TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Organisasi kesehatan dunia atau WHO dan UNICEF menyoroti pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif kepada bayi di Indonesia.
WHO adalah singkatan dari World Health Organization, atau dalam bahasa Indonesia disebut Organisasi Kesehatan Dunia.
WHO adalah badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas sebagai koordinator kesehatan umum internasional.
ASI merupakan sumber perlindungan dan nutrisi pertama bagi bayi.
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan, tanpa tambahan makanan atau cairan lain.
Pekan ASI Sedunia diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 1–7 Agustus yang pada tahun ini bertema: “Utamakan Menyusui: Wujudkan Sistem Dukungan yang Berkelanjutan.”
Di Indonesia, angka pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah enam bulan terus meningkat, dari 52 persen pada 2017 menjadi 66,4 persen pada 2024.
Namun, masih banyak bayi yang belum mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan penuh.
Melalui dukungan yang konsisten, para ibu akan lebih mudah memberikan ASI mereka di mana pun mereka berada—di tempat kerja, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat.
Dukungan ini mencakup konseling dari tenaga kesehatan terlatih, kebijakan ramah ibu menyusui di tempat kerja, serta dukungan berkelanjutan dari jaringan masyarakat.
Perwakilan UNICEF Indonesia, Maniza Zaman menuturkan, jika perempuan dan bayi mereka berhasil menyusui dengan baik, hal ini akan menciptakan dampak positif berantai—tidak hanya bagi tumbuh kembang anak, tapi juga bagi ketahanan keluarga, kesehatan masyarakat, dan masa depan bangsa yang lebih baik.
"Peningkatan angka ASI eksklusif di Indonesia merupakan pencapaian luar biasa yang mencerminkan komitmen keluarga, komunitas, dan sistem kesehatan,” ungkap Perwakilan WHO untuk Indonesia Dr N. Paranietharan.
Sudah banyak bukti menunjukkan bahwa menyusui meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak sebesar 3-4 poin IQ, mengurangi risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak dan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap penyakit tidak menular.
Bayi yang tidak disusui berisiko hingga 14 kali lebih mungkin meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka daripada bayi yang disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama.
Berbeda dengan produksi susu formula, menyusui juga ramah lingkungan karena mengurangi emisi karbon dan limbah kemasan.
UNICEF dan WHO menyerukan kepada seluruh pihak pemerintah, dunia usaha, institusi kesehatan, sektor swasta, dan masyarakat—untuk mempercepat upaya dalam mendukung ibu menyusui, seperti:
1. Memperluas akses terhadap layanan konseling menyusui yang terampil melalui fasilitas kesehatan, layanan masyarakat, dan opsi jarak jauh seperti telekonseling dari Kementerian Kesehatan.
2. Memastikan seluruh fasilitas bersalin menerapkan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui dalam Inisiatif Rumah Sakit Sayang Bayi.
3. Menegakkan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI guna melindungi keluarga dari praktik pemasaran yang tidak etis.
4. Mengintegrasikan edukasi tentang menyusui dalam kurikulum pelatihan tenaga kesehatan.
5. Menerapkan kebijakan ramah keluarga, termasuk cuti melahirkan dengan upah, ruang laktasi, dan pengaturan kerja yang fleksibel.