Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto: Yang Terjadi, Sudah Saya Perkirakan sejak Awal
Tiara Shelavie July 03, 2025 03:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menjalani sidang pembacaan tuntutan dalam sidang dugaan suap Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Hasto menjadi terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. 

Hasto diduga telah menghalangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020. 

Hasto diduga memberikan perintah pada Harun Masiku untuk berada di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntun Umum (JPU) KPK menuntut Hasto Kristiyanto hukuman 7 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata JPU KPK di ruang sidang, Kamis.

Setelah menjalani sidang, Hasto mengaku sudah memperkirakannya sejak awal.

"Saya dituntut 7 tahun, dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal," katanya, Kamis.

Hasto lantas menyinggung terkait sikap politik yang dipilihnya, yakni untuk memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi hingga hak kedaulatan rakyat.

Dalam sikap politiknya itu, Hasto mengaku sudah mengetahui adanya risiko yang akan dihadapi.

"Sejak awal saya sudah memperhitungkan risiko-risiko terhadap kriminalisasi hukum terhadap kekuasaan," ungkapnya.

Selanjutnya, Sekjen PDIP itu mengklaim tidak terbukti adanya keterlibatan dirinya dalam kasus ini.

"Sejak awal saya mengatakan akan menghadapi segala sesuatunya dengan kepala tegak, karena kebenaran adalah kebenaran," ungkapnya.

"Tidak ada motif sejak awal terbukti dari keterangan saksi di persidangan terkait keterlibatan saya," tegasnya.

Tuntutan Jaksa KPK Setebal 1.300 Halaman

Persidangan dimulai dengan pembacaan tuntutan yang dibacakan oleh JPU KPK setebal 1.300 halaman.

Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, Hasto tampak serius menyimak JPU KPK yang membacakan surat tuntutan terhadap dirinya.

Sesekali dia terlihat mencopot dan mengusap kaca mata yang dikenakannya.

Hasto juga beberapa kali melihat ke atas plafon ruang sidang.

Selain itu, Hasto terlihat menopang dagunya dengan tangan kiri sambil melihat ke arah para hakim di ruang sidang.

Dalam persidangan kali ini, Hasto didampingi oleh sang istri Maria Ekowati serta keluarga besar. 

Sejumlah elite PDI Perjuangan juga terlihat hadir diruang sidang.

Mereka di antaranya Ganjar Pranowo, Andreas Hugo, Ribka Tjiptaning, Panda Nababan, Anggota DPR RI fraksi PDIP periode 2019–2024 Komjen Pol (Purn) Muhammad Nurdin, dan Guntur Romli.

SIDANG TUNTUTAN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat tiba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Hasto akan mendengarkan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang hari ini.
SIDANG TUNTUTAN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat tiba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Hasto akan mendengarkan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang hari ini. (Fransiskus Adhiyuda)

Sebagai informasi, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara. 

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara. 

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA). 

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

Selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU. 

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019. 

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. 

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta. 

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Nuryanti/Garudea Prabawati/Fransiskus Adhiyuda Prasetia)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.