Hizbullah Tegas Tolak Seruan Pelucutan Senjata sebelum Agresi Israel Berakhir
Wahyu Gilang Putranto July 06, 2025 06:32 PM

TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, menegaskan kelompoknya tidak akan memenuhi seruan untuk menyerahkan senjata sebelum agresi Israel terhadap Lebanon benar-benar dihentikan.

Dalam pidato yang disiarkan stasiun Al-Manar pada Jumat (5/7/2025), Qassem menolak desakan internasional agar Hizbullah melucuti senjata.

“Menanggapi mereka yang menuntut agar perlawanan menyerahkan senjatanya, pertama-tama tuntutlah agar agresi dihentikan,” kata Qassem, seperti dikutip Anadolu Agency.

Ia menekankan bahwa mempertahankan tanah air adalah hak tanpa perlu izin siapa pun.

“Kami tidak akan pernah menerima penyerahan diri. Ketika ada alternatif pertahanan yang serius dan efektif diusulkan, kami siap membahas semua rinciannya,” tambah Qassem.

Latar konflik

Hizbullah adalah kelompok bersenjata dan politik Syiah yang berpengaruh di Lebanon, Middle East Monitor melaporkan.

Sejak perang besar pada 2006, perbatasan selatan Lebanon–Israel sering menjadi medan bentrokan.

Menurut Anadolu, serangan Israel hampir terjadi setiap hari di Lebanon selatan, dengan klaim menargetkan posisi Hizbullah.

Lebanon melaporkan sekitar 3.000 pelanggaran gencatan senjata oleh Israel sejak kesepakatan November lalu, yang menyebabkan lebih dari 225 kematian dan 500 luka-luka.

Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata tersebut, Israel seharusnya menarik diri sepenuhnya dari Lebanon selatan pada Januari 2025.

Namun batas waktu itu diperpanjang hingga Februari setelah Tel Aviv menolak mematuhi dan Israel masih mempertahankan lima pos perbatasan.

Tekanan internasional

Pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara Barat telah lama mendesak pelucutan senjata Hizbullah, yang dianggap mengancam stabilitas Lebanon dan kawasan.

Pemerintah Lebanon sendiri dikabarkan sedang menyiapkan tanggapan atas proposal yang disampaikan utusan AS untuk Suriah, Thomas Barrack.

Menurut pejabat Lebanon yang dikutip Anadolu, usulan itu menekankan monopoli senjata oleh negara, reformasi ekonomi, pengawasan perbatasan, dan pencegahan penyelundupan.

Sejarah Singkat Konflik Hizbullah–Israel

Konflik Hizbullah–Israel adalah ketegangan militer berkepanjangan antara kelompok bersenjata Syiah Lebanon, Hizbullah dan negara Israel.

Dikutip dari BBC, Hizbullah terbentuk pada 1980-an dengan dukungan Iran, awalnya sebagai gerakan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Lebanon selatan.

Puncak eskalasi besar terjadi pada Perang Lebanon 2006, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Lebanon (sebagian besar warga sipil) dan 160 orang di Israel.

Sejak itu, meski ada gencatan senjata, bentrok sporadis terus terjadi di perbatasan. Israel menuduh Hizbullah menimbun ribuan roket dan menjadi ancaman utama di utara.

Dikutip dari Al Jazeera, pada 2024–2025, perang Gaza-Israel memicu ketegangan baru: Hizbullah meluncurkan serangan lintas perbatasan mendukung Hamas, sementara Israel melakukan serangan udara hampir setiap hari ke Lebanon selatan.

( Andari Wulan Nugrahani)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.