BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Tangan Misrani tampak cekatan mencabut rumput di sela-sela tanaman bawang merah yang dibudidayakannya menggunakan metode mulsa plastik, Sabtu (5/7/2025).
Di bawah terik matahari siang,, ia tampak serius merawat tanaman bawang di ladang milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kayuh Baimbai, Desa Simpangempat, Kecamatan Simpangempat, Kabupaten Banjar.
“Usia bawang ini sudah sekitar tiga minggu. Alhamdulillah, pertumbuhannya cukup seragam. Kami gunakan bibit Bima Premium agar tumbuh cepat,” ujar pria berusia 49 tahun itu.
Ketua Gapoktan Kayuh Baimbai itu kini menanami bawang di atas lahan seluas 1,5 hektare.
Tak puas dengan capaian itu, Misrani kini bertekad memperluas produksi bawang merah dengan menggerakkan seluruh anggota gapoktan untuk menanam secara masif.
Upaya ini bukan hanya demi swasembada, namun juga demi menjaga stabilitas harga di tengah ancaman inflasi.
“Total ada 12 anggota yang ikut tanam. Luas garapan berbeda-beda, ada mulai satu hingga tiga hektare,” jelasnya.
Sebelumnya, di tahun 2024, Kabupaten Banjar secara keseluruhan sukses membudidayakan bawang merah di lahan 10 hektare dengan hasil panen mencapai 80 ton.
Misrani menyebut, harga bawang di Kabupaten Banjar sempat menembus Rp 60 ribu per kilogram ketika distribusi dari Jawa terganggu. Padahal idealnya harga bawang merah di antara Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu per kilogram. Atas dasar itu, suplai lokal harus diperkuat agar inflasi bisa ditekan.
“Kalau distribusi dari Jawa terganggu, maka bawang lokal inilah yang akan menjaga kestabilan harga,” lontarnya.
Pengembangan pertanian di bawah Gapoktan Kayuh Baimbai mendapat dukungan dari Bank Indonesia dan BUMN. Salah satunya berupa green house modern ukuran 5x12 meter yang diberikan pada 2023.
“Green house ini sudah smart farming, bisa disiram otomatis lewat aplikasi di HP, bisa juga atur suhu dan kelembapan,” jelas Misrani sambil menunjukkan fasilitas tersebut.
Saat ini, green house masih kosong karena bibit sedang dipindah ke tanah. Namun, rencananya akan digunakan kembali untuk pembibitan sayuran seperti cabai, tomat, terong, bunga kol, dan bawang merah.
Plt Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Banjar, Nurul Chatimah SP MP menyebut, pada Maret 2025, bawang merah menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi di daerah.
“Luas panen baru sekitar 3,4 hektare dengan produksi 138,25 kwintal. Hasil rata-rata hanya 40,66 kwintal per hektare. Ini masih kecil, tapi kita optimistis bisa meningkat,” ujar
Nurul Chatimah.
Karena itu, Nurul Chatimah, mengajak seluruh unsur masyarakat, mulai dari camat, penyuluh lapangan, Bhabinkamtibmas, Babinsa, hingga tokoh masyarakat dan perusahaan untuk bersinergi mendorong pertumbuhan sektor hortikultura lokal.
“Komoditas horti semisal bawang merah ini punya peran penting dalam menjaga stabilitas harga pangan lokal. Maka perlu optimalisasi pembudidayaannya bersama,” jelas Nurul.
Tempat Pelatihan Pertanian Swadaya Petani Muda
Sejak 2021, Gapoktan Kayuh Baimbai juga menjadi lokasi pelatihan pertanian swadaya.
Di bawah kepemimpinan Misrani, para petani lokal dilatih melalui program magang, studi tiru, hingga praktik langsung di lapangan.
“Kami tidak hanya budi daya, tapi juga membina. Petani diajarkan mulai dari sistem konvensional, semi-modern, hingga pertanian modern,” ungkap Misrani.
Salah satu contoh keberhasilan adalah Bustani (32), pemuda asal Desa Paring Tali, Kecamatan Simpangempat, Kabupaten Banjar yang kini juga sukses membudidayakan bawang merah setelah bergabung di gapoktan.
“Alhamdulillah, sebelum tanam bawang, saya sudah merasakan manisnya panen cabai merah. Tahun 2023–2024, saya dapat untung lebih dari Rp 100 juta. Uangnya saya belikan lahan karet 2,5 hektare,” cerita Bustani kepada BPost.
Tingkatkan Produksi untuk Kendalikan Inflasi
Ketua Pusat Studi Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan LPPM ULM, Dr Hj Hastin Umi Anisah SE MM menerangkan inflasi di Kalimantan Selatan (Kalsel) sering dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pokok terutama bawang merah dan cabai (BPS, 2023; BI 2023), yang termasuk dalam kelompok volatile food yaitu komoditas pangan yang harganya mudah berfluktuasi.
Oleh karena itu, untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan luar daerah dan menstabilkan harga, pengembangan budi daya bawang dan cabai di Kalsel menjadi strategi penting.
Namun, menurutnya, perlu diingat jika potensi pengembangan budi daya bawang dan cabai di Kalsel, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kondisi agroklimat yang mendukung dan permintaan pasar yang tinggi.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan di lahan kering atau sawah bekas padi (minim air). Beberapa daerah di Kalsel seperti Kabupaten Tanahlaut, Banjar, dan Tabalong memiliki iklim yang cocok (BPS Kalsel, 2023).
“Jika produksi lokal meningkat, maka ketergantungan impor berkurang sehingga harga lebih stabil dan berdampak pada inflasi terkendali,” tuturnya.
Dijelaskannya, strategi yang diterapkan meliputi intensifikasi pertanian lewat bibit unggul dan teknologi, pemanfaatan lahan tidur, serta dukungan pembiayaan seperti KUR dan subsidi alsintan. Distribusi hasil panen juga diperkuat dengan pasar lelang dan kerja sama dengan ritel modern.
Dengan program pengembangan budi daya bawang merah dan cabai, maka diharapkan dapat, menurunkan ketergantungan impor karena pasokan stabil sehingga harga lebih terkendali,
Menekan volatile food inflation (inflasi pangan bergejolak).
Jika produksi lokal meningkat, maka ketergantungan impor berkurang sehingga pasokan stabil dan berdampak terhadap harga lebih terkendali.
Sebagai contoh, saat produksi cabai di Kalsel meningkat 20 persen (2022), maka harga cabai turun 15 persen (Dinas Pertanian Kalsel). Impor bawang merah dari Jawa bisa dikurangi jika Kalsel mampu produksi 30-40 persen kebutuhan lokal.
Peningkatan produksi lokal juga berdampak terhadap deflasi harga cabai dan bawang sehingga inflasi volatile food turun (BPS, 2023).
Jika berhasil, produksi lokal akan menstabilkan harga, menekan inflasi, mengurangi biaya logistik, dan menyerap ribuan tenaga kerja.
Namun, program ini butuh waktu dan tantangan seperti hama, modal, serta infrastruktur masih harus diatasi. Pengembangan ini bukan solusi tunggal, tapi bisa jadi langkah strategis jangka panjang jika didukung penuh pemerintah daerah dan pusat.
Pengembangan budidaya bawang dan cabai di Kalsel dapat menjadi salah satu strategi jangka panjang untuk pengendalian inflasi jika didukung oleh teknologi pertanian, kebijakan fiskal, dan infrastruktur pemasaran yang baik.
Oleh karena itu dengan mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan produktivitas lokal, fluktuasi harga dapat diminimalkan sehingga inflasi volatile foo dapat lebih terkendali.
Dengan kata lain program pengembangan budi daya bawang merah dan cabai dapat membantu tekan inflasi, tetapi tidak sepenuhnya mengatasi karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk swasembada, selain itu inflasi juga dipengaruhi oleh BBM, energi, dan faktor non-pangan.
Oleh karena itu, agar berhasil, diperlukan komitmen kuat dari Pemda dan Kementan dengan anggaran, infrastruktur, memperbaiki sistem distribusi yaitu dengan mengurangi peran tengkulak, dan antisipasi risiko gagal panen dengan teknologi pertanian dan cuaca. (Banjarmasin Post/ Nurholis Huda)