Problematika Bandung: Jalan Kaki Susah, Transportasi Umum Lama
kumparanNEWS July 01, 2025 08:41 PM
Kata-kata M.A.W. Brouwer, yakni bumi Pasundan lahir saat Tuhan sedang tersenyum, mungkin akan berbeda bila ia telah mencicipi trotoar dan transportasi umum Kota Bandung belakangan ini.
Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index, Kota Bandung menempati posisi kedua di kawasan ASEAN sebagai kota paling macet.
Bandung juga menduduki peringkat ke-12 dari 500 kota termacet di dunia.
Dalam laporan tersebut, seorang pengendara memerlukan waktu rata-rata 32 menit 27 detik untuk menempuh jarak 10 kilometer. Jakarta saja, ambil contoh, hanya memakan durasi 25 menit 32 detik untuk jarak yang sama.
Bagaimana hasil penelusuran di lapangan?
Perbesar
Marian bersama kedua cucunya mencoba transportasi umum di Kota Bandung, Selasa (1/7/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
kumparan turut mencoba untuk menempuh jarak 10 kilometer menggunakan transportasi umum Metro Jabar Trans. Rute yang dipilih adalah Bandung Electronics Center (BEC) ke Transmart Buah Batu.
Apabila melihat jarak tempuh dari BEC ke Transmart Buah Batu dari Google Maps, diperkirakan memakan waktu 25 menit jika menggunakan motor dan 30 menit memakai kendaraan mobil.
Ternyata, memakai transportasi umum butuh waktu lebih lama: Lebih dari 1 jam. Mulai dari menunggu bus yang memakan waktu 22 menit hingga perjalanan yang menghabiskan waktu 1 jam 3 menit. Memang ini pilihan yang cenderung murah yakni hanya Rp 4.500.
Seorang penumpang Metro Jabar Trans, Marian (56 tahun), mengatakan di waktu jam macet seperti berangkat dan pulang kerja bisa lebih dari 1 jam.
“Tergantung sih kalau jam-jamnya sekolah macet. Bisa sejam lebih. Pulang kerja macet, kalau hari-hari biasa ya jam sekitar jam 2-3 gak (macet), lumayan biasa sih,” tutur Marian kepada kumparan, Selasa (1/7).
Perbesar
Rute Metro Jabar Trans, Selasa (1/7/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Warga Baleendah itu mengaku agak kesulitan menjangkau transportasi umum untuk bepergian ke pusat kota Bandung. Biasanya, ia menggunakan ojek online (ojol) apabila hendak menuju halte bus terdekat. Sebab jarak antara rumahnya dan halte yang mencapai kurang dari 3 kilometer.
“Ada, cuma kan jalan dari depan naik angkotnya jauh, lumayan. Terus sambung naik angkot, angkot Rp 5 ribu. Belum lama naik angkotnya. Kalau naik ojol kan kita sampai di rumah, dijemput langsung ke tempat tujuan,” ujar Marian.
Marian berharap, transportasi umum di Bandung tak hanya terfokus pada daerah pusat, tetapi juga wilayah penyangga, seperti Kabupaten Bandung dan Cimahi.
Masih Banyak Trotoar Rusak
Perbesar
Trotoar untuk pejalan kaki yang mengalami kerusakan, di Jalan Bangka, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (1/7/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Trotoar di Bandung pun tidak membanggakan. Tak jarang harus berjalan miring karena susunan bebatuannya tidak rata.
Belum lagi saat ada sepeda motor atau mobil yang berhenti di trotoar, membuat pejalan kaki harus mengalah, berjalan di sisi jalan raya dan harus bersinggungan dengan kendaraan yang sedang melintas.
Selain rusak, beberapa trotoar juga tidak dilengkapi fasilitas guide block atau pemandu jalan untuk para penyandang disabilitas.
Malah ada beberapa guide block yang bukan cuma kusam tapi mulai hilang.
Perbesar
Trotoar untuk pejalan kaki yang mengalami kerusakan, di Jalan Bangka, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (1/7/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Dewi (23), warga Buah Batu, pernah tersandung saat melewati trotoar di sekitar Jalan Gasibu karena minimnya lampu penerangan. Ada kalanya trotoar juga digunakan sebagai tempat parkir dari kendaraan.
“Saya kesandung beberapa kali soalnya jalanannya gelap (minim lampu penerangan), kendaraan diparkir sembarangan di pinggir jalan jadi menghalangi trotoar. Jadi akhirnya kita milih jalan di pinggir jalan raya, sambil waswas takut keserempet soalnya jalanannya gelap, cuma ada cahaya dari kendaraan yang lewat,” kata Dewi.
Dewi berharap pemerintah dapat membenahi fasilitas para perjalanan kaki. Termasuk menambah rute bus Metro Jabar Trans sehingga kemacetan dapat terurai.
Tanggapan Pemerintah
Perbesar
Kendaraan terjebak kemacetan menuju gerbang keluar Tol Pasteur di Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/9/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Kepala Dishub Kota Bandung Rasdian Setiadi angkat bicara atas kemacetan yang sering terjadi di Kota Bandung.
Sebagai antisipasi, ia berencana untuk menambah jumlah personel yang bertugas mengatur kendaraan selama jam sibuk dan weekend.
“Ya, antisipasi memang, biasanya memang yang banyak itu di weekend ya, weekend sama long weekend. Kalaupun pagi, hari biasa itu paling jam kerja aja. Jam kerja itu antara pukul 07.00 sampai pukul 08.00, sore jam 16.00 sampai jam 20.00 WIB,” tutur Rasdian saat dikonfirmasi.
“Kita memanfaatkan semua daya manusia yang ada, artinya tempat-tempat tertentu dipasang itu nanti tenaga pengatur ya, personel gitu, Dishub, termasuk jajaran yang lain, itu salah satunya itu yang paling mudah ke sana, yang sederhana gitu,” tambah dia.
Perbesar
Sejumlah penumpang Metro Jabar Trans, Selasa (1/7/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Selain itu, pemerintah Kota Bandung tengah merencanakan angkot pintar yang akan mulai uji publik tahun ini dan bisa digunakan paling lambat tahun 2029.
Setiap unit angkot nantinya akan dilengkapi dengan layar digital, koneksi sistem melalui kartu SIM serta kemampuan pemantauan posisi secara real time. Pengguna cukup membuka aplikasi, memilih titik penjemputan dan menunggu kendaraan datang mirip seperti memesan ojek online.
Lebih dari itu, pembayaran sistem langganan bulanan sebesar Rp 100.000 membuka akses tak terbatas, mendorong efisiensi dan meringankan beban biaya perjalanan harian warga.
“Ya cashless tuh, nanti ada kartunya, pada deposit tinggal pakai itu, nanti diangkutnya itu kan. Jadi kayak-kayak seperti digesek, ditempel gitu kan gitu ya. Kita coba dulu perbesar trayek gitu, ya termasuk memberdayakan angkot yang ada,” kata Rasdian.