Data, Mata Uang Baru Abad Ini
GH News July 11, 2025 11:04 AM

TIMESINDONESIA, PADANG – Di tengah arus deras transformasi digital, satu profesi menjulang sebagai primadona baru di dunia kerja: analis data. Profesi yang dulunya akrab hanya di ruang akademik kini menjelma sebagai posisi strategis yang diburu perusahaan lintas sektor. Data tidak lagi sekadar deretan angka, melainkan aset yang menjadi penentu arah dan strategi bisnis.

Laporan LinkedIn Workforce Report Indonesia 2024 menunjukkan tren peningkatan signifikan permintaan terhadap analis data di Indonesia. Perusahaan dari sektor teknologi, keuangan, kesehatan, hingga pemerintahan berlomba mencari talenta yang mampu mengolah data menjadi wawasan yang relevan.

Dalam era ketidakpastian global, data menjadi satu-satunya komoditas yang terus tumbuh, dan yang bisa membacanya, menjadi rebutan.

Ledakan data terjadi dalam skala yang mencengangkan. Lembaga riset Statista memperkirakan total volume data digital global akan mencapai 181 zettabyte pada tahun 2025 angka yang sulit dibayangkan. 

Setiap aktivitas digital, mulai dari transaksi belanja daring hingga unggahan media sosial, menyumbang serpihan data ke dalam lautan informasi yang terus mengalir tanpa henti.

“Data ibarat minyak mentah di era industri digital,” kata salah satu narasumber dari kalangan akademisi bidang data science. “Namun, nilainya hanya muncul jika diolah menjadi informasi yang bermakna. Di sinilah analis data memainkan peran kunci.”

Sektor-sektor yang paling agresif merekrut analis data mencakup layanan keuangan, e-commerce, kesehatan, dan sektor publik. Bank dan perusahaan fintech mengandalkan analitik untuk deteksi fraud dan prediksi risiko. E-commerce membutuhkannya untuk memahami perilaku konsumen dan mengatur inventaris.

Rumah sakit dan institusi kesehatan menggunakan data untuk efisiensi layanan dan deteksi dini penyakit. Pemerintah sendiri mulai menerapkan pendekatan berbasis data dalam perumusan kebijakan.

Nilai ekonomi dari profesi ini pun terus naik. Berdasarkan pantauan lowongan kerja di JobStreet dan Glints pada Juli 2025, gaji analis data pemula berada di kisaran Rp 8–12 juta per bulan.

Untuk posisi senior atau yang memiliki spesialisasi seperti machine learning, gaji bisa menembus Rp 25 juta. Di pasar global, situs Glassdoor mencatat rata-rata gaji analis data di Amerika Serikat mencapai sekitar USD 75.000 per tahun.

Namun, peluang besar ini juga disertai tantangan yang tidak kecil. Banyak pelamar gagal memenuhi ekspektasi dasar. Seorang praktisi rekrutmen dari salah satu perusahaan teknologi nasional menuturkan, "Tak sedikit kandidat yang terlihat menjanjikan di atas kertas, tapi ketika diuji pemahaman statistik atau studi kasus nyata, hasilnya tidak memenuhi harapan."

Menjadi analis data bukan hanya perkara menguasai perangkat lunak. Profesi ini menuntut kombinasi keterampilan teknis, kemampuan berpikir kritis, dan kejelian berkomunikasi.

Penguasaan SQL menjadi syarat dasar karena hampir semua data tersimpan dalam bentuk database relasional. Python atau R dibutuhkan untuk analisis statistik lanjutan dan pemrosesan data besar.

Visualisasi data melalui Tableau, Power BI, atau bahkan Google Looker Studio menjadi penting agar temuan data bisa dipahami pemangku kepentingan non-teknis.

Namun keterampilan lunak tak kalah krusial. Seorang dosen senior dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia menyebutkan, “Analis data harus bisa menyusun narasi. Ia perlu menjembatani angka dengan pengambilan keputusan. Sebab data yang hebat sekalipun akan sia-sia jika tidak dapat dijelaskan dengan baik.”

Bagi pemula, jalan untuk masuk ke bidang ini cukup terbuka. Program pelatihan bersertifikat dari Google (Google Data Analytics Certificate) dan IBM (IBM Data Analyst Professional Certificate) di platform seperti Coursera telah menjadi pintu gerbang populer.

Di tingkat nasional, pelatihan dari institusi seperti Algoritma Data Science School dan DQLab dikenal luas sebagai alternatif yang praktis dan terstruktur.

Yang membedakan kandidat bukanlah ijazah, melainkan portofolio. Banyak perusahaan kini menilai calon analis dari proyek nyata yang pernah dikerjakan, misalnya analisis data statistik BPS, prediksi tren pasar dari data Kaggle, atau dashboard interaktif untuk presentasi manajemen. Platform seperti GitHub, Medium, atau LinkedIn menjadi galeri tempat menampilkan karya.

Komunitas juga memainkan peran penting dalam pengembangan karier. Data Science Indonesia (DSI) dan Women in Data Indonesia secara rutin mengadakan webinar, diskusi, dan kompetisi data. Partisipasi dalam komunitas ini tidak hanya memperluas wawasan, tapi juga jaringan profesional yang bisa membuka peluang kerja atau kolaborasi.

Meski prospeknya cerah, profesi ini juga menghadapi tantangan baru. Salah satunya adalah kompetisi global. Semakin banyak perusahaan membuka rekrutmen untuk pekerja jarak jauh (remote), dan tidak ragu merekrut analis dari luar negeri seperti India atau Filipina. 

Selain itu, perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga mulai mengotomatisasi sebagian pekerjaan analitik, terutama tugas-tugas dasar seperti pembersihan data atau visualisasi sederhana.

Namun peran manusia tetap esensial. Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, narasumber menegaskan bahwa meski AI semakin canggih, manusia tetap diperlukan dalam tahap interpretasi, konteks bisnis, dan pengambilan keputusan strategis. “AI bisa membantu mempercepat, tapi manusia tetap menjadi penentu arah,” katanya.

Dalam dunia yang makin bising oleh klaim dan opini, data menjadi satu-satunya sumber kebenaran yang dapat diverifikasi. Namun data yang melimpah tak akan bermakna jika tak ada yang mampu membacanya. Maka, seperti kata pepatah yang jamak di kalangan praktisi: “Without data, you're just another person with an opinion.”

***

*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.