Ciena Corporation telah melakukan survei global perihal pandangan para pengambil keputusan terkait pusat data di 13 negara, termasuk Indonesia. Belum lama ini Ciena pun mengirimkan rilis yang membagikan sejumlah temuan dari survei tersebut, khususnya di Indonesia. Tema dari temuan-temuan ini adalah pemanfaatan AI (artificial intelligence) yang meningkat mendorong peningkatan kebutuhan bandwidth DCI (data center interconnect). Para temuan yang dimaksud bisa menjadi masukan bagi para operator pusat data di tanah air.
Tak hanya sejumlah temuan, Ciena membagikan pula beberapa masukan terkait temuan-temuan ini. Merupakan penyedia solusi koneksi berkecepatan tinggi global, studi yang dilakukan Ciena tentunya sejalan dengan hal tersebut. Adapun DCI, Ciena menjelaskan sebagai teknologi yang menghubungkan dua pusat data atau lebih secara bersamaan dalam jarak pendek, tengah, atau jauh dengan menggunakan koneksi packet-optical berkecepatan tinggi.
Ciena membagikan sejumlah temuan dan masukan yang dimaksud dalam rupa tanya jawab dengan Madhu Pandya (Senior Advisor, International Market Development, Ciena). Berikut ini adalah tanya jawab yang dimaksud.
1. Bisakah Anda berbagi beberapa hal penting mengenai survei ini?
Ciena melakukan survei ini untuk mencari tahu pandangan para pengambil keputusan mengenai pusat data di 13 negara, termasuk Indonesia. Kami ingin memahami bagaimana AI mengubah infrastruktur pusat data dan menyoroti tren yang relevan bagi kami, termasuk meningkatnya kebutuhan akan solusi DCI berkapasitas tinggi.
Secara global, temuan-temuan dari survei kami tersebut mencakup:
2.Apa data statistik dari Indonesia yang paling menarik?
Secara rata-rata, responden dari Indonesia berharap 49% dari pusat data mereka didedikasikan untuk AI. Angka ini lebih rendah dari rata-rata global. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar perusahaan di Indonesia masih berada pada tahap awal perjalanan transformasi digital mereka. Jadi, pusat data kemungkinan untuk beban kerja cloud tradisional juga, belum hanya didedikasikan untuk AI.
Namun, 73% responden percaya bahwa aplikasi AI akan mendorong setidaknya enam kali lipat peningkatan bandwidth pada jaringan DCI selama 5 tahun ke depan. Dengan kata lain, peluang AI di Indonesia adalah besar.
Data terakhir kami menunjukkan 83% berencana untuk menggunakan MOFN (Managed Optical Fiber Network) yang dijalankan oleh penyedia layanan komunikasi untuk menginterkoneksikan pusat data yang terdistribusi. MOFN adalah kategori layanan dari penyedia layanan untuk merancang, membangun, dan mengelola jaringan sesuai dengan kebutuhan teknis hyperscaler.
Berdasarkan data tersebut, para ahli pusat data di Indonesia percaya akan peluang MOFN, terutama dengan tingkat penetrasi internet yang lebih rendah dan pertumbuhan pengguna seluler yang terus meningkat—menunjukkan adanya ruang yang cukup besar untuk pengembangan serat optik. Lokasi Indonesia yang strategis dan ekonomi digital yang berkembang pesat pun membuat Indonesia menjadi penghubung yang menarik bagi para hyperscaler, operator pusat data, dan teknologi yang berkaitan.
3. Bagaimana beban kerja AI membentuk kembali industri pusat data di Indonesia?
Beban kerja AI mengubah permainan pusat data di Indonesia. Saat ini, sebagian besar pusat data difokuskan untuk menampung aplikasi perusahaan dan layanan cloud tradisional. Namun, hal tersebut tidak lagi cukup. Dengan berkembangnya AI dan ML (machine learning), operator pusat data di Indonesia ingin mengelola beban kerja yang lebih intensif. Hal ini memberikan beban yang besar pada kemampuan proses, penyimpanan, dan bandwidth.
Dengan kebijakan publik yang mendukung, Indonesia berada dalam pertumbuhan yang pesat dalam hal pengembangan pusat data. Permintaan yang terus meningkat ini membentuk kembali desain dan operasional pusat data. Sebanyak 55% responden Indonesia menyatakan bahwa mereka akan mendedikasikan 25% hingga 50% dari kapasitas pusat data mereka untuk beban kerja AI, sedangkan 10% responden Indonesia berencana untuk mendedikasikan lebih dari 75% dari pusat data mereka untuk beban kerja AI. Angka ini merupakan yang tertinggi kedua di dunia, setelah India.
Kami juga melihat adanya peralihan dari model statis dan terpusat menuju arsitektur yang lebih tersebar dan fleksibel, terlebih dengan rencana pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara. Sebagai tambahan, menempatkan sumber daya komputasi lebih dekat dengan pengguna akhir adalah strategi utama untuk meminimalkan latensi dan memastikan jaringan yang lebih cepat.
4. Bagaimana dan mengapa AI menjadi pendorong permintaan bandwidth sekaligus bagian penting dalam membangun jaringan berkelanjutan untuk mendukung penggunaan AI?
Pelatihan LLM (large language model)), proses inference, dan feedback loop akan menghasilkan pergerakan data yang terus-menerus antara kluster komputasi. Hal ini menciptakan kebutuhan jaringan yang jauh lebih intens dibandingkan beban kerja cloud tradisional, yang umumnya bersifat transaksional atau berbasis batch.
Lalu lintas data AI juga sangat berbeda dari beban kerja tradisional. AI membutuhkan jaringan yang fleksibel dan dinamis, bahkan sering kali harus menangani lonjakan data besar dengan latensi rendah. Sebagai contoh, sistem AI mungkin dibutuhkan untuk secara otomatis mengubah lampu lalu lintas dari merah ke hijau atau menganalisis video buat keperluan keamanan secara real-time, keduanya memerlukan jaringan dengan jaminan kualitas layanan yang tinggi. Kebutuhan jaringan seperti ini memerlukan fleksibilitas untuk mengatur bandwidth secara dinamis.
AI bisa dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk meningkatkan kinerja jaringan dan menciptakan efisiensi, antara lain:
5.Bagaimana operator pusat data di Indonesia bisa mempersiapkan infrastruktur mereka agar tetap relevan menghadapi lonjakan data yang dipicu oleh AI pada masa depan?
Agar bisa mengikuti pesatnya adopsi AI di Indonesia, operator pusat data perlu membangun infrastruktur yang memiliki skalabilitas yang baik, efisien, dan berkelanjutan. Seiring dengan beban kerja AI yang memerlukan lebih banyak daya dan bandwidth, kemampuan untuk melakukan penskalaan dengan cepat sambil tetap mengendalikan biaya menjadi sangat penting. Faktanya, 50,5% pakar pusat data menyebutkan ketersediaan daya, skalabilitas, dan efisiensi biaya sebagai prioritas utama.
Selanjutnya, AI tidak hanya membutuhkan daya komputasi, tetapi juga konektivitas yang kuat dan bisa ditingkatkan. Sejalan dengan ini, 49,5% responden memperkirakan peningkatan kapasitas data sebesar enam hingga sepuluh kali lipat dalam 5 tahun ke depan. Lonjakan permintaan bandwidth ini menandakan pergeseran dari sistem terpusat dan menekankan pentingnya infrastruktur yang siap untuk edge computing serta koneksi regional yang lebih kuat, termasuk ekspansi kabel bawah laut.
Keberlanjutan menjadi faktor penting lainnya. Dengan terus meningkatnya lalu lintas data, 99% pakar menyadari pentingnya teknologi seperti pluggable optics dalam mengurangi konsumsi energi dan menghemat ruang. Menyeimbangkan antara performa dan efisiensi energi akan menjadi kunci agar tetap kompetitif pada era AI.
Dengan menggabungkan skalabilitas yang cerdas, jaringan yang gesit, dan solusi berkelanjutan, operator pusat data di Indonesia bisa membangun infrastruktur yang siap untuk masa depan dan mampu mengikuti laju pertumbuhan AI yang sangat cepat.