Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto mengingatkan jajaran ketua umum partai politik dan politikus-politikus tentang arti politik yang substantif, yaitu kehendak untuk memperbaiki kehidupan rakyat.

Dalam acara kongres partai di Surakarta, Jawa Tengah, Ahad (20/7) malam, Presiden Prabowo pun mengajak seluruh politikus untuk merenungkan kembali makna substantif politik, dan tidak terjebak pada arti politik yang normatif.

"Jadi, saudara-saudara yang berpolitik, boleh memilih definisi yang normatif, formal, tetapi seharusnya harus didorong oleh pengertian politik yang lebih substantif, lebih berisi, yaitu dorongan, kehendak memperbaiki kehidupan rakyat. Itu arti politik yang sebenarnya," kata Prabowo di hadapan ketua umum partai politik dan jajaran politikus dari berbagai partai di Surakarta, Jawa Tengah, Ahad.

Prabowo kemudian menjelaskan arti politik yang normatif itu hanya sebatas sistem yang membagi-bagi kekuasaan, sistem yang mengatur pemerintahan. Menurut Prabowo, pemahaman politik semacam itu dangkal, dan tidak menyentuh substansi politik, dan tujuan sesungguhnya dari berpolitik yaitu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga mengingatkan peran penting yang diemban oleh para ketua umum dan petinggi partai politik untuk kemajuan bangsa.

"Yang pegang kekuasaan, ya, ketua-ketua partai itu, (menjadi) ketua partai itu berat loh ya, berdarah-darah jadi ketua umum partai, benar, ya? Enggak usah ketua umum, ya, ketua biasa, sekjen (sekretaris jenderal, red.), wakil sekjen, ketua DPW, ketua DPD, ketua DPC itu berdarah-darah, capek, bener ya, belum yang hutangnya banyak lagi itu. Kalau partai politik kumpul, banyak senyum, tetapi kadang-kadang senyumnya itu dipaksa karena mikir masih banyak utang yang harus dibayar, udah capek utang banyak, nggak menang, dimaki-maki, ya kan," kata Presiden Prabowo sambil berkelakar.

Dalam acara yang sama, Presiden juga membahas soal pentingnya menjaga persatuan dalam berdemokrasi. Prabowo menyebut semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika harus selalu menjadi pedoman.

"Kita Bhinneka Tunggal Ika. Kita beberapa berbeda, tetapi kita bersatu dalam cinta tanah air. Kita kompetisi baik, boleh dan harus, kompetisi kita bersatu mengabdi kepada bangsa dan rakyat Indonesia," ujar Presiden.

Presiden kemudian menyebut demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia bukan demokrasi yang "gontok-gontokan", melainkan demokrasi yang "mikul dhuwur mendem jero".

Mikul dhuwur mendem jero merupakan pepatah dalam Bahasa Jawa yang secara sederhana diartikan sebagai memuliakan para pendahulu, dan mengubur dalam-dalam kesalahan atau kekurangan mereka.

"Demokrasi Indonesia yang sebenarnya bukan demokrasi gontok-gontokan, bukan demokrasi caci maki, bukan demokrasi mencari-cari kesalahan, mencari-cari kelemahan, kita mikul dhuwur mendem jero. Saudara-saudara, itu demokrasi Indonesia," kata Presiden Prabowo.*