Dewan Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (GAPASDAP) merespons positif Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan atas langkah cepat dalam meningkatkan keselamatan pelayaran melalui Surat Edaran SEDJPL 22 Tahun 2025.
Gapasdap merupakan wadah tunggal bagi para pengusaha nasional di sektor transportasi air—baik koperasi maupun swasta—yang bergerak di bidang angkutan sungai, danau, serta penyeberangan.
"Kebijakan ini merupakan respon penting atas kecelakaan kapal penyeberangan yang barubaru ini terjadi," kata Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo, Kamis (31/7/2025).
Dia menjelaskan Gapasdap mendukung penuh setiap upaya untuk mencegah terulangnya musibah di bidang pelayaran karena keselamatan pelayaran adalah prioritas tertinggi yang tidak bisa ditawar.
Namun demikian, katanya, Gapasdap memandang implementasi kebijakan tersebut harus realistis, adil, dan disertai dengan langkah pendukung yang memadai, agar tujuan peningkatan keselamatan pelayaran tidak mengorbankan kelancaran penyeberangan dan distribusi logistik nasional.
Khoiri menjelaskan sejumlah hal yang penting dilakukan terkait dengan implementasi SE tersebut. Pertama, kegiata udit dan pembatasan operasional harus terukur dan bertahap.
Menurut dia, audit dan evaluasi terhadap kapal hasil perombakan perlu dijalankan secara transparan dan bertahap.
Penerapan larangan beroperasi atau pembatasan kapasitas secara mendadak berisiko menimbulkan kekurangan armada, menghambat mobilitas masyarakat, dan mengganggu jalur logistik penting seperti yang terjadi di lintas penyeberangan KetapangGilimanuk.
Kedua, Batas Muat Tidak Bisa Seragam 75 persen. Pembatasan muat 75 persen tanpa mempertimbangkan garis muat (Plimsoll Mark) dan hasil uji stabilitas setiap kapal berpotensi menimbulkan kebijakan yang tidak adil dan tidak efisien. Menurut dia, banyak kapal secara dimensi mampu memuat kendaraan lebih banyak, namun dibatasi angka seragam sehingga mengurangi kapasitas angkut nasional.
Di sisi lain, muatan truk ODOL (Over Dimension Over Load) juga harus diawasi ketat, karena meski jumlah kendaraan sedikit, tetapi bobot yang berlebih sering membuat garis muat terlampaui.
Ketiga, infrastruktur dermaga belum nemadai. Menurut dia, keselamatan tidak hanya bergantung pada kapal, tetapi juga pada kesiapan infrastruktur pelabuhan. Tanpa pembangunan dermaga baru atau revitalisasi dermaga LCM menjadi moving bridge, penghentian dermaga eksisting akan menyebabkan kemacetan panjang, menghambat arus logistik, dan memperburuk kondisi antrian di pelabuhan.
Selain itu, lanjutnya, kolam pelabuhan dan breakwater perlu dibangun agar kapal dapat bersandar dengan aman, terutama saat cuaca buruk.
"Tanpa pembenahan infrastruktur ini, kebijakan keselamatan tidak dapat berjalan optimal," katanya.
Keempat, masa transisi dan pendampingan teknis wajib diberikan. Dalam hal ini, operator kapal perlu waktu untuk melakukan penyesuaian teknis atau konversi kapal sesuai standar baru.
Oleh karena itu, diperlukan masa transisi yang jelas dengan tahapan yang disepakati bersama.
Kemudian, Pemerintah perlu memberikan pendampingan teknis dan opsi dukungan pembiayaan bagi operator yang terdampak, agar keberlangsungan layanan penyeberangan tidak terganggu.
Kelima, kolaborasi seluruh pemangku kepentingan sehingga Gapasdap mendesak dilakukannya rapat konsultasi resmi yang melibatkan Dirjen Perhubungan Laut, Gapasdap, pengelola pelabuhan, BKI, asosiasi pengguna jasa, dan pemangku kepentingan lainnya
Dia menjelaskan forum ini penting untuk merumuskan kebijakan yang komprehensif dan berimbang mencakup keselamatan dan kelaiklautan kapal, peningkatan kapasitas infrastruktur pelabuhan, dan kelancaran layanan penyeberangan serta distribusi logistik nasional.
Komitmen GapasdapKhoiri menegaskan komitmen Gapasdap dalan mendukung kebijakan peningkatan keselamatan pelayaran.
"Kami mendukung setiap langkah pemerintah dalam meningkatkan keselamatan pelayaran," katanya.
Namun, katanya, keselamatan pelayadan tidak bisa hanya dibebankan kepada operator kapal.
Kebijakan harus disertai kesiapan infrastruktur, penegakan aturan muatan, dan transisi yang adil, agar tidak menimbulkan masalah baru yang merugikan masyarakat dan perekonomian nasional.
Dia menjelaskan dengan koordinasi dan kolaborasi yang baik, kebijakan ini dapat diterapkan secara realistis, adil, dan berkelanjutan, memberikan manfaat maksimal bagi keselamatan publik dan kelancaran logistik Indonesia sebagai negara kepulauan.
Surat Edaran SEDJPL 22 Tahun 2025 dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai respons atas insiden kecelakaan kapal penyeberangan yang terjadi barubaru ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keselamatan pelayaran di Indonesia.
Berikut adalah poinpoin penting yang terkandung dalam SEDJPL 22/2025:
Fokus UtamaAudit dan pembatasan operasional kapal dilakukan secara bertahap dan transparan, terutama terhadap kapal hasil perombakan.
Pembatasan muatan kapal tidak diberlakukan secara seragam (misalnya 75 persen) tanpa mempertimbangkan garis muat dan hasil uji stabilitas masingmasing kapal.
Pengawasan terhadap truk ODOL (Over Dimension Over Load) diperketat karena bobot berlebih dapat melampaui garis muat kapal.
Tujuan EdaranMeningkatkan kualitas alat penolong dan peralatan keselamatan kapal.
Mewajibkan penggunaan peralatan yang memiliki sertifikat type approval dari Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran