Presiden Prabowo Subianto memberi abolisi untuk terpidana kasus korupsi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Tom Lembong divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 20152016.
Atas perbuatannya, Majelis Hakim memvonis Tom Lembong hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara pada perkara tersebut.
Tom Lembong juga dihukum membayar pidana denda Rp750 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, Prabowo Subianto memberi amnesti terhadap terpidana kasus suap Hasto Kristiyanto.
Hasto Kristiyanto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Hakim menjatuhkan vonis penjara 3 tahun dan 6 bulan terhadap Hasto.
Hasto juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
DPR RI telah menyetujui dua surat Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi dan amnesti dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
DPR juga menyetujui surat presiden kedua berisi permintaan amnesti terhadap 1.116 orang.
Termasuk di antaranya terpidana kasus suap yang juga Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto," ungkap Dasco.
Dilansir laman jogja.polri.go.id, abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan hukuman pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, penjahat yang melakukan delik.
Sementara, amnesti adalah pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undangundang) yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delikdelik tersebut.
Dikutip dari pid.kepri.polri.go.id, amnesti merupakan salah satu hak presiden di bidang yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.
Pengaturan amnesti diatur dalam Undangundang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU tersebut dinyatakan Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orangorang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana.
Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman.
Berdasarkan Pasal 4 dinyatakan akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orangorang yang diberikan amnesti dihapuskan.
Untuk kepentingan Negara kepada seseorang atau golongan orang yang telah melakukan sesuatu tindak pidana dapat diberikan amnesti dan abolisi.
Amnesti diberikan oleh Presiden dengan mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Amnesti setelah mendapatkan pertimbangan dari DPR dan diberikan kepada orang yang:
1. Sedang atau telah selesai menjalani pelatihan oleh yang berwajib;
2. Sedang diperiksa atau ditahan dalam proses penyelidikan, penyidikan, atau pemeriksaan di depan sidang pengadilan;
3. Telah dijatuhi hukuman pidana, baik yang belum maupun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Sedang atau telah menyelesaikan hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
1. Dengan pemberian amnesti maka semua akibat terhadap orangorang yang dimaksud di atas itu dihapuskan;
2. Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orangorang itu ditiadakan.
AMNESTI DAN ABOLISI (kiri) Hasto saat di pada Pengadilan Jakarta Pusat, Jumat pagi (18/7/2025). (kanan) Tom Lembong di PN Tipikor Jakarta Pusat, pada Selasa (1/7/2025). Mahfud MD buka suara usai Hasto Kristiyanto dapat amnesti dan Tom Lembong dapat abolisi dari Presiden RI Prabowo Subianto, informasi pada Kamis (31/7/2025). (Tribunnews.com/Danang Triatmojo/Rahmat W Nugraha)Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 20152016 pada 30 Oktober 2024 lalu.
Ketika itu, Tom Lembong dianggap membuat negara rugi mencapai Rp400 miliar akibat kebijakan impor gula yang dilakukannya meski saat itu Indonesia dinyatakan surplus gula.
Selain itu, dia juga melakukan distribusi gula yang diimpor lewat distributor yang terafiliasi dengannya.
Adapun gula tersebut ternyata dijual seharga Rp16.000 per kilogram.
Padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu adalah Rp13.000 per kilogram.
Pada sidang perdana yang digelar 6 Maret 2025, jaksa mendakwa Tom Lembong telah memperkaya 10 orang dalam perkara dugaan korupsi ini.
Beda dengan rilis pers sebelumnya, jaksa mengungkapkan kebijakan Tom Lembong membuat negara rugi Rp578 miliar.
Setelah rangkaian persidangan diikutinya, Tom Lembong mengaku tetap tidak menemukan kesalahan yang dilakukannya dalam kebijakan impor gula saat masih menjadi Mendag.
Dalam kasus ini, ia dijerat Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 23 Desember 2024 seperti tercantum dalam sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024.
Pada 2019, Hasto diduga mengupayakan agar Harun Masiku, yang gagal lolos ke DPR, bisa masuk melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan Riezky Aprilia dari Dapil Sumatera Selatan I.
Hasto disebut mengarahkan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk melobi Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dengan pemberian uang suap.
Kemudian, Hasto ditahan sejak 19 Februari 2025.
Hasto menjalani sidang perdana pada 14 Maret 2025.
Dalam tuntutan jaksa, Hasto dituntut 7 tahun penjara, denda Rp600 juta, dan pencabutan hak politik.
Selanjutnya, Hasto menjalani sidang vonis pada 25 Juli 2025.
Berdasarkan putusan hakim, Hasto divonis 3 tahun 6 bulan penjara, denda Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Hasto dinyatakan terbukti memberikan dana Rp400 juta untuk operasional suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Namun, Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan.
Setelah itu, Hasto menulis pleidoi setebal 189 halaman dengan tangan sendiri, berisi pembelaan dan kritik terhadap proses hukum.