Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengeklaim berdasarkan fakta persidangan, terbukti bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon seluler (ponsel/HP) melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.

Selain itu, sambung Hasto, terbukti pula bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel miliknya maupun ponsel Kesekretariatan PDI Perjuangan.

"Handphone dengan nomor bernama Sri Rejeki tersebut juga digunakan sekretariat untuk memerintahkan Kusnadi melakukan pembayaran saat kegiatan-kegiatan seperti wayangan," ujar Hasto saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis.

Maka dari itu, Hasto menilai bahwa surat dakwaan terkait kasusnya tidak jelas menunjukkan ponsel mana yang ditenggelamkan, kapan dan di mana lokasi penenggelaman, serta apakah objek yang ditenggelamkan berisikan materi perkara.

Baca juga: Hasto Kristiyanto maafkan siapa pun yang seret dirinya ke meja hijau

Hasto mengingatkan bahwa delik Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan delik materiel sehingga akibat dari perbuatan yang dituduhkan harus dibuktikan pada saat persidangan.

Dikatakan Hasto bahwa tuduhan pelanggaran Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor juga dilakukan dengan memperluas makna mencegah, merintangi, atau menggagalkan, diperluas maknanya secara ekstensif hingga masuk pada segala perbuatan merusak, merintangi, atau menggagalkan pada tahap penyelidikan.

"Dalam konteks hukum pidana, adanya prinsip lex scripta (hukum yang tertulis) dan lex certa (hukum yang jelas), ada juga prinsip lex praevia (undang-undang pidana tidak boleh berlaku surut atau retroaktif)," tuturnya.

Baca juga: Hasto Kristiyanto mengaku pegal-pegal tulis nota pembelaan 108 halaman

Sebelumnya, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap.

Dalam kasus tersebut, ia didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

Baca juga: Jaksa KPK tuntut Hasto Kristiyanto 7 tahun penjara

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019–2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Polisi kerahkan 1.087 personel amankan sidang Hasto di PN Jakpus

Baca juga: Jaksa KPK: Surat tuntutan terhadap Hasto setebal 1.300 halaman