Rusia Mendekati Benteng Ukraina, Kota Pokrovsk Potensial Takluk dalam 60 Hari
TRIBUNNEWS.COM - Serangan musim panas Rusia di Ukraina timur dilaporkan kini terpusat pada Pokrovsk, salah satu kota besar terakhir di wilayah Donetsk yang masih dikuasai pemerintah Ukraina
Rusia kini berupaya mengonsolidasikan kendali atas seluruh wilayah tersebut.
"Pasukan Rusia terus maju ke kota dari utara, timur, dan selatan, menggunakan kelompok infanteri kecil dan pengawasan pesawat tak berawak untuk memperkuat tekanan ke pasukan Ukraina yang sudah kepayahan dengan kekurangan tenaga kerja dan peralatan," kata laporan TMT, dikutip Rabu (30/7/2025).
Pertempuran tersebut, yang merupakan salah satu yang paling intens di periode musim panas, Juni-Juli.
Ini yang terjadi bersamaan saat waktu terus berjalan sesuai ultimatum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Moskow untuk menghentikan perang atau menghadapi sanksi baru yang luas — sebuah langkah yang tampaknya hanya berdampak kecil pada kalkulasi militer Kremlin.
Video yang dibagikan oleh saluran Telegram Ukraina minggu lalu dan analis menunjukkan bahwa kelompok sabotase dan pengintaian Rusia, atau SRG, telah menyusup ke Pokrovsk selatan.
Rekaman yang dilaporkan diambil dari kamera helm tentara Ukraina menunjukkan pasukan Ukraina diserang saat melintasi area permukiman.
Proyek intelijen sumber terbuka Ukraina, Deep State, mengonfirmasi laporan tersebut, dengan mencatat bahwa unit infanteri Ukraina yang terkuras telah meninggalkan celah di pertahanan, yang memungkinkan pasukan Rusia menyelinap ke pinggiran kota.
"Pasukan Brigade Mekanik Terpisah ke-155 dan Brigade Jaeger ke-68 harus segera memperbaiki situasi untuk mencegahnya berubah menjadi bencana," tulis Deep State pada 21 Juli, seraya menambahkan kalau beberapa SRG Rusia telah dihancurkan.
Namun pada tanggal 25 Juli, blogger Rusia yang pro-perang melaporkan bahwa kelompok sabotase baru telah menyusup ke Pokrovsk.
Pejabat Ukraina belum mengomentari laporan ini.
"Ada banyak pasukan khusus musuh di dalam" yang melakukan pengintaian, lapor kanal Telegram Ukraina Sho na fronti? ("Apa yang ada di garis depan?"), mengutip para prajurit di lapangan.
"Tidak ada garis pertahanan yang jelas; sebagian besar komandan [Ukraina] tidak memahami wilayah tanggung jawab mereka. Apa yang terjadi di kota ini bukanlah pertahanan, melainkan kekacauan total."
Analis militer Ukraina Ivan Stupak meyakini situasi memburuk karena kekurangan tenaga kerja di tentara Ukraina dan panjangnya garis depan.
"Garis depan membentang dari wilayah Sumy hingga Kherson — lebih dari 1.000 kilometer. Kami kekurangan personel dan peralatan. Sementara itu, tentara Rusia memiliki keunggulan jumlah dan secara aktif menggunakan kekuatan udara untuk serangan bom," ujar Stupak kepada TMT.
Pada saat yang sama, Rusia terus bergerak maju ke timur Pokrovsk setelah mencapai kemajuan di sana dan memotong jalur utama Pokrovsk-Kostiantynivka musim dingin ini.
Sejak saat itu, garis depan di wilayah ini terus bergerak maju dan kini membentang di atas Pokrovsk dari arah timur laut.
Rusia saat ini sedang bergerak maju ke beberapa arah, termasuk menuju kota Rodynske dan Myrnohrad. Jika permukiman ini jatuh, Pokrovsk akan dikepung secara efektif dan logistik untuk garnisunnya akan terganggu oleh pesawat nirawak Rusia.
Analis militer Rusia Yan Matveev mengatakan kalau pasikan Moskow maju ke timur laut Pokrovsk pada beberapa sumbu untuk memperkuat pasukan Ukraina yang sudah terkuras.
"Infanteri Rusia dalam kelompok-kelompok kecil menyusup ke belakang garis pertahanan di mana pun mereka bisa dan menunggu bala bantuan. Mereka biasanya terbunuh oleh artileri dan drone, tetapi Ukraina kekurangan infanteri dan peralatan untuk mempertahankan garis pertahanan yang berkelanjutan atau memburu setiap kelompok," kata Matveev.
"Situasi di Pokrovsk lebih rapuh daripada dua minggu lalu. Jika pasukan Ukraina tidak dapat bertahan, Rusia dapat melancarkan serangan penuh terhadap Pokrovsk dan Myrnohrad sebelum akhir musim panas."
Para ahli mencatat bahwa meskipun pasukan Rusia menderita kerugian besar, mereka mampu membuat kemajuan berkat jumlah yang besar.
Stupak meramalkan bahwa Ukraina akan segera kehilangan kota itu.
"Saya yakin kota itu kemungkinan akan ditinggalkan dalam 60 hari. Pasukan Rusia secara bertahap mempersempit jalur yang menonjol," ujarnya kepada TMT.
"Koridor menuju Pokrovsk hanya selebar sekitar 17 kilometer. Masuk dan keluar masih relatif aman, tetapi jika situasinya memburuk, tinggal di sana akan menjadi tidak mungkin."
Ia menambahkan bahwa Rusia menggunakan bom berpemandu dan pesawat tak berawak untuk menghancurkan benteng Ukraina.
Sebaliknya, serangan drone Ukraina juga masih aktif.
Pada hari Jumat, sebuah drone FPV hampir menabrak Andrei Filatov, seorang koresponden perang untuk media RT yang didukung Kremlin.
Ia sedang mengendarai sepeda motor di dekat Pokrovsk ketika drone tersebut meledak di dekatnya, tepat setelah ia melewati sebuah kendaraan Rusia yang hancur.
Para analis dan tentara Ukraina mengatakan situasi ini menyerupai pertempuran sebelumnya di kota Avdiivka dan Vuhledar, di mana pasukan Ukraina akhirnya mundur setelah pasukan Rusia melancarkan serangan dari samping dan mengancam akan melakukan pengepungan, namun mengalami banyak kerugian saat melakukannya.
Kiev menguasai kota-kota tersebut hingga saat-saat terakhir, yang mengakibatkan mundurnya mereka secara sempit di bawah tembakan artileri berat dan pesawat tak berawak.
Meskipun tampak serupa dengan pertempuran di Pokrovsk, "Bakhmut dan Avdiivka berbeda," ujar Ilya Abishev, analis militer untuk BBC Rusia, kepada The Moscow Times. "Banyak terjadi serangan frontal berdarah dan pertempuran jalanan. Jelas bahwa di Pokrovsk, komando Rusia berusaha menghindari skenario ini."
Abishev mengatakan hasil pertempuran akan bergantung pada apakah Rusia berhasil memotong jalan Pokrovsk-Pavlohrad, rute pasokan untuk pasukan Ukraina.
"Jika Anda mengepung kota, pasukan Ukraina akan pergi, atau mereka akan tetap tinggal dan direbut. Dalam kasus seperti itu, Anda dapat menandai area tersebut sebagai telah direbut di peta dan melaporkan keberhasilan kepada pimpinan. Kota itu sendiri juga akan tetap lebih utuh," tambah Stupak.
Pokrovsk, kota berpenduduk 60.000 jiwa sebelum perang , telah berada di garis depan sejak Januari. Diperkirakan kurang dari 7.000 warga sipil masih bertahan .
Dengan penembakan yang terus-menerus, banyak dari mereka yang masih berada di kota itu tinggal di ruang bawah tanah atau bergantung pada bantuan kemanusiaan yang sporadis.
Di sini juga terdapat satu-satunya tambang batu bara kokas di Ukraina, fasilitas yang memasok 90 persen kebutuhan produksi baja negara itu sebelum ditutup pada bulan Januari karena perang, yang mengancam efek berantai yang lebih luas pada ekonomi Ukraina.
Di luar lokasi strategisnya, Pokrovsk merupakan pusat transportasi dan logistik penting yang menghubungkan Donetsk dan Kramatorsk dengan wilayah Dnipropetrovsk yang lebih luas.
"Jalan raya Pavlohrad-Pokrovsk masih beroperasi," kata Stupak. "Meskipun banyaknya drone Rusia, kendaraan masih dapat melaju dengan kecepatan 150 kilometer per jam."
Tentara Ukraina telah mengonfirmasi bahwa bergerak di sepanjang jalan dekat Pokrovsk menjadi semakin sulit.
"Berdasarkan pengalaman saya di Kursk, pertahanan berakhir ketika logistik runtuh. Di sana, Rusia memutus rute kami ke Sudzha dengan drone, dan seluruh garis pertahanan kami hancur," ujar seorang tentara yang sebelumnya bertempur di wilayah Kursk kepada BBC.
Jalan ke timur dari Pokrovsk ke Kostiantynivka telah terputus oleh kemajuan Rusia.
Stupak mengatakan bahwa hilangnya Pokrovsk akan secara signifikan memperburuk situasi bagi pasukan Ukraina di wilayah tersebut, membuka jalan bagi Rusia untuk maju menuju Kramatorsk dan Sloviansk, kota-kota besar terakhir di Donetsk di bawah kendali Kyiv.
Beberapa analis yakin Moskow akan memanfaatkan narasi kemenangan di Pokrovsk untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi internasional.
Namun dalam praktiknya, kedua belah pihak belum siap mengakui garis depan sebagai perbatasan baru, dan sekutu Barat Ukraina telah berjanji untuk meningkatkan bantuan militer.
Awal bulan ini, Trump mengeluarkan ultimatum 50 hari kepada Rusia untuk menandatangani gencatan senjata dengan Ukraina atau menghadapi tarif berat dan sanksi sekunder terhadap mitra dagangnya. Pada hari Senin, ia memangkas tenggat waktu tersebut menjadi "10-12 hari".
Namun alih-alih mundur, sumber yang dekat dengan pimpinan Rusia mengatakan ultimatum itu mungkin telah mendorong Putin untuk menggandakan upaya militer, karena Moskow menolak tekanan eksternal dan berupaya menghindari kesan lemah.
Analis BBC Abishev mengatakan ia yakin serangan itu tidak terkait dengan ultimatum Trump atau negosiasi, yang menurutnya tidak diminati Kremlin.
"Ini bukan serangan baru. Rusia telah melancarkan operasi militer aktif di semua lini sejak 2023. Tujuan yang diberikan oleh pihak berwenang kepada militer Rusia adalah merebut seluruh wilayah Donetsk, dan pertempuran di Pokrovsk merupakan bagian dari misi tersebut," ujarnya kepada The Moscow Times.
Meskipun merebut Pokrovsk atau bahkan seluruh wilayah Donetsk akan memberikan Kremlin kemenangan simbolis, hal itu tidak mungkin mengubah lintasan perang yang lebih luas, kata para analis.
"Pasukan Rusia akan terus bergerak maju perlahan di berbagai bagian garis depan, secara bertahap mendorongnya maju. Merebut satu desa dan maju sekitar 500 meter dapat memakan waktu seminggu atau lebih bagi Rusia," kata analis Matveyev.
"Tentara Rusia seperti mesin penggilas uap — lambat, kikuk, tetapi terus bergerak maju," katanya. "Dan mesin penggilas uap ini tidak dapat melaju kencang karena Kremlin telah menyebarkan kekuatannya terlalu tipis."
(oln/tmt/*)