TRIBUNJATIM.COM - Inilah sosok dua pegawai bank BUMN yang diduga terlibat dalam kasus kredit fiktif Rp 3,5 M di Brebes.
Mereka dan dua nasabah berkomplot memalsukan data 67 orang.
Kejaksaan Negeri Brebes mengungkap kasus pemalsuan data yang melibatkan empat orang, terdiri dari dua mantan pegawai bank BUMN dan dua nasabah, yang berkomplot untuk mencairkan kredit fiktif Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 3,59 Miliar.
Keempat tersangka tersebut adalah AHF (28), MB (34), TS (44), dan WS (55), dan kini telah berstatus sebagai tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Brebes, Yadi Rachmat Sunaryadi, menjelaskan bahwa keempat tersangka melakukan manipulasi data terhadap 67 orang untuk dijadikan peminjam fiktif sepanjang tahun 2023.
"Mereka melakukan kredit fiktif usaha mikro dengan pihak ketiga atau pihak swasta yang tidak sesuai ketentuan. Ada manipulasi usaha dan verifikasi, serta tidak dilakukan analisis sesuai prosedur," ungkap Yadi di Kantor Kejari Brebes, Rabu (2/7/2025).
Yadi menambahkan bahwa AHF dan MB, yang merupakan mantan karyawan bank, bekerja sama dengan TS dan WS untuk mencari orang-orang yang identitasnya dapat digunakan sebagai peminjam.
Namun, dana yang dicairkan tidak dinikmati oleh para pemilik identitas, melainkan digunakan oleh TS dan WS sebagai modal usaha pribadi.
"Uang tersebut digunakan oleh dua orang nasabah yang kita jadikan tersangka. Sementara dua eks pegawai bank menerima fee dari setiap pencairan," jelasnya.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 3,59 Miliar.
Keempat tersangka telah ditahan dan dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Kejari Kota Malang Sita 12 Aset Milik Terpidana Korupsi Kredit Fiktif
Belasan aset milik terpidana korupsi kredit fiktif BNI Syariah pada Pusat Koperasi Syariah Aliansi Lembaga Keuangan Mikro Islam (Puskopsyah Al Kamil), Rudhy Dwi Chrysnaputra disita Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang.
Kasubsi Penuntutan Seksi Pidana Khusus Kejari Kota Malang, Fahmi Abdillah mengatakan, terdapat sebanyak 12 aset dan semuanya berada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur.
"Ke-12 aset milik terpidana Rudhy Dwi Chrysnaputra, seluruhnya berada di Kabupaten Malang. Asetnya atas nama terpidana dan istrinya," jelasnya kepada TribunJatim.com, Rabu (4/9/2024).
Dirinya mengatakan, proses sita aset telah dilakukan pada Selasa (3/8/2024) lalu.
Untuk jumlahnya 7 aset, dengan rincian enam di Kecamatan Pakis dan satu di Kecamatan Turen.
Lalu pada Rabu (4/9/2024) ini, ada lima aset terdiri tiga aset di Kecamatan Dau dan dua di Kecamatan Ngantang.
Diketahui, belasan aset milik terpidana Rudhy Dwi Chrysnaputra dalam bentuk tanah, ruko, dan rumah.
"Penyitaan aset ini berdasarkan Surat Perintah Pencarian Harta Benda Milik Terpidana Nomor: Prin-851/M.5.11/Fs.1/07/2024," tambahnya.
Sementara itu, Kasi Intelijen Kejari Kota Malang, Agung Tri Radityo menuturkan, upaya sita aset dilakukan untuk menutup kerugian negara.
"Kerugian negara mencapai Rp 75,7 miliar akibat korupsi yang dilakukan antara tahun 2013 hingga 2015," imbuhnya.
Diketahui, kasus korupsi itu terjadi pada tahun 2013.
Saat itu Rudy mengajukan pembiayaan mudharabah waad kepada Bank BNI Syariah Cabang Malang, dengan tujuan penguatan modal koperasi sebesar Rp 150 miliar.
"Uang tersebut digunakan untuk membiayai 31 koperasi primer yang berada dalam payung Puskopsyah Al Kamil dari berbagai daerah. Di antaranya adalah Bekasi, Kediri, Blitar, Madiun dan Tuban," ungkapnya.
Namun, pengajuan pembiayaan tersebut ditengarai tidak sesuai ketentuan, karena Puskopsyah Al Kamil tidak memiliki aset bangunan yang tetap dan modal minimal Rp 1 miliar sebagai ketentuan bank dalam pengajuan.
"Oleh karenanya, membuat pembayaran macet dan mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 75,7 miliar. Kasus tersebut telah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Surabaya di tahun 2022 dan terpidana Rudhy dijerat dengan hukuman penjara selama 15 tahun," pungkasnya.