Jakarta (ANTARA) - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan bahwa pengambilalihan tanah terlantar oleh pemerintah menganut prinsip keadilan agraria dan tidak dilakukan sepihak.

Pernyataan ini disampaikan merespons wacana distribusi lahan tak produktif ke dalam program reforma agraria, sebagaimana sebelumnya disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

"Jadi, semangat pemerintah yang pertama adalah supaya tidak ada lahan-lahan yang terlantar," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Menurut Hasan, lahan yang terlantar dalam kurun waktu tertentu kerap memicu konflik agraria, karena ada peluang diduduki orang lain tanpa dasar hukum yang jelas.

Sementara, langkah pemerintah mengambil alih lahan itu didasari atas hukum yang jelas, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, yang telah resmi berlaku sejak diundangkan pada Februari 2021.

Kebijakan tersebut berlaku terhadap seluruh bentuk hak atas tanah, mulai dari Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai, hingga hak milik.

"Tapi, pemerintah tidak akan serta-merta melakukan seperti itu karena ada masa tunggunya, sekian tahun, ada peringatannya, tiga kali peringatan supaya lahan itu tidak ditelantarkan," ujarnya.

Selain itu, Hasan juga menyebut bahwa kebijakan ini dilandasi semangat keadilan. Pemerintah ingin memastikan agar tidak ada kapital besar yang menguasai lahan melebihi haknya.

“Misalnya, dia dapat hak untuk mengelola 100 ribu hektare. Tapi dia mengelola 150 ribu hektare, dan sisanya itu tentu akan harus dikembalikan kepada negara. Ini untuk keadilan," ujarnya.

Hasan memastikan bahwa tujuan utama pemerintah bukanlah mengambil lahan dari pemilik sah, melainkan mendorong agar tanah yang dimiliki dimanfaatkan secara produktif sesuai peruntukannya.

“Jadi, semangatnya itu bukan semangat mengambil, semangatnya itu adalah mendorong orang yang memiliki lahan, supaya menjadikan lahannya produktif atau digunakan supaya nanti tidak dihidupi orang,” katanya.

Reforma agraria adalah kebijakan pemerintah untuk mendistribusikan kembali tanah kepada masyarakat, terutama kelompok yang tidak memiliki atau kekurangan lahan.

Pemerintah melalui Menteri Nusron Wahid mengumumkan rencana penertiban terhadap lahan bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut.

Dalam kebijakan ini, tanah yang tidak digunakan untuk kegiatan ekonomi atau pembangunan akan dikenai sanksi administratif berupa surat peringatan dari pemerintah.

Kebijakan ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan mencegah terbentuknya lahan terlantar yang berpotensi memicu konflik agraria.

Langkah tersebut disampaikan Nusron dalam Forum Nasional di Jakarta pada Minggu (13/7).