Saya benar-benar lega. Bayangkan kalau bayar sendiri, biayanya bisa puluhan juta. Dengan BPJS, semua nol rupiah
Cirebon (ANTARA) - Mahabatis (28) tak perlu absen ke kantor atau antre gajian tiap akhir bulan. Hidupnya digerakkan lewat sinyal internet, laptop, dan ide-ide yang diolah jadi produk kreatif.
Sejak akhir 2024, ia sudah menekuni kerja di industri digital dan mencoba merakit pemasukan dari sektor kreatif di Cirebon, Jawa Barat.
Hari-harinya diisi dengan menjual aset digital, mengajar sebagai trainer lepas, hingga jadi afiliasi toko daring. Semua dilakukan demi memastikan ada cuan masuk ke kantongnya.
“Pendapatan dari freelance ini sebenarnya cukup, tetapi belum bisa memenuhi semua kebutuhan. Jadi tetap harus ada pekerjaan utama,” kata Mahabatis sambil tersenyum tipis saat berbincang dengan ANTARA di Cirebon, Kamis.
Ia bercerita penghasilan dari menjual aset digital seperti ilustrasi atau worksheet hanya berkisar Rp200-Rp300 ribu. Jumlah yang diakuinya belum banyak, tapi cukup untuk menutupi kebutuhan mendesak.
Di Cirebon, ia melihat industri digital kreatif berkembang cukup pesat. Banyak teman-temannya bekerja di media agensi, atau menjadi kreator konten. Pasarnya ada, meski persaingannya sangat ketat.

“Karena semua orang bisa melakukannya, kita harus bisa menawarkan sesuatu yang beda,” ujarnya.
Tantangan itu, kata dia, membuat penghasilan mereka kerap naik-turun, bergantung pada klien dan algoritma.
Kondisi ini menjadikan para pekerja digital seperti Mahabatis rentan, terutama ketika lelah bekerja (burn out) dan berujung sakit.
Meski begitu, ia merasa sedikit lebih tenang karena terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Iurannya ditanggung pemerintah, sehingga ia dan keluarganya bisa memanfaatkan layanan kesehatan tanpa khawatir biaya.
“Kalau untuk sakit minor, kami cukup terbantu. Tidak ada kekhawatiran mendesak ketika duit lagi mepet,” ujarnya.

Ia mengakui kepesertaan JKN membuatnya lebih tenang, meskipun tidak memiliki gaji tetap.
Dirinya tahu jika sewaktu-waktu jatuh sakit, biaya pengobatan bisa ditanggung BPJS Kesehatan.
Mahabatis mengaku belum sempat memanfaatkan layanan skrining atau cek kesehatan gratis, tetapi program ini dinilai sangat bagus, khususnya untuk pekerja lepas seperti dirinya.
“Belum pernah sempat. Kalau sakit baru ke fasilitas kesehatan,” tuturnya.
Meski demikian, Mahabatis masih harus menyelesaikan satu persoalan. Ibunya ternyata belum terdaftar dalam program JKN yang sama.
Ia saat ini tengah mengurusnya melalui aplikasi JKN Mobile, agar ibunya bisa terlindungi oleh program tersebut.
“Yang lain sudah masuk, kecuali ibu, saat ini lagi saya coba usahakan agar tercover semua di BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Terlindungi
Kisah berbeda datang dari M Hasan Hidayat, pekerja media dan kreator konten di Cirebon.
Pada 2022, ia memanfaatkan kepesertaan JKN ketika istrinya melahirkan anak kedua di Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati Cirebon.
Selama kehamilan, mereka memeriksakan kandungan di klinik non-rekanan BPJS Kesehatan sehingga harus membayar mandiri.
Namun ketika istrinya harus menjalani operasi caesar, Hasan khawatir dengan biaya yang harus ditanggung.
Kekhawatiran itu sirna, ketika pihak rumah sakit memastikan semua biaya ditanggung BPJS Kesehatan.
Selama empat hari perawatan di kelas dua rumah sakit, mulai dari masuk UGD hingga operasi pada pagi hari, ia mendampingi istrinya yang akhirnya melahirkan dengan selamat.
“Saya benar-benar lega. Bayangkan kalau bayar sendiri, biayanya bisa puluhan juta. Dengan BPJS, semua nol rupiah,” katanya.
Sejak itu, ia semakin yakin program JKN adalah perlindungan penting, terutama bagi mereka yang tidak selalu bisa mengakses fasilitas kesehatan berbayar.
Saat ini, ia bisa melakoni pekerjanya dengan nafas lega karena jaminan sosial di sektor kesehatan yang dihadirkan pemerintah sudah sangat membantunya.
“Manfaatnya sangat besar. Saya bersyukur ada program ini,” ujarnya.
Kepastian
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon mengambil langkah strategis dalam memperkuat jaminan layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.
Saat ini, rancangan Peraturan Bupati (Perbup) tengah difinalisasi untuk menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan warga yang belum memiliki BPJS Kesehatan atau tidak lagi terdaftar sebagai PBI dari pemerintah pusat.
Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Eni Suhaeni mengatakan kebijakan ini dirancang sebagai respons terhadap banyaknya laporan dari masyarakat, yang terdampak pembaruan data nasional.
Sebagian warga yang sebelumnya masuk dalam PBI berbasis APBN, mengalami perubahan status dan kehilangan akses terhadap layanan.
Untuk menutup celah tersebut, Pemkab Cirebon menyusun skema PBI daerah yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Skema ini fokus pada jaminan pembiayaan, serta mencakup sistem rujukan yang terstruktur.
Warga yang masuk dalam PBI daerah akan diarahkan untuk mendapatkan layanan kesehatan di dua rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Cirebon, yaitu RSUD Arjawinangun dan RSUD Waled.
Fokus ini ditujukan agar pengelolaan pembiayaan bisa dilakukan secara lebih efektif, sekaligus memaksimalkan kapasitas fasilitas kesehatan milik daerah.

Dengan mengarahkan peserta PBI daerah ke rumah sakit pemerintah, kebijakan ini juga memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan layanan kesehatan daerah.
Dana yang disalurkan melalui APBD dipastikan kembali ke fasilitas yang dikelola oleh pemerintah daerah, bukan mengalir ke rumah sakit di luar jaringan itu.
Dukungan anggaran untuk kebijakan ini terbilang signifikan. Total pembiayaan PBI daerah diperkirakan bisa mencapai hingga Rp168 miliar per tahun.
Dengan pengelolaan yang tertata melalui Perbup, diharapkan alokasi tersebut dapat terserap optimal dan menyentuh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Rancangan Perbup ini sekaligus menjadi upaya jangka panjang Pemkab Cirebon, dalam menjamin hak dasar masyarakat di bidang kesehatan.
Di tengah perubahan data dan skema nasional, kebijakan ini menjadi wujud kehadiran pemerintah daerah yang sigap, adaptif, serta berpihak kepada warga.
Pada sisi lain, BPJS Kesehatan sudah menyatakan komitmennya untuk memastikan masyarakat kurang mampu, mendapat layanan kesehatan optimal melalui program JKN.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti saat berkunjung ke Cirebon pada 17 Juli 2025, menyampaikan bahwa peserta JKN segmen PBI ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), sehingga warga miskin tidak terbebani biaya iuran bulanan.
Hingga data per 11 Juli 2025, sebanyak 280,36 juta jiwa telah menjadi peserta JKN, di antaranya 96,76 juta jiwa atau 34,51 persen berasal dari segmen PBI yang dibiayai APBN.
Pemerintah daerah pun turut menanggung kepesertaan melalui APBD, sesuai kemampuan fiskal masing-masing daerah untuk mempertahankan capaian Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia.
Peserta PBI berhak memperoleh layanan setara segmen lain, mulai dari rawat jalan, rawat inap, tindakan medis, hingga obat-obatan yang seluruhnya dijamin.
Prinsipnya, keberhasilan program JKN memerlukan sinergisitas seluruh pihak agar perlindungan kesehatan bagi rakyat tetap berkelanjutan.