Pengamat Respons Rencana Kenaikan Tarif Ojol 15 Persen: Harga Makin Mahal, Konsumen Bisa Hilang
Adi Suhendi July 02, 2025 05:31 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Fajar Rakhmad menyoroti rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan tarif ojek online (ojol) maksimal 15 persen.

Diketahui rencana kenaikan tarif Ojol 15 persen tersebut sebagai tindak lanjut dari aksi demonstrasi ojol beberapa waktu lalu yang menuntut penghapusan potongan aplikator.

Menurut Fajar Rakhmadi besaran kenaikan tarif yang dicanangkan pemerintah terlampau besar. 

Menurutnya hal ini berisiko pada turunnya penggunaan jasa transportasi harian tersebut, yang turut berdampak pada pendapatan mitra pengemudi. 

Terlebih, konsumen juga cukup sensitif terhadap perubahan harga.

“Kenaikan tarif 8–15 persen tergolong cukup tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan hasil survei kami sebelumnya yang menunjukkan willingness to pay konsumen hanya sekitar 5 persen," kata Fajar kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).

Karena itu, ia menyebut pemerintah harus menetapkan tarif yang adil bagi semua pihak, baik konsumen, mitra pengemudi dan aplikator. 

Fajar mengatakan, kenaikan tarif ini bisa jadi angin segar bagi mitra pengemudi dengan catatan permintaan tetap stabil setelah kebijakan diterapkan.

Tapi di sisi lain, pengguna akan merasa berat karena harga jasa yang semakin mahal.

“Bagi perusahaan aplikasi, efeknya bisa beragam tergantung pada respons pasar terhadap penyesuaian tarif ini,” katanya.

Sementara jika potongan aplikator dikurangi, hal ini juga bisa berpengaruh terhadap kualitas layanan.

Misalnya, turunnya performa aplikasi menjadi tidak stabil, kerap mengalami gangguan sistem (crash), kapasitas server terbatas, hingga berkurangnya fitur pendukung.

Sejumlah hal ini menurutnya justru berpotensi menurunkan produktivitas dan pendapatan pengemudi

“Gangguan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan dalam menerima pesanan, peningkatan komplain dari konsumen, serta pengalaman pengguna yang kurang optimal," kata dia.

Sebaliknya, jika efisiensi biaya dapat dicapai tanpa mengorbankan kualitas dan performa layanan, seperti optimalisasi proses internal, efisiensi teknologi, atau penyesuaian biaya operasional non-layanan, maka dampak terhadap pengemudi bisa diminimalkan. 

Dalam kondisi tersebut, pendapatan pengemudi cenderung tidak terpengaruh secara signifikan.

Sehingga, Fajar menyebut perlunya kajian menyeluruh terhadap strategi efisiensi biaya, agar tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan, kesejahteraan pengemudi, dan kepuasan konsumen.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.