Jadi Tren, Pernikahan di Alam Memakai Adat Tradisional Leluhur di Samosir Makin Populer
Anita K Wardhani July 06, 2025 02:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, pernikahan di alam terbuka semakin digandrungi pasangan muda Indonesia.

Lanskap memukau dan suasana sakral dinilai mampu menciptakan pengalaman tak terlupakan, bukan hanya bagi pengantin, tetapi juga tamu undangan yang hadir.

Tren ini tak sekadar soal estetika atau popularitas media sosial.

Bagi banyak pasangan, memilih lokasi pernikahan yang sarat nilai budaya dan spiritual menjadi wujud penghargaan pada warisan leluhur sekaligus alam sekitar.

Konsep pernikahan di ruang terbuka memang menawarkan kedekatan yang lebih intim dengan alam.

Prosesi sering kali mengusung tema tradisional yang menyatu dengan lanskap setempat, memperkuat rasa memiliki terhadap akar budaya.

Salah satu destinasi yang kini mencuri perhatian adalah Menara Doa Sinatapan di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Lokasi ini dibangun oleh Brigjen Pol (P) Adv. Drs. Jannes Sinurat SH dan dr. Hawani FR br Nadeak MTh pada 20 Desember 2017.

Nama Sinatapan berarti menatap, melambangkan tempat untuk merenung sambil memandang kebesaran ciptaan Tuhan.

Dari menara setinggi 10 meter, panorama Danau Toba dan hamparan bukit hijau membentang luas, menciptakan suasana damai yang memikat hati siapa pun yang datang.

Menara Doa Sinatapan bukan hanya sebagai tempat peribadatan atau perenungan semata, tetapi juga sebagai ruang bersama untuk semua orang yang ingin menikmati kedamaian dan keindahan ciptaan Tuhan dari ketinggian Danau Toba.

"Tempat ini terbuka untuk semua orang, tanpa memandang usia maupun latar belakang agama. Mari datang dengan hati yang terbuka, saling menghormati, dan bersama-sama menjaga kedamaian di tempat ini,” tutur Jannes Sinurat.

Belum lama ini, tepatnya  28 Juni 2025 lalu, pasangan Hendry Donald Hanesty Sinurat dan Efriska Ginasti Mayangsari br Nadeak memilih Menara Doa Sinatapan sebagai lokasi pernikahan mereka. 

Meskipun keduanya bukan berdomisili di Samosir, kedekatan emosional dengan tanah leluhur membuat pilihan itu terasa istimewa.

"Ini wujud syukur kami sekaligus bentuk kepedulian untuk ikut melestarikan keindahan alam dan budaya Samosir. Kami berharap semakin banyak generasi muda yang mencintai tanah leluhur," ujar Efriska.

Mendekatkan Diri pada Alam dan Nilai Tradisi

Fenomena pernikahan bernuansa alam ini diyakini akan terus tumbuh seiring meningkatnya kesadaran generasi muda akan pentingnya merawat warisan budaya dan lingkungan.

Pemerintah daerah pun diharapkan terus memastikan keberlanjutan pariwisata agar lokasi-lokasi sakral ini tetap lestari dan terjaga keasliannya.

Dengan perencanaan matang, harmoni antara budaya, spiritualitas, dan keindahan alam akan menjadi magnet baru bagi pasangan yang mendambakan pernikahan penuh makna—lebih dari sekadar perayaan, tetapi juga perjalanan batin untuk menghormati leluhur dan ciptaan Tuhan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.