Jakarta (ANTARA) - Kualitas udara Kota Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif pada Kamis ini dan menduduki peringkat keempat yang terburuk se-Indonesia, demikian seperti dinyatakan dalam laman IQAir dengan pembaruan pada pukul 06.00 WIB.

IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 126 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 45,5 mikrogram per meter kubik atau 9,1 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.

Rekomendasi kesehatan terkait kualitas udara saat ini, yakni kelompok sensitif sebaiknya menghindari beraktivitas di luar ruangan, mengenakan masker saat berada di luar, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara.

Adapun kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan keempat sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 162; Tangerang, Banten (137), dan Bekasi, Jawa Barat (136).

Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mendorong kerja sama konkret dengan daerah-daerah penyangga untuk bersama-sama menurunkan emisi, khususnya dari sektor industri yang aktivitasnya turut mempengaruhi udara di Jakarta.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyampaikan penurunan kualitas udara di Jakarta tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas di dalam wilayah saja, tetapi juga oleh kondisi meteorologi dan kontribusi dari daerah-daerah aglomerasi di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.

Adapun berdasarkan inventarisasi emisi yang telah dilakukan, diketahui sektor transportasi dan industri masih menjadi dua sumber utama pencemar udara di Jakarta.

Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta saat ini fokus pada pengendalian emisi dari dua sektor tersebut melalui sejumlah langkah antara lain memasyarakatkan penggunaan transportasi umum massal dan mewajibkan uji emisi kendaraan bermotor disertai penegakan hukum terutama untuk kendaraan berat.

Upaya lainnya yakni pengawasan ketat terhadap industri seperti melakukan pengukuran emisi menerus pada industri yang berpotensi melakukan pencemaran.

Selain itu, upaya penghijauan, pengendalian pembakaran sampah, serta penjajakan penerapan Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T) juga terus digalakkan untuk memperbaiki kualitas udara secara berkelanjutan.

Asep menambahkan, perubahan perilaku masyarakat dalam hal mobilitas, seperti lebih memilih berjalan kaki, bersepeda, atau naik transportasi umum, juga merupakan bagian penting dari solusi jangka panjang.