Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Ari Yusuf Amir kembali mengungkit tak adanya perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kasus impor gula yang menjerat kliennya.
Ari mengaku heran mengapa penyidik Kejaksaan Agung pada saat itu berani menahan Tom Lembong atas kasus tersebut meski belum ada perhitungan pasti dari BPKP soal kerugian negara di perkara importasi gula.
Ari pun menilai bahwa tidak adanya audit BPKP itu merupakan satu dari beberapa keganjilan yang terjadi pada perkara yang membelit kliennya.
Audit BPKP adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal pemerintah.
Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan pembangunan berjalan secara akuntabel, efisien, dan bebas dari korupsi.
"Wah udah banyak sekali dan kita udah capek nyebut satu keganjilankeganjilannya. Jadi dari awal misalnya tentang kenapa hanya pak Tom yang diproses Menteri yang lain gak diproses, dari awal tibatiba ditahan tapi nggak ada audit BPKP," kata Ari saat menjemput Tom Lembong di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8/2025).
Selain itu, Ari juga menyoroti soal proses yang sempat terjadi di persidangan kasus impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.
Dalam persidangan padahal kata Ari Jaksa sudah menyatakan bahwa Tom Lembong tidak menerima keuntungan dari kasus impor gula tersebut.
Akan tetapi pada saat itu Tom lanjut dia tetap dijatuhi tunutan selama 7 tahun penjara oleh Jaksa.
"Sampai ke persidangannya nggak ada niat jahat segala macam sama sekali (dari Tom Lembong)," ujarnya.
Kini setelah Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, dia pun berharap ada evaluasi total terhadap para penegak hukum.
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Ari pun mengaku tidak menginginkan apa yang dialami Tom Lembong kembali dialami oleh orang lain.
"Harapan kita dengan sikapnya pemerintah ini juga ada evaluasi, evaluasi total kepada semua penegak hukum yang melakukan ketidakprofesionalan," pungkasnya.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) RI resmi menyetujui dua surat Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi dan amnesti dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, surat pertama menyangkut permintaan pertimbangan abolisi untuk terpidana kasus korupsi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” kata Dasco.
Sementara itu, kata Dasco, DPR juga menyetujui surat presiden kedua berisi permintaan amnesti terhadap 1.116 orang. Termasuk di antaranya, terpidana kasus suap yang juga Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk sodara Hasto Kristiyanto," jelasnya.
Tom Lembong sebelumnya divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi importasi gula saat menjabat Menteri Perdagangan periode 20152016.
Ia dinyatakan bersalah karena menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi antarkementerian.
Negara dirugikan sebesar Rp194,72 miliar, dan ia dijatuhi denda Rp750 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Namun pada 31 Juli 2025, Presiden Prabowo mengajukan permohonan abolisi kepada DPR RI. Setelah mendapat persetujuan, Keppres abolisi diteken dan diserahkan oleh Kejaksaan ke pihak Rutan Cipinang pada malam harinya.