Jakarta (ANTARA) - Setiap tahun, jutaan haji dari seluruh dunia memenuhi panggilan spiritual ke Tanah Suci, namun di antara mereka terdapat kelompok rentan, seperti lansia dan disabilitas yang menghadapi tantangan fisik berat, terutama saat wukuf di Arafah, puncak ibadah haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji seseorang.

Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang tidak bisa digantikan, namun syariat Islam juga mengajarkan prinsip la haraj, maknanya, tidak ada kesulitan dalam agama, seperti disebutkan dalam Al Quran Surah Al-Hajj: 78. Jamaah yang sakit atau lemah fisik diberi keringanan.

Safari wukuf, yaitu opsi wukuf dengan fasilitas mobil atau tenda khusus bagi jamaah yang tidak mampu secara fisik, menjadi solusi kritis, namun praktik ini seringkali terbentur dengan kepentingan bisnis penyelenggara haji yang lebih mengutamakan efisiensi logistik dan keuntungan ekonomi.

Dalam perspektif maqasid al-syariah atau tujuan-tujuan syariah dan prinsip kemanusiaan, safari wukuf seharusnya tidak diperdebatkan. Nyawa dan keselamatan jamaah harus menjadi prioritas utama, melebihi pertimbangan ekonomi.

Kita akan coba lihat urgensi safari wukuf bagi jamaah lansia dan disabilitas melalui pendekatan keseimbangan humanis-ekonomi dalam hukum Islam.

Inovasi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menekankan aspek humanitas, bukan sekadar dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan teknis, ekonomi, atau politik. Melalui konsep ini, jamaah haji diajak untuk lebih menghayati makna spiritual wukuf di Arafah sebagai momen puncak haji yang sarat dengan nilai ketundukan, kesetaraan, dan refleksi diri, dengan mengurangi kesibukan logistik yang kerap mengganggu kekhusyukan ibadah.

Safari Wukuf memastikan setiap jamaah memiliki ruang dan waktu yang memadai untuk merenung, berdoa, dan merasakan persaudaraan universal di tengah lautan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa haji sejatinya adalah perjalanan hati, bukan hanya ritual yang terjebak dalam formalitas dan transaksi ekonomi.

Pelaksanaan Haji 1446 H / 2025 M memperlihatkan langkah progresif menuju layanan ibadah yang inklusif. Salah satu inovasi paling menonjol adalah program Safari Wukuf, dirancang khusus oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi untuk memfasilitasi jamaah lansia, penyandang disabilitas, dan jamaah dengan risiko medis tinggi yang tidak mampu menghadiri wukuf secara konvensional bersama rombongan reguler.

Ada sekitar 477 haji kategori lansia, disabilitas, dan risiko tinggi yang mengikuti layanan ini, dengan pendampingan petugas khusus dan tim medis dari pagi hingga purna-wukuf di Arafah. Safari Wukuf memberikan akses konkret agar setiap Muslim memiliki hak sama menunaikan ibadah haji secara sah dan bermartabat, tanpa kendala kesehatan atau usia lanjut.

Safari Wukuf bukan hanya solusi teknis, melainkan cerminan komitmen pemerintah terhadap keadilan spiritual. Jamaah haji peserta Safari Wukuf diberangkatkan dari hotel transit ke Arafah menggunakan bus khusus ber-AC ramah disabilitas, didampingi lebih dari seratus petugas pendamping dan tim medis, serta dibantu oleh pembimbing ibadah di lokasi wukuf khusus.

Program ini gratis bagi mereka yang memenuhi kriteria lansia tidak mandiri, pengguna kursi roda, atau yang baru pulih dari perawatan medis di RS Saudi.

Program ini bukan hanya merupakan bentuk keberpihakan terhadap kelompok rentan, tapi juga menjadi praktik baik yang patut dipertahankan dan dikembangkan ke depannya. Program ini juga merupakan program unggulan pelaksanaan haji yang hanya diselenggarakan oleh Indonesia.

Untuk itu, perlu keterlibatan aktif seluruh satuan tugas Safari Wukuf dalam pendataan jamaah disabilitas, interaksi lapangan, dan upaya membangun pemahaman inklusif di antara jamaah lainnya, termasuk komunikasi sederhana, seperti menulis kepada jamaah tuli, ketika petugas belum memahami bahasa isyarat.

Program Safari Wukuf adalah simbol perjalanan spiritual inklusif menuju ibadah haji yang menghormati keragaman kondisi fisik dan usia jamaah. Dengan layanan transportasi dan pendampingan gratis, penerapan standar kenyamanan dan keamanan, serta keterlibatan beberapa lembaga, seperti Komisi Nasional Disabilitas (KND) dan Kemenag dalam evaluasi serta pengembangan layanan. Program ini memperlihatkan bahwa haji bukan monopoli fisik kuat saja, melainkan hak universal umat Muslim Indonesia.

Harapannya, ke depan, Safari Wukuf terus dikembangkan dan dijadikan model standar layanan inklusif dalam operasional haji Indonesia, agar setiap calon jamaah, tanpa terkecuali, dapat memenuhi rukun Islam kelima dengan penuh berkah, aman, nyaman, dan bermartabat.

Di tengah kuatnya tarikan kepentingan politik dan bisnis haji global, Safari Wukuf hadir sebagai penyeimbang yang mengingatkan semua pihak bahwa esensi haji adalah pelayanan kepada manusia dan penghambaan kepada Tuhan.

Program ini menggeser paradigma dari haji yang serba terburu-buru dan mekanistik menuju haji yang penuh makna, di mana setiap anggota jamaah merasa dihargai dan dibimbing secara rohani.

Dengan demikian, Safari Wukuf bukan hanya memudahkan akses fisik jamaah, tetapi juga membuka pintu hati untuk mengalami transformasi spiritual, sesuatu yang sering terlupakan dalam gegap gempitanya pelaksanaan haji modern.

*) Roosita MD, Satgas Safari Wukuf Haji 2025, Kepala Pusat Studi Center of Human and Economic Development Jakarta