Langkah Inovatif Tingkatkan Literasi Digital Anak Lewat Pembelajaran Koding dan AI
Poetri Hanzani July 30, 2025 05:34 PM

Nakita.id -Tentunya di era digital saat ini, keterampilan berpikir kritis, logis, dan kreatif menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan masa depan ya Moms dan Dads.

Nah, salah satu pendekatan yang mulai banyak diterapkan dalam dunia pendidikan untuk membekali anak dengan keterampilan tersebut adalah berpikir komputasional.

Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjadi salah satu daerah yang menunjukkan komitmen kuat dalam memajukan pendidikan berbasis teknologi. Melalui berbagai inisiatif dan kolaborasi strategis, Kudus terus mendorong penerapan berpikir komputasional sebagai bekal penting bagi generasi muda menghadapi masa depan.

Sejak tahun 2023, program pelatihan dan pendampingan berpikir komputasional mulai diperkenalkan di berbagai jenjang pendidikan, dari PAUD hingga SD/MI. Program ini telah melibatkan ratusan guru dan menjangkau ribuan siswa di wilayah Kudus.

Salah satu bentuk nyata dari program ini adalah pelaksanaan Festival dan Lomba Berpikir Komputasional yang digelar di Pendopo Kabupaten Kudus pada Minggu (27/07). Kegiatan ini diikuti lebih dari 250 siswa SD/MI dan menjadi ajang untuk menampilkan kreativitas serta kemampuan pemecahan masalah siswa.

Penerapan program berpikir komputasional di Kudus juga selaras dengan langkah strategis Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mendorong pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA). Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa pembelajaran KKA dirancang untuk membentuk pola pikir logis, analitis, sekaligus membangun kesadaran etis di kalangan pelajar.

Inisiatif ini juga mendukung Asta Cita ke-4 yang menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia melalui penguatan sains, teknologi, dan pendidikan. Kudus pun menjadi daerah percontohan dalam mewujudkan misi ini secara konkret.

Pada tahap awal, berpikir komputasional mulai dikenalkan melalui pendampingan kepada kepala sekolah dan guru dari 36 satuan PAUD. Dampaknya begitu luas, memberikan manfaat kepada lebih dari 10.300 siswa.

Program ini merupakan bagian dari inisiatif Bakti Pendidikan Djarum Foundation, yang kemudian diperluas lewat kerja sama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kudus. Pada tahun 2024, pelatihan berpikir komputasional disebarluaskan kepada 160 guru dari TK, KB, SPS, hingga Taman Pengasuhan Anak (TPA).

Selain itu, Bakti Pendidikan Djarum Foundation juga menggandeng Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Nonformal untuk menyusun serta mengimplementasikan materi pelatihan berpikir komputasional di berbagai wilayah Indonesia.

Memasuki akhir tahun 2024, program ini telah diperluas hingga menjangkau 11 SD/MI dengan lebih dari 4.900 siswa penerima manfaat. Dalam waktu dua bulan, terjadi peningkatan skor rata-rata siswa kelas 4 hingga 6 sebesar 62% dalam tes BEBRAS, yaitu sebuah inisiatif internasional yang mengukur keterampilan computational thinking.

Dalam festival dan lomba berpikir komputasional tersebut, para siswa menunjukkan kemampuan mereka melalui berbagai tantangan menarik.

Mulai dari merakit robot bertema Sustainable Development Goals (SDGs), membuat animasi menggunakan Scratch dengan block coding, hingga tantangan unplugged seperti menyusun algoritma penunjuk arah, menggunakan loop untuk instruksi gerakan, menyortir koin, dan menyelesaikan pola.

Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan program ini. “Saya mengapresiasi langkah inovatif berbagai pihak dalam memajukan pendidikan di Kudus,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Semoga inisiatif ini menjadi titik awal dari gerakan yang menjadikan Kudus pionir pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial sejak usia dini.”

Fokus Pada Proses, Bukan Sekadar Lomba

Senada dengan itu, Direktur Program Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Primadi H. Serad, menyampaikan bahwa program ini dirancang untuk mendongkrak skor Programme for International Student Assessment (PISA) di Kudus.

“Dari berbagai riset yang kami pelajari, berpikir komputasional dapat melatih cara berpikir kritis, numerasi, literasi dan sains yang dinilai dalam tes PISA,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Visi kami adalah bahwa Kudus bisa mencapai skor PISA yang setara dengan rata-rata negara maju di Organisation for Economic Development (OECD), sambil mempertahankan dasar pendidikan karakter dan keterampilan sosial emosional yang kuat.”

Pada kesempatan yang sama, Deputy Program Director Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Felicia Hanitio, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari momentum penutupan program sekaligus ajang meningkatkan semangat siswa.

“Kami melihat ini sejalan dengan arah strategis yang sedang dikembangkan oleh Kemendikdasmen. Jadi titik beratnya adalah pada program pelatihan dan pendampingan yang sudah berjalan beberapa tahun. Ini bukan soal lomba saja, tapi juga tentang memperkenalkan ke masyarakat bahwa aktivitas sederhana pun bisa melatih keterampilan berpikir komputasional,” jelasnya.

Felicia mencontohkan bahwa kegiatan seperti menyortir koin atau dedaunan yang tampak sederhana ternyata sangat efektif dalam membangun dasar computational thinking.

“Keterampilan ini nantinya akan berguna di banyak bidang, tidak hanya bagi mereka yang ingin menjadi programmer,” tambahnya.

Ia juga menyoroti tantangan yang masih dihadapi, yaitu adanya miskonsepsi bahwa berpikir komputasional memerlukan perangkat teknologi canggih.

“Kadang sekolah-sekolah merasa ragu saat mendengar kata coding atau AI, apalagi kalau sekolahnya tidak punya alat atau perangkat memadai. Maka dari itu, kami fokus pada permainan sederhana yang bisa diterapkan secara luas,”jelasnya.

Pendidikan Holistik dan Peran Orang Tua

Demi mendukung guru dalam penerapan program, Bakti Pendidikan Djarum Foundation mengembangkan berbagai perangkat bantu seperti modul, buku aktivitas berdasarkan jenjang dan mata pelajaran, serta contoh implementasi yang memudahkan guru dalam pelaksanaan.

“Sejak awal, kami berfokus pada pendidikan yang holistik. Dimulai dari penguatan sosial-emosional, pengembangan kognitif melalui computational thinking, hingga perkembangan fisik-motorik.

Kami ingin anak-anak berkembang secara utuh tidak hanya cerdas secara kognitif, tapi juga sehat secara fisik dan matang secara emosi,” paparFelicia.

Felicia juga menyampaikan harapannya agar peran orang tua terus diperkuat dalam mendukung pembelajaran anak di rumah.

“Orang tua adalah guru pertama anak, terutama di usia dini. Maka dari itu, kami selalu mengajak mereka terlibat, termasuk dengan menyediakan tools yang bisa digunakan di rumah,” ujarnya.

Dengan berbagai inovasi dan kerja sama lintas sektor, Kabupaten Kudus kini tengah menapaki jalan sebagai pionir pembelajaran berpikir komputasional sejak usia dini.

Sebuah langkah strategis yang diyakini akan memberi dampak positif jangka panjang bagi kemajuan pendidikan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.