TRIBUNJATIM.COM - Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia soal aturan penerapan LPG 3 Kg satu harga kini mendapat sorotan.
Menurut pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi aturan Bahlil berpotensi akan dibatalkan lagi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Diketahui, Bahlil menyebut jika dirinya sedang membahas soal aturan LPG 3 kg satu harga.
Meski akhirnya menurut pengamat Fahmy, kebijakan itu tak tepat diterapkan.
"Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia lagi-lagi cenderung blunder," katanya kepada Tribunnews.com, Jumat (4/7/2025).
Bagi Fahmy, kebijakan satu harga LPG 3 kg juga tidak akan menjadikan subsidi tepat sasaran.
Aturan tersebut tidak menghalangi siapa pun untuk membeli LPG subsidi, bahkan orang kaya sekalipun.
Padahal LPG 3 kg hanya diperuntukan untuk orang tidak mampu sebagaimana tertulis di tabungnya "HANYA UNTUK MASYARAKAT MISKIN".
"Justru penerapan kebijakan satu harga LPG 3 Kg akan semakin membengkakan beban subsidi LPG 3 kg untuk membiayai selisih biaya transportasi antar daerah dan wilayah," tambah Fahmy.
Pria berkacamata ini kemudian membandingkan dengan kebijakan satu harga BBM di seluruh Indonesia.
Perlu diketahui, BBM seluruhnya didistribusikan oleh SPBU Pertamina sehingga harga BBM satu harga bisa dikontrol.
Sementara itu, distribusi LPG 3 kg yang dilakukan oleh pangkalan dan agen tunggal juga melibatkan ribuan pengecer di sekitar lokasi konsumen.
Pengecer merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil untuk mengais pendapatan dengan berjualan LPG 3 kg.
Tentunya mereka menaikkan harga jual demi menutup biaya transportasi dan sedikit keuntungan.
Meskipun demikian, Fahmy memaklumi disparitas harga di pangkalan dan agen tunggal dengan harga pengecer sesungguhnya masih wajar.
Bahkan, dapat diterima karena konsumen tidak mengeluarkan biaya transportasi dengan membeli LPG 3 kg di pengecer.
"Harga di antara pengecer akan membentuk harga keseimbangan sehingga mustahil bagi pengecer mematok harga LPG 3 kg hingga mencapai Rp50 ribu per tabung," urai Fahmy.
Desak dibatalkan
Fahmy dengan tegas mendesak Bahlil untuk membatalkan rencana kebijakan satu harga LPG 3 kg.
Pertimbangan utamanya, langkah tersebut tidak dapat mencapai tujuan agar distribusi lebih tepat sasaran dan mengurangi disparitas harga bagi konsumen miskin.
Fahmy juga yakin Presiden Prabowo tidak setuju dengan kebijakan anak buahnya itu.
"Kalau Bahlil nekad menerapkannya, kebijakan satu harga LPG 3 Kg berpotensi akan dibatalkan oleh Presiden Prabowo, yang akan semakin menjatuhkan reputasi dan kapabilitas seorang Menteri ESDM," tegasnya.
Fahmy dalam kesempatannya juga mengungkit bukan kali ini saja Bahlil membuat kebijakan blunder terkait LPG 3 kg.
Pada 1 Februari 2025, Ketua Umum Partai Golkar itu melarang LPG 3 Kg dijual secara eceran.
Hanya agen resmi yang diizinkan menjualnya kepada masyarakat.
Pada akhirnya, kebijakan itu menimbulkan polemik.
"Kebijakan Bahlil sebelumnya adalah melarang pengecer menjual LPG 3 kg, yang justru menimbulkan antrian konsumen orang miskin untuk membeli LPG 3 kg di Pangkalan."
"Kebijakan Bahlil, yang menyusahkan rakyat miskin itu, akhirnya dianulir oleh Presiden Prabowo," tandasnya.
Bahlil Kaji Aturan LPG 3 Kg Satu Harga
Bahlil mengungkapkan rencananya menerapkan aturan LPG 3 kg satu harga saat Rapat Kerja bersama Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Rabu (2/7/2025) kemarin.
Ia menjelaskan pihaknya sedang mengodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga LPG tertentu (LPG 3 kg).
"Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah."
"Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," ungkap Bahlil, dikutip dari esdm.go.id.
Bahlil menilai kebijakan ini mampu memperbaiki tata kelola serta meningkatkan jaminan ketersediaan dan distribusi LPG tertentu di dalam negeri untuk rumah tangga sasaran, usaha mikro sasaran, nelayan sasaran, dan petani sasaran.
Selain itu, diharapkan kebijakan ini mampu menyederhanakan rantai pasok dan memastikan subsidi tepat sasaran ke pengguna yang berhak menerima LPG.
Pada akhirnya harga pada konsumen akhir tidak lagi bervariasi dan secara berlebihan antar wilayah serta sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu jumlah konsumsi per pengguna.
Bahlil mendapat temuan LPG 3 kg dijual Rp50.000 per tabung, padahal harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan Rp16.000-Rp19.000.
Ia juga menyoroti ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dan realisasi di lapangan
Ada juga potensi membuka celah kebocoran kuota dan rantai pasok yang panjang dalam distribusi LPG 3 Kg.
"Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron," tegas Bahlil.