Sekolah Swasta Babak Belur Hadapi Kebijakan Baru Dedi Mulyadi, Semua Kelas Tampak Lengang dan Hampa
Mujib Anwar July 23, 2025 03:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Ruang kelas-kelas di sekolah swasta yang ada di Jawa Barat tampak kosong dan lengang karena tak adanya murid.

Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ternyata membuat dampak besar terhadap sekolah swasta.

Tahun ajaran baru SPMB 2025 ini semakin membuat sekolah swasta di Depok Jawa Barat misalnya, makin terpuruk.

Minimnya jumlah pendaftar ini disebut sebagai imbas dari kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menambah kapasitas rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri menjadi 50 murid per kelas.

Kebijakan tersebut merupakan gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengubah kuota peserta didik dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA negeri, dari sebelumnya 36–40 murid per kelas menjadi 50 murid.

“Ya bisa dibilang sih (kena imbas). Kalau di internal itu kami enggak ada bedanya (buat jadi penyebab murid menurun), jadi mungkin ya efeknya dari eksternalnya,” kata perwakilan SMA Muhammadiyah 1 Depok, Fikria Arsyad, saat ditemui wartawan di lokasi, Selasa (22/7/2025).

Fikria menjelaskan, secara internal pihak sekolah telah rutin melakukan promosi untuk menjaring siswa baru. Namun, peningkatan kapasitas rombel di sekolah negeri dinilai cukup berdampak.

“Jadi dari tahun ke tahun sama aja, kayak buat promosi, entah itu dari pamflet atau brosur segala macam,” ujarnya.

“Kami itu sama saja dari tahun ke tahun, cuma untuk (sekarang) mungkin ya dari regulasi penerimaan di SPMB SMA sekolah negerinya,” tambah Fikria.

Ia menuturkan, biasanya sekolah tersebut mampu menampung sekitar 20–24 murid di setiap tahun ajaran baru.

Sementara itu, untuk kelas 11 dan 12 saat ini jumlah siswanya berkisar 27–29 orang per rombel.

“Dari tahun ke tahun sih pasti 20-an murid tuh ada. Satu rombel itu pasti kalau untuk SMA,” terang dia.

Tahun ini, sekolah tersebut sempat menerima lima calon siswa baru.

Namun, satu di antaranya tidak kembali sejak hari pertama sekolah pada Senin (14/7/2025) dan belum dapat dihubungi.

Karena itu, SMA Muhammadiyah 1 Depok masih membuka pendaftaran untuk siswa baru tahun ajaran 2025/2026.

“Jadi kalau SMA Muhammadiyah 1 punya ciri khas, untuk di kelas 10-nya biasanya ya mereka tuh masuk di akhir-akhir atau di dekat pertengahan semester, itu baru pada masuk,” ujar Fikria.

SMA Muhammadiyah 1 Depok hanya mampu menjaring empat murid baru untuk tahun ajaran 2025/2026.

Situasi itu terlihat pada Selasa (22/7/2025), di sekolah yang berlokasi di Jalan Raya Sawangan, Pancoran Mas, Kota Depok.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, ruang kelas X yang berada di lantai dasar, tepatnya di sisi kiri dari gerbang masuk, tampak sepi.

Hanya ada empat siswi yang duduk di bangku bagian depan. Mereka mengenakan seragam putih abu-abu dan tampak mengikuti kegiatan belajar seperti biasa.

Sebanyak lima meja panjang lainnya, dengan kapasitas sekitar 20 kursi, terlihat kosong. Suasana kelas pun terasa lengang dan hampa.

Saat bel istirahat berbunyi, keempat murid memilih tetap berada di dalam kelas sambil berbincang santai sambil menikmati jajanan yang telah mereka beli.

Fikria Irsyad, mengatakan jumlah murid baru tahun ini menurun drastis, padahal daya tampung sekolah mencapai 20–24 murid per rombongan belajar (rombel).

“Dari tahun ke tahun sih pasti 20-an murid tuh ada. Satu rombel itu pasti kalau untuk SMA,” ujar Fikria kepada wartawan di lokasi.

Ia menyebutkan, jumlah murid di kelas 11 dan 12 biasanya bisa mencapai 27 hingga 29 orang.

Fikria menjelaskan, pada awalnya sekolah menerima lima pendaftar untuk tahun ajaran baru.

 Namun, satu murid tidak hadir sejak hari pertama sekolah pada Senin (14/7/2025).

“Kalau by data ada lima pendaftar, cuma yang datang sampai sekarang (ke sekolah) itu cuma empat murid,” ujarnya.

Permintaan Kepala Sekolah

Wakil Kepala SMA Muhammadiyah 1 Depok Muhammad Zakaria juga menilai, kebijakan rombel 50 siswa di sekolah negeri menjadi penyebab utama berkurangnya murid di sekolah swasta.

“Mohon maaf Kang Dedi selaku Gubernur Jawa Barat, kebijakan bapak di sekolah negeri satu rombel 50 siswa menyebabkan seluruh sekolah swasta yang ada di Jawa Barat, terutama kami, mengalami pengurangan murid,” kata Zakaria.

Minta kebijakan dikaji ulang

Zakaria berharap, kebijakan tersebut dapat dikaji ulang dengan melibatkan sekolah swasta sebelum ditetapkan secara final.

“(Kebijakannya) di negeri dulu, ya sudah (mungkin) karena swasta mahal, enggak mampu, artinya jarak deket (tapi) enggak bisa sekolah karena kuota terbatas,” ujarnya.

“(Jadi harapannya) sehingga anak-anak bisa sekolah di negeri. Tapi tolong diperhatikan di sekolah swasta juga,” tambahnya.

Fikria pun berharap adanya solusi konkret dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengatasi dampak kebijakan tersebut terhadap sekolah swasta.

“Harapan saya sih intinya ada solusi atau solutif, bahkan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai SPMB tahun ini, karena imbasnya terdampak di swasta,” ujar Fikria.

Meski demikian, pihak sekolah tetap membuka pendaftaran murid baru, meski tahun ajaran sudah berjalan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.