Bayangkan, luput dari tembakan mortir saja sudah luar biasa, apalagi lolos dari dua kali serangan bom atom. Inilah kisah keajaiban Tsutomu Yamaguchi yang lolos dari maut di Hiroshima dan Nagasaki.
Pernah tayang di Majalah Intisari edisi Oktober 1995 dengan judul "Untung Dikaruniai Nyawa Serep"
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Yamaguchi(meninggal pada 4 Januari 2010 pada usia 93 tahun) merupakan satu dari sangat sedikit orang yang selamat dari neraka bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Padahal kedua kota itu berjarak 260 mil dan terletak di pulau yang berbeda.
Karena jaraknya yang jauh dan sulitnya transportasi masa itu, maka sedikit sekali orang yang "kebetulan" berada di kedua kota tersebut ketika keduanya dijatuhi bom atom 50 tahun yang lalu.
Saat Enola Gay menjatuhkan bom atom Little Boy seberat 5 ton di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, Yamaguchi bekerja sebagai insinyur muda pada perusahaan Mitsubishi. Ledakannya membubungkan kobaran api dan debu beracun setinggi 8 mil.
Saat itu Yamaguchi hanya berada kurang dari 1,5 mil dari pusat pemboman. "Tubuh saya sampai terangkat dari tanah oleh embusan angin panas," demikian ia mengisahkan peristiwa mengerikan itu di flatnya yang sederhana di Nagasaki. "Lalu saya terempas ke tanah dan berbaring dengan kedua tangan menutupi telinga."
Darah dari telinga
"Telinga kiri saya bengkak dan darah mengalir ke luar. Rasanya begitu nyeri, panas, dan entah apalagi sampai saya tak bisa menjabarkannya. Ketika meraba rambut, ternyata rambut saya sudah hangus terbakar. Wajah saya seperti habis terkena api las. Kulit yang tidak tertutup pakaian hangus terbakar."
Yamaguchi dan dua orang rekannya menggali lubang untuk beristirahat di udara terbuka, sementara di samping mereka terdengar rintihan orang-orang yang bergelimpangan. Itulah yang tersisa di pusat Kota Hiroshima. Hari itu diperkirakan 80.000 orang mati, sementara 60.000 berikutnya menyusul pada akhir tahun akibat radiasi dan luka-luka.
Setelah kejadian itu Yamaguchi memutuskan pulang ke kampung halamannya, Nagasaki, dia naik salah satu kereta api terakhir ke sana dan baru sampai pada keesokan harinya. Bisa dibayangkan sepanjang perjalanan dia amat kesakitan. Apalagi efek keracunan dan infeksi akibat radiasi mulai menggerogoti tubuhnya.
"Saya lalu pergi ke salah satu rumah sakit Mitsubishi. Namun tempat itu hampir-hampir tak ada orangnya. Semua mengungsi ke pegunungan,” katanya.
Satu-satunya dokter yang ada hanyalah spesialis mata, yang segera memutuskan untuk mengoperasi Yamaguchi. "Dia melepaskan semua cabikan kulit yang terkelupas dari tubuh saya, seperti orang melepaskan sarung tangan, kemudian membalut seluruh tubuh saya. Ketika kembali ke rumah, yang kelihatan hanya mata, hidung, dan mulut. Ibu sampai mengira saya hantu. Dia baru yakin benar setelah melihat kaki saya masih manapak tanah. Soalnya, dalam kepercayaan orang Jepang, hantu tidak punya kaki," demikian tutur Yamaguchi.
Hebatnya, meskipun dalam kondisi di ambang kematian, seperti ciri khas pekerja Jepang pada umumnya, pada tanggal 9 Agustus 1945 dia masih ingat melapor ke kantornya di Nagasaki. Tapi, tak seorang pun rekannya yang percaya bahwa dia saksi hidup penghancuran terhadap Hiroshima.
Dianggap tidak waras
Dia bilang pada bosnya, Hiroshima hancur hanya karena sebuah bom. "Anda 'kan insinyur. Jadi, Anda pasti tahu berapa energi yang dibutuhkan untuk menghancurkan sebuah kota. Anda pasti sinting. Tapi, saya prihatin atas nasib Anda. Sekarang pulang saja dan istirahatlah," demikian kata bosnya.
Dasar apes, belum sempat menerangkan lebih jauh tentang kejadian yang telah menimpanya, tiba-tiba Fat Man, bom atom kedua pun dijatuhkan di Nagasaki. Untuk kedua kalinya Yamaguchi menjadi saksi berkilatnya cahaya yang membutakan mata. "Persis sama seperti yang saya saksikan di Hiroshima. Saya pikir, kali ini matilah saya!"
Para pekerja berlindung di bawah meja tulis mereka. "Saya tak bisa melihat apa-apa karena kertas dan semua barang centang-perenang dan beterbangan. Seluruh salep dan perban yang membungkus tubuh saya terlepas, sehingga debu dan kotoran menempel ke seluruh wajah dan tubuh saya," tuturnya.
Di Nagasaki, 35.000 penduduk segera meregang nyawa begitu bom dijatuhkan. Sementara 35.000 lainnya meninggal di akhir tahun. Tapi, anehnya, kali ini pun Yamaguchi tetap hidup! Betul-betul suatu mukjizat!
Dengan tertatih-tatih, dia kembali ke rumahnya yang sudah hancur. Dia pun membaringkan diri di atas sebuah papan di dalam terowongan yang ada di dekat rumahnya. "Saya tidak ingat apa-apa dari tanggal 9-15 Agustus. Saya juga tidak tahu apakah saya makan atau minum," katanya.
Belakangan dia baru diberi tahu anak-anak bahwa belatung pada kulitnya dipatuki ayam. "Mungkin itulah yang menyelamatkan saya." Akhirnya, Yamaguchi diperiksa oleh para dokter yang menurut dia lebih menjadikan para korban bom atom sebagai bahan studi daripada pasien. Mereka memintanya untuk tidak bekerja. "Tapi, saya tidak akan mendapat tunjangan. jika tidak bekerja," katanya.
Kenyataan bahwa dia dapat bertahan hidup pada serangan bom yang kedua saja sudah merupakan suatu keajaiban. Lebih ajaib lagi dia bisa bertahan hidup bertahun-tahun kemudian. Betapa tidak. Setelah sembuh dari leukemia, Yamaguchi yang menikah dan dikaruniai dua anak, masih harus bergulat dengan berbagai macam tumor dan kerusakan organ tubuh. Entah berapa kali dia sudah dioperasi. Ketika dia menyingkapkan baju kausnya, tampak bekas-bekas torehan pisau bedah menghiasi perutnya seperti jaring laba-laba.
Setelah puluhan tahun berlalu,rasa sakit hatinya terhadap orang Amerika Serikat yang menjatuhkan bom itu sudah agak memudar. "Saya makin tua, makin banyak informasi,. dan banyak berpikir," kata Yamaguchi. Seusai perang dia bekerja pada tentara sekutu dan belakangan menjadi guru di bidang ilmu-ilmu sosial pada sebuah sekolah di Nagasaki.
"Sebetulnya, upaya menjatuhkan bom atom itu tidak perlu. Apalagi masa itu perundingan sedang berjalan. Tapi, Jepang ada salahnya. Kita perlu juga merenungkan kesalahan yang dibuat oleh orang Jepang pada waktu itu." (Andrew Buteher/Als)