Kardinal Suharyo Soroti Minimnya Pendampingan Iman Anak oleh Orangtua Katolik
GH News July 29, 2025 02:04 PM

Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, menyampaikan keresahan mendalam terhadap minimnya perhatian orangtua Katolik dalam memfasilitasi pendalaman iman anakanak mereka.

Suharyo mengatakan, banyak keluarga Katolik menyatakan pentingnya pendidikan iman, namun tidak mewujudkannya secara konkret dalam kehidupan anakanak mereka.

“Banyak yang mengatakan bahwa pendidikan agama itu penting, tapi ketika saya tanya, ‘Adakah yang mengikutsertakan anakanaknya les agama?’ jawabannya tidak ada. Sementara les bahasa Inggris, matematika? Semua ikut," kata Suharyo saat beraudiensi dengan Sanctory, brand multimedia kreatif Katolik di Wisma Keuskupan Agung Jakarta, Senin (28/7/2025). 

"Jadi yang disebut penting itu, sebenarnya sama sekali tidak penting dibandingkan yang lainlain,” sambung Suharyo. 

Suharyo mengungkapkan, ketimpangan antara nilai yang diyakini dengan praktik konkret di dalam keluarga menjadi salah satu tantangan pastoral saat ini. 

Minimnya partisipasi anakanak dalam kegiatan seperti Bina Iman Remaja (BIR) dan Bina Iman Anak (BIA) juga memperkuat realitas tersebut.

Suharyo juga menekankan tantangan ini dalam konteks yang lebih luas, yaitu minimnya partisipasi anakanak dan remaja dalam kegiatan iman di paroki. 

“Coba dihitung, ada berapa keluarga muda di paroki? Berapa yang memfasilitasi anaknya untuk ikut BIR dan BIA? Kalah jauh dibanding yang lain,” ujarnya.

Dalam konteks tersebut Suharyo menyambut baik kehadiran Sanctory, sebuah karya visual naratif yang menghadirkan kisah para santo dan santa dalam berbagai format untuk anakanak. 

Dia menyebut Sanctory sebagai bentuk tanggapan kreatif terhadap tantangan iman anakanak Katolik masa kini. 

“Saya menghargai inisiatif Sanctory sebagai sarana pembinaan iman anakanak. Syukur kalau sudah ada tanggapan seperti ini. Itu artinya dihargai, dilanjutkan, dan diusahakan,” ucap Suharyo. 

Suharyo juga mengingatkan pentingnya membangun kerja sama yang konkret dan jangka panjang dengan berbagai elemen Gereja

Dia menuturkan, Komisi Kateketik, Komisi Panggilan, Komisi Komunikasi Sosial (Komsos), dan media Katolik lainnya, termasuk Sanctory, dapat bekerja sama demi memperluas jangkauan dan daya guna karya kerasulan ini. 

“Kerja sama itu penting, meskipun kita tahu tidak mudah. Masingmasing punya wilayahnya sendiri, tapi kalau ada yang mau konkret dan berkelanjutan, itu akan sangat membantu,” tutur Suharyo.

Sanctory adalah brand multimedia kreatif Katolik yang menghadirkan tokohtokoh orang kudus dalam bentuk untuk anak usia 612 tahun. 

Melalui gaya visual yang ceria, penuh imajinasi, dan tetap setia pada nilainilai iman Katolik, Sanctory bertujuan menjadi jembatan yang menyenangkan antara anakanak dan kekayaan spiritual Gereja.

Melalui tokohtokoh seperti Santo Benediktus, Santa Anna, Santo Fransiskus dari Assisi, dan banyak lagi, anakanak diajak mengenal teladan hidup kudus secara menyenangkan dan menyentuh. 

Karyakarya Sanctory dirancang tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media katekese visual yang relevan dan aplikatif di tengah tantangan dunia digital dan isu sekularisme.

CEO Sanctory Deodatus Pradipto menuturkan Sanctory lahir dari keprihatinan terhadap minimnya materi visual Katolik yang cocok bagi anakanak. 

Sanctory melihat anakanak Katolik tidak memiliki bahan bacaan atau tontonan iman yang sesuai dengan usia dan cara berpikirnya. Materimateri katekese yang ada seringkali terlalu berat, kaku, bahkan tidak menarik. 

“Kami melihat ada kesenjangan besar antara kebutuhan anakanak Katolik akan cerita iman yang hidup dan ketersediaan bahan yang sesuai dengan dunia mereka. Sanctory hadir untuk menjawab celah itu,” ujar Deodatus.

Art Director Sanctory Brigitta Maria Loisa menambahkan, sebagian besar materi katekese visual yang beredar saat ini tidak dirancang dari awal dengan pendekatan psikologi dan budaya visual anakanak. Sanctory ingin menyederhanakan materi katekese orang dewasa. 

“Kami ingin membangun dunia cerita dan visual yang benarbenar berbicara dari dan untuk anakanak,” tutur Brigitta.

Sanctory juga dibentuk dalam semangat kolaboratif. Deodatus mengatakan pihaknya membuka diri untuk bekerja sama dengan paroki, sekolah, komunitas keluarga muda, serta berbagai komisi di lingkungan keuskupan. 

“Kami ingin menjadi sahabat bagi Gereja dalam mendampingi anakanak untuk mencintai Yesus dan iman Katoliknya sejak dini,” kata Deodatus.

Pertemuan bersama Ignatius Kardinal Suharyo menjadi momentum penting bagi Sanctory dalam meneguhkan misinya, yaitu menghadirkan sukacita iman melalui kisahkisah orang kudus yang menyentuh dan membangkitkan semangat kekudusan pada anakanak.

 

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.