TRIBUNNEWS.COM - Konflik sengit antara Kamboja dan Thailand dalam beberapa waktu terakhir ini resmi dihentikan setelah kedua belah pihak meraih kesepakatan gencatan senjata pada Senin ini (28/7/2025).
Di dalam negosiasi yang dijembatani oleh Malaysia tersebut, Kamboja dan Thailand akhirnya sepakat untuk menerapkan gencatan senjata segera tanpa syarat mulai Senin tengah malam ini.
Upaya ini diambil guna menghentikan konflik paling mematikan dalam lebih dari satu dekade setelah lima hari pertempuran sengit mengakibatkan lebih dari 300.000 orang mengungsi.
Setidaknya 36 orang tewas dalam pertempuran tersebut dan sebagian besar korbannya merupakan warga sipil.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Malaysia selaku ketua blok regional ASEAN pada periode ini dipercaya sebagai mediator untuk mempertemukan pihak Kamboja dan Thailand untuk meraih kesepakatan damai.
Tak sendirian, Malaysia juga mendapatkan dorongan baik dari Amerika Serikat dan Tiongkok untuk mengakhiri permusuhan, melanjutkan komunikasi langsung, serta membentuk mekanisme penerapan gencatan senjata antara Kamboja dan Thailand.
Usai lebih dari dua jam pembicaraan di kediaman resminya di Putrajaya, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, didampingi pemimpin Thailand dan Kamboja, menyatakan kesiapan mengerahkan tim pengawas untuk memastikan implementasi gencatan senjata.
"Ini merupakan langkah pertama penting menuju penurunan ketegangan dan pemulihan perdamaian serta keamanan. Semua pihak memiliki komitmen kuat terhadap perdamaian," ujarnya dalam konferensi pers seperti yang dikutip dari The Nation.
Kesepakatan damai antara Kamboja dan Thailand ini juga ikut disambut baik oleh Pemerintah Tiongkok
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Tiongkok melalui pernyataan tertanggal 27 Juli menegaskan sikap netral dan tidak memihak terhadap konflik perbatasan Kamboja-Thailand.
Pihak Tiongkok mengungkapkan prioritas mereka adalah mendukung dialog perdamaian melalui komunikasi intensif dengan kedua negara.
Pengumuman ini muncul setelah upaya internasional semakin intensif untuk meredakan ketegangan di perbatasan, meski bentrokan sporadis masih terjadi meski kedua pihak sempat menunjukkan kesediaan berdamai.
"Kamboja dan Thailand bukan hanya tetangga satu sama lain, tetapi juga sahabat lama sekaligus mitra Tiongkok. Kami berduka atas korban jiwa dan luka-luka, serta menyampaikan simpati tulus," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Kementerian tersebut menekankan bahwa hubungan baik berbasis kepercayaan timbal balik dan penyelesaian sengketa secara bijak merupakan kepentingan jangka panjang kedua negara sekaligus penopang stabilitas kawasan.
Tiongkok berharap Kamboja dan Thailand memprioritaskan kesejahteraan rakyat, menjaga perdamaian, menunjukkan penahanan diri, serta menyelesaikan perbedaan melalui dialog damai.
Juru bicara Tiongkok juga mengapresiasi peran ASEAN terutama Malaysia sebagai mediator dari konflik tersebut.
Tiongkok menyebut organisasi ASEAN telah bekerja keras sebisa mungkin untuk memfasilitasi gencatan senjata sehingga perdamaian antara Kamboja dan Thailand akhirnya terjadi.
"ASEAN telah berupaya tanpa lelah beberapa hari terakhir. Tiongkok memuji kontribusi ini dan mendukung inisiatif apa pun yang membantu meredakan ketegangan di lapangan," demikian penutup pernyataan resmi tersebut.
Pemerintah Tiongkok kembali menegaskan pentingnya menjaga harmoni antarnegara tetangga sebagai fondasi perdamaian regional.
Komitmen kedua negara untuk segera menghentikan konflik disambut positif oleh komunitas internasional sebagai langkah krusial pemulihan stabilitas.
Upaya diplomasi yang melibatkan Malaysia, ASEAN, dan negara-negara besar dinilai krusial dalam mencegah eskalasi konflik berskala lebih luas.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga kembali mengimbau semua pihak menghindari tindakan provokatif yang dapat mengganggu proses perdamaian yang baru dimulai.
Penempatan tim pengamat di lokasi konflik oleh Tiongkok juga diharapkan menjadi jaminan kepatuhan terhadap kesepakatan gencatan senjata oleh kedua belah pihak.
Kesepakatan gencatan senjata antara Kamboja dan Thailand, yang difasilitasi oleh Malaysia selaku ketua ASEAN pada 28 Juli 2025, mencakup sejumlah poin kritis untuk menghentikan konflik perbatasan terparah dalam lebih dari satu dekade.
Berikut rincian utamanya:
Gencatan Senjata Segera dan Tanpa Syarat
Kedua negara sepakat menghentikan segala bentuk permusuhan mulai Senin tengah malam 28 Juli 2025.
Kesepakatan ini bersifat tanpa syarat, menegaskan komitmen untuk mengakhiri pertempuran sengit yang telah berlangsung lima hari dan menewaskan 36 orang (sebagian besar warga sipil).
Penghentian Total Aktivitas Militer
Seluruh operasi militer di wilayah perbatasan dihentikan, termasuk penarikan pasukan dari garis depan dan larangan penggunaan senjata api atau rudal.
Hal ini bertujuan mencegah eskalasi lebih lanjut yang berpotensi mengancam 300.000 pengungsi akibat konflik.
Pemulihan Komunikasi Langsung
Kedua pihak sepakat memulihkan saluran komunikasi resmi yang sempat terputus selama konflik, termasuk melalui hotline militer dan diplomatik.
Langkah ini dimaksudkan untuk meminimalkan kesalahpahaman dan mempercepat koordinasi penanganan insiden di masa depan.
Mekanisme Pengawasan oleh Tim Netral
Malaysia berkomitmen mengerahkan tim pengamat independen untuk memantau kepatuhan terhadap gencatan senjata.
Tim ini akan ditempatkan di lokasi konflik guna memastikan tidak ada pelanggaran, sekaligus menjadi penengah jika terjadi gesekan kecil pasca-kesepakatan.
Komitmen Dialog Perdamaian Jangka Panjang
Kedua negara sepakat membentuk panel bersama yang terdiri dari perwakilan Kamboja, Thailand, dan mediator ASEAN untuk membahas penyebab konflik dan merancang solusi permanen.
Fokus utamanya adalah peninjauan ulang batas wilayah dan penguatan kerja sama keamanan perbatasan.
Dukungan Internasional terhadap Implementasi
Kesepakatan ini didukung oleh upaya diplomasi multilateral, termasuk keterlibatan Amerika Serikat dan Tiongkok yang mendorong kedua pihak untuk menahan diri.
Tiongkok, meski bersikap netral, menyatakan kesiapan mendukung dialog damai melalui saluran ASEAN.
(Bobby)