Grid.ID - Sebanyak 29 siswa mundur dari Sekolah Rakyat dan kembali ke sekolah reguler. Terungkap alasan di baliknya.
Sekolah Rakyat telah dibangun dengan fasilitas terbaik di beberapa daerah. Di antaranya ada Sekolah Rakyat Menengah 19 Sonosewu dan Sekolah Rakyat Menengah 20 Purwomartani.
Kedua sekolah tersebut berada di DI Yogyakarta. Namun yang disayangkan terdapat 29 siswa yang mundur.
Dua sekolah rakyat tersebut justru kehilangan beberapa siswanya dengan berbagai macam alasan. Hal itu terjadi pada Senin (14/7/2025).
Dilansir dari Tribun Jatim, SR Menengah 19 Sonosewu memiliki 200 siswa dengan 10 rombongan belajar (rombel). Setiap rombongan belajar akan terdiri dari 20 siswa.
Sementara SR Menengah 20 Purwomartani terdapat 75 siswa dengan tiga rombel. Setiap rombel akan terdiri dari 25 siswa.
Berbagai fasilitas penunjang pun akan didapatkan oleh para siswa. Termasuk asrama, makanan tiga kali sehari, seragam, sepatu, dan peralatan belajar seperti laptop dan tablet. Sarana dan prasarana berupa gedung dan laboratorium pun telah lengkap disediakan.
Namun meskipun akan mendapat fasilitas lengkap dengan tarif yang nyaris gratis itu ternyata tak menurunkan keinginan para siswa untuk mundur. Kini sebanyak 29 siswa telah mundur dari sekolah rakyat.
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih akhirnya mengungkap alasan utama pengunduran siswa. Banyak dari mereka yang masih ingin berada di sekolah reguler.
"Pertama ada 26, lalu menyusul 3. Total 29 di dua SR," ujarnya.
Alasan lain dari mundurnya para siswa di sekolah rakyat adalah karena keinginan untuk menimba ilmu di sekolah yang sama dengan teman sebayanya. Kemudian alasan selanjutnya adalah mengenai kebebasan jam main yang dianggap terbatas.
"Masih kepengen di sekolah umum, kedua alasannya saya nggak bisa main nanti. Alasannya, saya nggak bisa main dengan teman-teman, nah ini perlu masyarakat diedukasi memang," tambahnya.
Fenomena 29 siswa mundur dari sekolah rakyat tersebut pun turut dipengaruhi oleh keputusan para orangtua siswa. Proses adaptasi terhadap lingkungan baru menjadi tantangan utama yang tidak bisa dianggap sepele.
"Jadi semangat orang tua ada, semangat anak harus ada untuk sekolah. Karena kalau nggak, nanti mereka boarding school, orang tuanya yang tidak berkenan, atau anaknya yang tidak mau, nah ini menjadi masalah nanti," ujar Endang, dikutip dari Kompas.com.