Ekonomi Kuat, Rakyat Sehat
GH News July 08, 2025 10:03 AM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Undang-Undang 1945 Pasal 33 menegaskan bahwa perekonomian Indonesia disusun atas usaha bersama yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Prinsip tersebut cocok dalam konteks perkoperasian, namun dalam realitanya tidak semudah apa yang dibayangkan. 

Di tengah ancaman resesi, ketimpangan sosial, dan dominasi kapitalisme pasar bebas, koperasi muncul sebagai jalan tengah yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. 

Eksistensi koperasi bukan sekadar badan usaha biasa. Ia lahir dari semangat kebersamaan, solidaritas, dan gotong royong. Filosofi dasarnya adalah "dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota". 

Artinya, keuntungan tidak dimonopoli oleh segelintir pemodal besar, melainkan dibagi secara adil kepada seluruh anggotanya. Prinsip inilah yang membedakan koperasi dari perusahaan kapitalis yang hanya mengejar akumulasi laba.

Koperasi telah menjadi bagian integral dari sejarah perjuangan ekonomi rakyat. Meminjam istilah dari Bapak Koperasi Indonesia-Bung Hatta bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional. Melalui koperasi, rakyat kecil bisa mengakses permodalan, meningkatkan daya beli, serta memperkuat posisi tawar dalam sistem ekonomi.

Sayangnya, di era modern ini, peran koperasi kerap terpinggirkan. Banyak yang menganggap koperasi ketinggalan zaman, tidak efisien, dan kurang kompetitif dibanding lembaga usaha lainnya. Padahal, koperasi sejatinya memiliki potensi besar jika dikelola secara profesional dan adaptif terhadap perkembangan zaman. 

Lihat saja negara-negara seperti Jepang, Jerman, dan Finlandia. Di sana, koperasi menjadi motor penggerak utama ekonomi lokal, dari sektor pertanian hingga keuangan. 

Dalam konteks Indonesia, koperasi memiliki peran strategis dalam memperkuat ekonomi kerakyatan. Di pedesaan, koperasi pertanian bisa menjadi penopang utama ketahanan pangan. Petani yang tergabung dalam koperasi akan lebih kuat dalam mengakses pupuk, teknologi, dan pasar. 

Di sektor keuangan, koperasi simpan pinjam dapat menjadi alternatif lembaga keuangan formal yang selama ini sulit dijangkau masyarakat kecil. Bahkan di tengah tren digitalisasi, koperasi bisa bertransformasi menjadi koperasi digital, dengan layanan berbasis aplikasi dan transparansi berbasis blockchain.

Lebih jauh lagi, koperasi berperan besar dalam menjaga kesehatan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan distribusi hasil usaha yang adil, kesenjangan ekonomi bisa ditekan. 

Dengan prinsip partisipasi aktif, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap pembangunan. Bahkan, koperasi bisa menjadi sarana pemberdayaan perempuan dan anak muda yang kerap termarginalkan dalam sistem ekonomi formal.

Namun tentu saja, mewujudkan koperasi yang kuat dan kredibel tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah harus memberikan regulasi yang mendukung serta akses pembiayaan yang adil. 

Dunia pendidikan secara massif perlu memasukkan koperasi dalam kurikulum sebagai bagian dari pendidikan ekonomi dan kewirausahaan. Masyarakat pun harus mengubah mindset bahwa koperasi bukan hanya tempat simpan pinjam (uang) saja tapi wadah untuk bertumbuh dan berkembang bersama.

Di tengah tantangan ekonomi global, model bisnis berbasis kebersamaan seperti koperasi justru relevan dan menjanjikan. Kita butuh ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tetapi juga merata. Kita butuh sistem keuangan yang tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga memberdayakan masyarakat. 

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, pemerintah menargetkan pembentukan 80 ribu Koperasi Merah Putih. Program ini di gagas sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kini saatnya koperasi naik kelas. Bukan lagi dipandang sebagai lembaga usaha kelas dua, melainkan sebagai pilar utama ekonomi bangsa. Karena sejatinya, koperasi bukan tentang bisnis semata, ia adalah gerakan. Gerakan menuju keadilan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kedaulatan rakyat.

Jika koperasi dikelola dengan transparan, profesional, dan adaptif, maka koperasi bukan hanya menjadi solusi ekonomi, tapi juga solusi sosial. Ekonomi akan kuat karena ditopang oleh partisipasi aktif rakyat. Dan rakyat akan sehat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial dan finansial. 

***

*) Oleh : Dr. Ahmad Maulana, SE., M.AB., Dosen dan Praktisi Ekonomi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.