TRIBUNJATIM.COM - Seorang juru parkir tolak dibayar Rp 1000 oleh mahasiswa.
Juru parkir itu ngotot meminta tarif parkir yang melebihi aturan.
Peristiwa ini terjadi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Aksi para jukir itu sering dikeluhkan warga.
Namun, pungutan tarif yang mahal tersebut rupanya tak maksimal masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bella (21), mahasiswi luar kota, mengaku kaget uang Rp1000 yang dibayarkan ditolak tukang parkir.
"Masa aku ngasih parkir Rp1.000, marah tukang parkirnya."
"Kaget banget datang ke Purwokerto, di mana-mana harus bayar parkir."
"Aku yang anak kos harus banget bawa uang receh tiap hari," kata Bella, Kamis (3/7/2025), melansir dari TribunBanyumas.
Kepala Seksi Perparkiran Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Banyumas, Fadhil Jamaludin Nur Rozaq mengatakan, tarif parkir Banyumas masuk Zona C.
Fadhil mengatakan, pembagian zona parkir daerah ditentukan berdasarkan tingkat frekuensi kendaraan dan mobilitasnya.
Hal ini memengaruhi besaran retribusi parkir.
"Banyumas masih berada di zona C."
"Tarif parkirnya, untuk kendaraan roda dua Rp1.000 dan roda empat Rp2.000," katanya, Kamis.
Sayang, pungutan parkir yang melebihi aturan di Purwokerto tak maksimal masuk ke PAD Banyumas.
Ketua DPRD Banyumas Subagyo mengatakan, potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari parkir tepi jalan bisa mencapai Rp23 miliar per tahun.
Jumlah itu diperoleh dari perhitungan jumlah juru parkir yang saat ini mencapai 1.545 orang.
"Jika tiap juru parkir setor Rp10.000 per hari lewat QRIS ke rekening Pemda, seharusnya itu setara Rp15 juta per hari atau Rp5,4 miliar setahun."
"Tapi, kalau mereka bisa meraup hingga Rp100 ribu per hari, artinya sisanya masih banyak, sekitar Rp90 ribu per jukir per hari tidak tercatat," kata Subagyo, Rabu (2/7/2025).
Pemerintah Kabupaten Banyumas sendiri menargetkan pendapatan dari sektor parkir sebesar Rp5 miliar.
Subagyo mendorong penguatan pengawasan dan penertiban terhadap jukir yang tidak patuh.
Di sisi lain, berbagai keluhan warga Kabupaten Banyumas mengenai parkir ini terus membanjiri berbagai kanal pengaduan publik.
Mulai dari tarif yang dinilai tidak masuk akal, juru parkir (jukir) muncul di setiap sudut, hingga pelayanan arogan.
Rangkuman aduan hingga Minggu (22/6/2025), menunjukkan adanya citra negatif 'kota parkir' yang meresahkan.
Hal itu mendesak untuk segera ditangani oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Banyumas.
Salah satu keluhan yang paling sering muncul adalah besaran tarif parkir yang dianggap tidak sebanding dengan nilai transaksi atau lamanya waktu berhenti.
"Pernah beli cireng isi lima ribu, parkirnya dua ribu. Dikasih seribu dicela, sudah tidak kondusif lagi," tulis seorang warga.
Hal senada diungkapkan warga lain yang mengaku hanya berhenti selama lima menit untuk membeli makanan kucing.
Namun, ia tetap ditarik biaya parkir dan tidak dibantu saat menyeberang jalan.
Keberadaan juru parkir di lokasi-lokasi yang tak terduga juga menjadi sorotan.
Warga melaporkan adanya jukir di tempat seperti tukang permak jins, toko bangunan, hingga bengkel.
"Pwt isinya parkir semuaaa, apalagi daerah Unsoed, satu toko satu tukang parkir," keluh warga lainnya.
Ketidakjelasan tarif resmi juga menjadi sumber kebingungan.
Warga mempertanyakan tarif parkir di sejumlah titik keramaian, seperti GOR Satria dan Alun-alun Purwokerto, apakah Rp1.000 atau Rp2.000.
Selain itu, laporan mengenai parkir liar di lokasi spesifik seperti Alfamidi Dukuhwaluh dan di depan sebuah restoran cepat saji di Jalan Overste Isdiman juga telah disampaikan.
Warga berharap ada tindak lanjut yang nyata dari pihak berwenang.
Puncak dari keluhan warga adalah perilaku juru parkir yang dinilai arogan dan tidak memberikan pelayanan semestinya.
Seperti yang dialami seorang warga di Ajibarang.
"Teka ora ngurusi motore, arep lunga langsung narik parkir 2 ewu.. angger diomongi langsung lunga (Datang tidak mengurusi motor, mau pergi langsung menarik parkir Rp2.000.. kalau ditegur langsung pergi)," ungkapnya.
Rentetan aduan ini mengerucut pada satu permintaan besar: agar Pemerintah Kabupaten Banyumas menata ulang sistem perparkiran secara serius, tidak hanya berorientasi pada pendapatan retribusi.