TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) tidak dapat diterima.
Dalam pertimbangannya, Ketua MK Suhartoyo menilai para pemohon hanya menguraikan soal pengisian jabatan dan kinerja Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tanpa menjelaskan keterkaitannya dengan norma yang dimohonkan pengujian.
"Uraian pada kedudukan hukum para pemohon hanya menguraikan mengenai pengisian jabatan dan kinerja Kepala Kepolisian Republik Indonesia in casu Listyo Sigit Prabowo," kata Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Ada dua pengujian UU Kepolisian yang ditolak. Masing-masing teregister dalam Nomor 76/PUU-XXIII/2025 dan 78/PUU-XXIII/2025.
Dalam Perkara 76, pemohon menguji Pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf c UU Kepolisian. Ia beralasan pasal tersebut multitafsir karena mengandung frasa “tindakan lain menurut hukum” dan “patut, masuk akal, termasuk dalam lingkungan jabatannya” membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh anggota kepolisian.
Pemohon mengaku khawatir dengan potensi tindakan semena-mena yang dilakukan aparat atas dasar pasal itu.
Sementara itu, dalam Perkara 78, pemohon menguji Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Mereka menilai tidak ada kejelasan masa jabatan dan syarat pemberhentian Kapolri dalam ketentuan tersebut.
Namun, Mahkamah menilai permohonan tersebut obscuur libel atau kabur karena tidak menjelaskan bagaimana norma yang diuji bertentangan dengan konstitusi.
Selain juga tak punya kedudukan hukum, Mahkamah menilai para pemohon tidak secara spesifik menjelaskan kerugian konstitusioan baik aktual maupun potensial.