TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya, di selat Bali, pada Rabu malam, 2 Juli 2025, membawa duka mendalam bagi seluruh bangsa Indonesia.
Terlebih bagi masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur. Mengingat dalam kecelakaan kapal penyeberangan pelabuhan Ketapang-Gilimanuk tersebut para korban mayoritas warga Bumi Blambangan.
Dan yang lebih membuat hati pilu, sejumlah korban KMP Tunu Pratama Jaya asal Banyuwangi, tidak tercatat dalam data manifest penumpang.
Fakta tersebut kini menjadi sorotan sejumlah aktivis kabupaten paling ujung timur pulau Jawa. Salah satunya pentolan Sekretariat Bersama (Sekber) LSM Macan Putih, Ir As'ad M Nagib.
“Pertama, kami menyampaikan ikut berduka kepada semua keluarga korban atas tragedi KMP Tunu Pratama Jaya,” katanya, Selasa (8/7/2025).
Melihat perkembangan dilapangan, menurut As’ad, sebenarnya kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya, tidak perlu terjadi jika pihak pengelola pelabuhan betul-betul profesional. Benar-benar memperhatikan kondisi kapal yang layak dan tidak layak.
“Kondisi kapal, pelayanan, SDM (Sumber Daya Manusia) di kapal, harus benar-benar di awasi. Karena penyeberangan selat Bali, dari pelabuhan Ketapang ke pelabuhan Gilimanuk dan sebaliknya, sangat sibuk. Segi keselamatan harus menjadi prioritas,” bebernya.
Pemilik Depot Sate Nikmat, di Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Singotrunan, ini mengaku sangat mengapresiasi kesigapan Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani Azwar Anas, bersama jajaran dan Forkopimda. Yakni dengan langsung memberikan bantuan hingga pendampingan psikologi Trauma Healing, kepada keluarga korban.
Namun yang paling utama, masih As’ad, menyikapi tragedi KMP Tunu Pratama Jaya, Bupati Banyuwangi beserta jajaran harus marah. Yaitu marah pada pihak PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ketapang, selaku operator penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, PT Raputra Jaya, selaku pemilik kapal, Syahbandar dan para pihak terkait.
Karena sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, merupakan bentuk dan wujud kepedulian serta perlndungan terhadap masyarakat.
“Disini ada warga Banyuwangi yang menjadi korban. Ada nama-nama yang menjadi korban, meninggal, tapi tidak terdata dalam manifest. Dan ini bukan sekali ini, tapi berulang,” cetus As’ad.
“Saya yakin bupati marah, saya yakin bupati sakit hati, melihat warganya menjadi korban,” imbuhnya.
Dia menyadari bahwa otoritas pelabuhan Ketapang-Gilimanuk, bukan berada dibawah kewenangan Pemkab Banyuwangi. Namun, karena lokasi dan banyak melibatkan masyarakat Banyuwangi, maka cawe-cawe kebijakan penting dilakukan.
“Harus ada perlindungan. Jadi harapan saya, pemerintah daerah harus lebih serius untuk bicara atas nama warga Banyuwangi,” ujar As’ad M Nagib.
Seperti diketahui, KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam di selat Bali, pada Rabu malam, 2 Juli 2025. Sesuai data manifest, kapal milik PT Raputra Jaya tersebut mengangkut 53 penumpang, 12 Anak Buah Kapal (ABK) dan 22 kendaraan.
Dalam kecelakan ini, 30 orang berhasil selamat dan 10 orang ditemukan meninggal dunia. Sedang sisanya masih dalam pencarian. Termasuk sejumlah penumpang yang tidak tercatat dalam data manifest. (*)