Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan investasi modal dan pinjaman jangka panjang pada perusahaan patungan antara Indonesia dan Jepang, yakni PPT Energy Trading Co., Ltd (PPT ET), terkait kasus liquefied natural gas (LNG).

“Ini masih terkait dengan masalah tata niaga kemarin (kasus LNG, red.),” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.

Kasus LNG yang dimaksud Asep merupakan dugaan korupsi dalam pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas di PT Pertamina (Persero) tahun 2011–2021.

Oleh sebab itu, Asep mengatakan kasus di PPT ET tersebut berkaitan dengan Pertamina.

“Ada hubungannya, seperti itu. Jelasnya nanti kami sampaikan,” katanya.

Sebelumnya, KPK pada 30 Juli 2025, mengumumkan memulai penyidikan kasus di PPT ET yang berkaitan dengan Pertamina.

Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, yakni MH dari PPT ET, serta MZ dan OA sebagai pihak swasta.

KPK juga mengumumkan telah menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, tetapi belum dapat memberitahukan identitasnya kepada publik.

Dalam laman PPT ET, diketahui Pertamina merupakan pemegang 50 persen saham perusahaan patungan RI-Jepang tersebut.

Selain Pertamina, pemegang sahamnya adalah 13 perusahaan di Jepang, yakni Toyota Motor Corporation, ENEOS Corporation, Chubu Electric Power, The Kansai Electric Power, INPEX Corporation, Cosmo Oil, Tokyo Electric Power Company Holdings, Idemitsu Kosan, Japan Petroleum Exploration atau JAPEX, Tokyo Gas, Kashima Oil, Kyushu Electric Power, dan Nippon Steel Engineering.

Adapun perusahaan patungan RI-Jepang tersebut merupakan gabungan antara Far East Oil Trading Co., Ltd. yang didirikan pada 1965 dengan Japan Indonesia Oil Co., Ltd. yang berdiri pada 1972.

Merger dua perusahaan tersebut dilakukan pada 1996 dengan nama Pacific Petroleum & Trading Co., Ltd. Kemudian nama perusahaan diubah pada 2010 menjadi PPT Energy Trading Co., Ltd.

Untuk kasus LNG, KPK telah mengeluarkan surat perintah penyidikan perkara pada 6 Juni 2022.

Pada 19 September 2023, KPK menetapkan Direktur Utama Pertamina periode 2011–2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus yang merugikan keuangan negara sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat.

Karen kemudian divonis selama sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 24 Juni 2024.

Mahkamah Agung pada tanggal 28 Februari 2025 lantas memperberat vonis Karen menjadi 13 tahun penjara.

Sementara pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru untuk kasus tersebut, yakni berinisial YA dan HK. Identitas kedua tersangka belum diumumkan pada saat itu.

KPK pada 31 Juli 2025 lantas menahan dua tersangka tersebut, yakni mantan Direktur Gas Pertamina sekaligus Pelaksana Tugas Dirut Pertamina Yenni Andayani, dan mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto.