BANGKAPOS.COM, BANGKA – Duka mendalam masih menyelimuti keluarga besar ZH, bocah laki-laki berusia 10 tahun yang diduga menjadi korban perundungan di Toboali, Bangka Selatan.
Sang ibu terlihat enggan memberikan keterangan saat ditemui di Polres Bangka Selatan, Senin (28/7/2025), tempat ia hadir untuk memberikan keterangan kepada penyidik Unit PPA Satreskrim terkait kasus yang menimpa anaknya.
ZH diketahui sebagai anak kelima dari enam bersaudara dan memiliki kedekatan erat dengan seluruh anggota keluarga besarnya.
Hal ini disampaikan oleh Doni, paman korban, yang turut mendampingi sang ibu dalam pemeriksaan.
“Dia itu dekat semua dengan kami (keluarga besar-red). Makanya kemarin pas ngelayat itu ramai. Ibaratnya, dia itu keponakan yang paling kami sayang,” ujar Doni kepada Bangkapos.com.
Doni juga menggambarkan ZH sebagai sosok yang pendiam, yang sebagian besar waktunya diisi dengan belajar, bersekolah, dan bermain handphone.
“Paling di rumah main-main HP. Jarang berkumpul-kumpul, bergerombol ramai, paling dia berkanti dengan satu dua orang,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa keponakannya bukanlah anak yang nakal. Justru, sifat pendiamnya itulah yang mungkin menjadikannya sasaran. “Kalau dia nakal mungkin pasti ikut rombongan nakal,” sambungnya.
Kepergian keponakan yang sangat disayangi ini mendorong Doni untuk bertekad mencari keadilan dan secara resmi melaporkan dugaan perundungan ini ke Polres Bangka Selatan.
Lebih lanjut, Doni dengan tegas membantah tuduhan yang menyebutkan bahwa korban sering mengonsumsi mie instan dan makanan pedas sehingga menyebabkan infeksi usus dan pembengkakan lambung sebagai penyebab kematian.
Ia mempertanyakan seberapa kuat pengaruh makanan tersebut pada anak seusia 10 tahun.
“Segimana sih anak 10 tahun bisa makan pedes. Segimana sih makanan pedas itu berpengaruhnya,” ujarnya.
Mengenai konsumsi mie instan, Doni juga menyatakan belum ada laporan penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa mie instan bisa merusak lambung.
“Kalau memang terbukti, udah lama itu ditutup pabrik mie. Harus dibuktikan dulu statement itu, karena makan mie, usus anak 10 tahun bisa hancur. Kalau tidak terbukti secara ilmiah kan obrolan kosong, cuma duga menduga,” tegasnya.
Doni mengungkapkan, dari hasil rontgen yang dilakukan dan ditunjukkan oleh pihak dokter rumah sakit, terjadi memar di perut korban.
“Di rontgen perut, udah terjadi memar di dalam, ususnya udah parah dan dioperasi. Itu konfirmasi dari dokternya,” jelasnya.
Keluarga Berharap Penanganan Kasus Transparan
Pihak keluarga sangat berharap agar kasus dugaan perundungan anak ini bisa diselesaikan secara terang dan terbuka.
“Kami berharap, pihak kepolisian bisa mengkonfrontasi kepala sekolah, guru, pelaku (diduga-red), dinas pendidikan dengan kami keluarga korban biar semuanya terang terbuka. Jangan sampai sebelah sana statement seperti ini, sebelah sini statement seperti ini, enggak nyambung nanti,” imbuhnya.
Keluarga Resmi Lapor Polisi, Desak Kepala Sekolah Bertanggung Jawab
Kasus meninggalnya ZA (10), siswa SDN 22 Toboali yang diduga menjadi korban perundungan, kini telah masuk ranah hukum. Paman korban, Doni, secara resmi telah membuat laporan ke Polres Bangka Selatan pada Senin (28/7/2025) sore di kantor SPKT.
Ia menunjukkan Surat Tanda Penerimaan Laporan kepada Bangkapos.com sebagai bukti keseriusan keluarga dalam mencari keadilan.
"Kedatangan saya ke Polres untuk melaporkan secara resmi tindakan bullying yang diterima oleh almarhum keponakan saya ke Polres Bangka Selatan," ungkap Doni.
Pihak keluarga, melalui Doni, menegaskan akan mengejar pertanggungjawaban dari pihak sekolah, khususnya kepala sekolah SDN 22 Toboali.
Sebelumnya, kepala sekolah sempat menyatakan bahwa perundungan yang dialami korban hanya bersifat verbal. Keluarga membantah hal itu dan mencurigai adanya kekerasan fisik yang berujung fatal.
"Saya sampaikan, kita berani otopsi. Jika benar-benar terjadi otopsi secara fisik, maka kepala sekolah tersebut harus berani mempertanggungjawabkan statement dia, baik secara institusi maupun secara hukum. Secara institusi dia harus mengundurkan diri, secara hukum dia harus mempertanggungjawabkan statement dia itu," tegas Doni.
Kronologi Versi Keluarga: Pengakuan Pukulan dan Tendangan
Saat ditanya mengenai kronologi kejadian dari versi keluarga, Doni menceritakan bahwa korban baru bisa bercerita ketika kondisinya sudah sangat parah.
"Daya ingatnya itu sudah hampir enggak ingat lagi, sama keluarganya hampir enggak ingat," jelasnya.
Namun, korban sempat bercerita kepada neneknya bahwa perutnya sakit ketika diusap. Begitu pula ketika diusap kepalanya, korban juga mengaku sakit.
"Ceritanya sama neneknya kalau perutnya ditendang, kepalanya dipukul pakai panci. Itu ceritanya (korban menceritakan-red) sebelum masuk rumah sakit. Ketika tahu ada kejadian begitu, akhirnya besoknya kita langsung ke rumah sakit," ungkap Doni.
Sebelumnya, ZA mulai menjalani pengobatan di rumah sakit sejak Kamis (24/7/2025) dan sempat dioperasi pada Jumat (28/7/2025).
"Operasinya infonya hari Jumat. Meninggalnya itu hari Minggu (kemarin-red) jam 08.12. Jadi hari Kamis dibawa, Jumat itu dioperasi, Sabtu kritis, Minggu paginya udah enggak ada," jelas Doni dengan nada pilu.
Meskipun tidak mengetahui secara pasti organ tubuh apa yang dioperasi, Doni menyampaikan informasi dari dokter bahwa organ dalam korban sudah dalam kondisi parah, bahkan "sudah hancur".
Doni berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan oleh pihak kepolisian.
Ia juga menegaskan bahwa keluarga akan tetap menuntut pertanggungjawaban dari pihak guru di sekolah, yang dianggap membiarkan adanya insiden perundungan.
"Karena ketika ibu almarhum ke sekolah sebelum almarhum ini parah (kondisi kesehatannya-red). Sempat ke sekolah menanyakan ke guru perihal orang berenam ini yang disebut oleh almarhum. Intinya kakak saya (ibu korban-red) ini mau menanyakan, diapakan. Ternyata dari pihak sekolah tidak memperbolehkan bertemu (mempertemukan ibu korban dengan enam anak terduga pelaku bullying-red)," ujarnya.
Doni juga menambahkan bahwa korban pernah mengadu kepada guru tentang perundungan yang dialaminya, namun tidak ada respons.
Saat ini, orang tua korban masih sangat berduka atas kepergian anaknya yang masih berusia 10 tahun.
"Tetap masih berduka, apalagi umurnya masih muda banget, masih 10 tahun. Itu anak kelima," jelasnya.
Doni menduga, sifat pendiam almarhum mungkin menjadi salah satu alasan mengapa ia menjadi sasaran perundungan.
"Mungkin karena almarhum ini pendiam orangnya," imbuhnya. (Bangkapos.com/ Arya Bima Mahendra)