TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tidak semua orang berbicara dengan kata. Naomi Shanum Bhanurasmi dan M. Kafin Lanmo memilih warna, garis, dan imajinasi sebagai bahasa mereka untuk menyampaikan apa yang sulit diungkapkan secara verbal.
Di balik proyek parfum eksperimental Kirithra, hasil kolaborasi antara rumah parfum SAFF & Co. dan studio seni inklusif Tab Space, tersimpan kisah dua jiwa muda yang lahir dengan kondisi berbeda—Naomi dengan spektrum autisme, dan Kafin dengan cerebral palsy—namun dipersatukan oleh satu hal: seni sebagai cara untuk memahami dan menyuarakan dunia.
Naomi, 19 tahun, menemukan ketenangan dalam ilustrasi. Setiap goresannya bukan hanya karya visual, tapi juga representasi dari dunia batin yang kompleks namun damai.
Dalam proyek Kirithra, Naomi menuangkan dunianya ke dalam ilustrasi yang penuh warna dan simbol. Karyanya bukan sekadar dekoratif, melainkan narasi visual tentang dunia ideal yang tenang, tertib, dan indah dalam versinya sendiri.
Berbeda dengan Naomi, Kafin menyalurkan energi kreatif melalui inspirasi musik dan karakter pahlawan super.
Meski gerak tubuhnya terbatas, pikirannya melesat bebas. Ia menggambar kekuatan bukan dari otot, melainkan dari karakter dan empati.
“Saya suka karakter yang kuat, tapi juga punya hati. Itu yang saya tuangkan dalam karya ini,” ucap Kafin dalam sesi kreatif bersama tim Tab Space di Jakarta, baru-baru ini.
Bagi Kafin, tokoh fiksi bukan sekadar hiburan, tapi cermin identitas—kekuatan dalam keterbatasan.
Kirithra bukan sekadar parfum, dan kolaborasi ini bukan sekadar proyek artistik. Di balik setiap aroma dan ilustrasi, ada pesan kuat tentang penerimaan, keberanian, dan keunikan individu.
“Kirithra bukan sekadar parfum. Ia adalah medium untuk menceritakan pengalaman manusia. Lewat aroma, kita bisa menghidupkan narasi, memberi ruang bagi suara-suara yang sering terpinggirkan,” ujar Santi Tan, Co-Founder SAFF & Co., penggagas kolaborasi bersama Tab Space.
Proyek ini menjelma menjadi panggung inklusif, tempat di mana suara Naomi dan Kafin tak hanya didengar, tapi juga dirasakan.
Kirithra lahir dalam kampanye bertajuk "Tale of the First Dew"—sebuah penghormatan bagi mereka yang hadir, merawat, dan mencintai dalam diam maupun kata. Tema ini kemudian diterjemahkan lewat kehadiran Widi Mulia dan putrinya, Widuri Puteri, sebagai figur sentral.
Widi dan Widuri bukan hanya sosok publik, tetapi simbol dari cinta yang membimbing dan kehadiran yang penuh makna. Pesan yang mereka bawa sejalan dengan nilai-nilai utama proyek ini: kasih, pertumbuhan, dan keberdayaan.
Dalam dunia yang masih banyak mengabaikan keberagaman cara berpikir dan berkomunikasi, kisah Naomi dan Kafin menjadi pengingat bahwa setiap manusia punya cara sendiri dalam mengekspresikan dirinya.
Bukan simpati yang mereka butuhkan, tapi ruang—untuk berkarya, didengar, dan dihargai.
Melalui Kirithra, dua seniman muda ini bukan hanya menciptakan karya, tapi juga mengajak kita mendefinisikan ulang arti keindahan dan kekuatan.
Karena di balik goresan garis dan semburat warna, ada suara yang tak terdengar tapi terasa—dan itu adalah seni yang paling jujur.