensor pintar yang terhubung dengan aplikasi desktop atau mobile.
Dengan semakin kuatnya tuntutan pasar terhadap produk berstandar mutu tinggi dan proses yang berkelanjutan, inovasi ini bisa menjadi solusi strategis. Tidak hanya untuk efisiensi, tetapi juga untuk meningkatkan citra industri sawit Indonesia sebagai sektor yang adaptif terhadap kemajuan teknologi. Inilah langkah konkret menuju pertanian cerdas. Dari buah yang terlihat sama di luar, teknologi ini membantu kita membaca perbedaannya dari dalam, hanya dengan cahaya NIR dan kecerdasan buatan.