Mapala Demo! Tolak Keras Seaplane dan Glamping di Gunung Rinjani
GH News July 10, 2025 05:50 PM
Mataram -

Ratusan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) menggelar aksi demonstrasi. Mereka menolak rencana pembangunan seaplane dan glamping di gunung Rinjani.

Para Mapala itu berdemo di depan kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (9/7/2025).

Mereka menolak keras rencana pembangunan proyek Seaplane dan Glamping di kawasan Danau Segara Anak, Taman Nasional Gunung Rinjani.

Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap upaya komersialisasi kawasan konservasi yang dinilai mengancam kelestarian ekosistem dan nilai spiritual Rinjani.

Massa aksi juga mendesak Balai TNGR segera menghentikan proyek yang dianggap tidak sesuai prinsip pelestarian alam dan keberlanjutan.

"Proyek ini tidak hanya merusak ekosistem yang sudah rapuh, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah menjaga kawasan ini selama berabad-abad," ungkap Koordinator aksi, Wahyu Habbibullah.

Danau Segara Anak yang menjadi lokasi pembangunan proyek ini merupakan ruang spiritual dan ekologi. Bukan sebagai landasan pesawat atau objek investasi komersial.

"Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek," imbuh Wahyu.

Wahyu juga mengatakan proyek ini terancam memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani. Sebab tidak berbasis kajian ilmiah juga partisipasi publik.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTB, Amri Nuryadin, juga turut melontarkan kritikan terhadap pengelolaan TNGR yang dilakukan negara. Ia menilai negara gagal menerapkan prinsip ekologi dalam pengelolaan TNGR.

"Negara tidak memprioritaskan prinsip ekologi dalam pengelolaan kawasan ini. Ini adalah bukti bahwa pengelolaan TNGR gagal memperhatikan aspek lingkungan yang seharusnya dilindungi," ujar Amri.

Turut hadir dalam aksi demo itu, akademisi Universitas Mataram Ahmad Junaidi. Ia menyebut proyek ini berpotensi memperparah degradasi ekosistem Rinjani yang sudah terjadi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menyetujui investasi. Terutama di kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi.

"Jika kita terus mengeksploitasi Rinjani dengan cara yang salah, kita hanya akan menambah kerusakan ekologis yang tak terbalikkan," tegas Junaidi.

Taman Nasional Gunung Rinjani Buka Suara

Kasubag Tata Usaha Balai TNGR, Teguh Rianto, menyatakan pihaknya menghargai aspirasi yang disuarakan oleh para demonstran. Menurutnya, pihak pengelola akan terus membuka ruang dialog bagi semua pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman.

"Perlindungan terhadap Gunung Rinjani adalah tanggung jawab kita semua, dan kami akan berusaha memastikan bahwa pengelolaannya memberikan manfaat jangka panjang bagi alam dan masyarakat," sambung Teguh.

Aksi ini diwarnai dengan teatrikal lingkungan yang menggambarkan kerusakan alam akibat eksploitasi pariwisata, sebagai simbol perlawanan terhadap upaya komersialisasi yang semakin mengancam kelestarian Gunung Rinjani.

Adapun enam poin tuntutan utama dari massa aksi saat berdemonstrasi di depan Balai TNGR sebagai berikut:

1. Segera hentikan dan batalkan permanen rencana pembangunan proyek SeaGlamping dan seaplane di TNGR, termasuk segala bentuk investasi pariwisata yang berpotensi merusak ekosistem, kualitas air, dan integritas kawasan inti TNGR yang sudah sangat rapuh.

2. Evaluasi dan audit total tata kelola TNGR, termasuk zonasi, pendapatan, SOP keselamatan, dan transparansi alokasi dana untuk masyarakat penyangga.

3. Lindungi Danau Segara Anak sebagai ruang spiritual dan ekologi, bukan sebagai landasan pesawat atau objek komersial.

4. Publikasikan secara penuh pendapatan dan alokasi dana yang diterima oleh TNGR dari segala bentuk kegiatan pariwisata dan pengelolaan kawasan.

5. Transparansi dan revisi zonasi TNGR dengan pendekatan ilmiah yang independen dan partisipatif, yang melibatkan masyarakat lokal, akademisi, serta aktivis lingkungan.

6. Evaluasi seluruh izin pariwisata yang dikeluarkan di kawasan TNGR, termasuk izin untuk warung, ojek, guide, porter, dan operator trekking (TO).

Massa aksi demonstrasi itu juga mendesak Kepala Balai TNGR untuk memberikan respons resmi terhadap tuntutan ini dalam waktu 1x24 jam.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.