Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan pemberian persetujuan impor (PI) gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) merupakan bentuk ketidakcermatan Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).

Hakim anggota Alfis Setyawan berpendapat impor gula dalam bentuk GKM tidak tepat dilaksanakan di tengah kondisi ketersediaan gula yang tidak mencukupi dan harga gula yang tinggi sejak awal tahun 2016.

"Impor seharusnya dilakukan tidak hanya melihat sisi manfaat pabrik gula tetapi juga memperhatikan masyarakat sebagai konsumen akhir, termasuk memperhatikan manfaatnya bagi petani tebu," ucap Hakim saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.

Hakim menjelaskan gula merupakan salah satu kebutuhan pokok, sehingga merujuk ketentuan Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2014, gula yang diimpor seharusnya berjenis GKP agar bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.

Sementara itu, disebutkan bahwa GKM bukan termasuk barang kebutuhan pokok, tetapi merupakan bahan baku untuk memproduksi bahan kebutuhan pokok.

"Artinya pemberian persetujuan impor GKM untuk menjadi GKP dalam rangka penugasan operasi pasar kepada PT PPI merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan," tutur Hakim.

Dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016, Tom Lembong divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.

Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Dengan demikian, perbuatan Tom Lembong telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 7 tahun. Namun pidana denda yang dijatuhkan tetap sama dengan tuntutan, yaitu Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.