Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkapkan sepanjang tahun 2025 DKPP telah memberhentikan 22 penyelenggara pemilu karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Sebanyak 11 penyelenggara pemilu di antaranya diberhentikan dari jabatan ketua atau koordinator divisi. Selain itu, DKPP juga menjatuhkan 80 sanksi peringatan keras dan delapan sanksi peringatan keras terakhir kepada penyelenggara pemilu.
Heddy menyebut peserta pemilu ikut berperan atau mempengaruhi banyaknya penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Peserta pemilu, pada sejumlah temuan, telah melakukan berbagai cara untuk menggoyahkan integritas dan profesionalitas penyelenggara.
“Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan DKPP menunjukkan peserta pemilu melakukan berbagai cara dan masif dalam menggoyahkan integritas dan profesionalitas penyelenggara,” kata Heddy kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Heddy mengajak masyarakat menelaah secara seksama pertimbangan putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap maupun peringatan keras terakhir, dan pemberhentian dari jabatan ketua/anggota kepada penyelenggara.
Pada putusan DKPP, akan tergambar bagaimana pengaruh peserta pemilu atas pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara.
Sebagai contoh, putusan DKPP nomor: 222-PKE-DKPP/IX/2024 yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian jabatan kepada Ketua KPU Kabupaten Brebes, Manja Lestari Damanik.
Putusan DKPP nomor: 83-PKE-DKPP/V/2024, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada anggota KPU Kota Bandar Lampung, Fery Triatmojo.
Kemudian putusan nomor: 74-PKE-DKPP/II/2025, yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua KPU Kota Jayapura, Marthapina Anggai, serta dua anggotanya Ance Wally dan Benny Karubaba.
Heddy kembali menegaskan pemilu dan pilkada bukan hanya ajang atau kontestasi politik untuk memperoleh kekuasaan, melainkan prosesi sakral penyerahan mandat suara rakyat memilih pemimpin untuk lima tahun berikutnya.
“Kalau hanya dimaknai sebagai kontestasi atau ajang perebutan kekuasaan, maka peserta akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan termasuk menggoda penyelenggara pemilu,” ucapnya.