Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan keprihatinannya atas praktik keserakahan atau "serakahnomics" dalam pengelolaan kekayaan negara yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat hingga mengancam konstitusi.

Dalam pidatonya di penutupan Kongres PSI 2025, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (20/7) malam, Kepala Negara menyinggung fenomena baru dalam dunia ekonomi yang ia sebut sebagai mazhab serakahnomics, yakni perilaku rakus yang tak lagi mengindahkan moral, hukum, maupun kepentingan bangsa.

"Serakahnomics ini sudah lewat, nggak ada di buku, nggak ada di universitas ekonomi kayak begini. Ini ilmu serakah," katanya.

Ia menyatakan bahwa dirinya dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming telah disumpah untuk menjalankan Undang-undang Dasar 1945 serta menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Saya hanya minta kekuatan dari Yang Maha Kuasa, berilah saya keberanian untuk menegakkan Undang-undang Dasar 1945,” ujarnya.

Menurut Presiden, meski Indonesia memiliki kekayaan luar biasa, tapi masih banyak pihak yang bertindak seperti "maling" dan tidak jera meski telah diberi peringatan berulang kali.

Ia menyebut para pelaku tersebut tidak lagi bertindak rasional, melainkan didorong oleh keserakahan akut.

Jelang akhir pidatonya, Presiden menyebut kerugian materi yang dialami oleh bangsa Indonesia akibat praktik kejahatan ekonomi berkisar Rp100 triliun setiap tahun.

"Rp100 triliun tiap tahun berarti 5 tahun Rp1.000 triliun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa," katanya.

Presiden pun memberi sinyal akan adanya langkah tegas dari pemerintah terhadap praktik ekonomi yang merugikan rakyat dan melanggar hukum.

“Tunggu tanggal mainnya,” katanya.