Batam (ANTARA) - Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Romo Paschal mengatakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) membutuhkan keseriusan bersama, tidak hanya aparat dan pemerintah tetapi juga masyarakat.

Pria bernama lengkap Chrisanctus Paschalis Saturnus itu menyebut sudah banyak upaya-upaya dilakukan Polda Kepri dalam mencegah dan memberantas TPPO, seperti mengumpulkan ormas-ormas, menyampaikan pernyataan sikap bersama dengan Menteri P2MI, serta satgas TPPO hingga terbentuknya gugus tugas TPPO.

“Tapi saya mau memberikan catatan. TPPO tidak selesai hanya dengan seremonial. Ini membutuhkan keseriusan dan gerak hati yang tulus,” kata Romo Paschal dikonfirmasi di Batam, Kamis.

Menurut dia, TPPO bukan kejahatan biasa sehingga membutuhkan cara-cara yang lebih progresif dan kerja nyata.

“Kalau tidak, kita tidak terlalu bisa banyak berharap kepada pemerintah dan aparat,” katanya.

Dia mengkritisi adanya dugaan keterlibatan oknum aparat TNI dan Imigrasi dalam jaringan mafia penempatan pekerja migran secara nonprosedural ke luar negeri melalui pintu pelabuhan di Batam.

KKPPMP pun melayangkan surat kepada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) serta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Indonesia (Imipas) untuk menindaklanjuti dugaan tersebut.

“Kami sangat mengutuk keras bila benar ada oknum yang terlibat. Dan langkah menyurati ini adalah bentuk tanggung jawab kami pada kemanusiaan dan keadilan,” katanya.

“Siapa pun yang melakukan kejahatan dan terindikasi perdagangan orang harus disikat,” sambungnya.

Romo Paschal turut hadir memperingati Hari Anti TPPO yang diselenggarakan oleh Jaringan Nasional (JarnAs) Anti TPPO di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (30/7).

TPPO diambil dari istilah trafficking in person yang terdapat dalam UN Protocol to Present, Suppresand punish trafficking in persons, expecially women and children, supplementing the United Nation covertion againts transnational organized crime (Protokol Palemo) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 2009.

TPPO dikategorikan sebagai kejahatan berat terhadap hak asasi manusia, merupakan tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime), kejahatan lintas negara (transnasional crime) yang sering melibatkan sindikat lintas negara dengan korban terbanyak perempuan dan anak-anak.

Beberapa bentuk TPPO, kata dia, yakni eksploitasi seksual, perdagangan anak, kerja paksa, perdagangan organ tubuh, perbudakan domestik.

Sedangkan modus operandi TPPO yang sering terjadi yakni merekrut atau eksploitasi pekerja migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan, penculikan, perekrutan anak jalanan dan magang pelajar/mahasiswa.