Kami masih dalam proses sekarang menampung aspirasi masyarakat untuk naskah masukan RUU Sisdiknas

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah menampung beragam masukan masyarakat terkait hal-hal yang perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Kami masih dalam proses sekarang menampung aspirasi masyarakat untuk naskah masukan RUU Sisdiknas yang merupakan inisiatif dari DPR," kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti kepada wartawan usai menghadiri Festival Harmoni Bintang di Jakarta, Minggu.

Berikutnya, Mu'ti menyampaikan bahwa dalam revisi UU Sisdiknas itu, Kemendikdasmen berperan sebagai unit pendukung dalam upaya memastikan revisi undang-undang tersebut dapat rampung pada tahun 2025 ini.

"Undang-undang ini kan inisiatif dari DPR. Kami lebih sebagai supporting unit untuk mendukung bagaimana agar undang-undang ini bisa dapat terselesaikan pada tahun ini karena prioritas dalam prolegnas (program legislasi nasional)," kata dia.

Sebelumnya, Ketu Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian telah menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen mendorong kurikulum pendidikan yang lebih fleksibel dan adaptif, sesuai kebutuhan lokal, industri, serta perkembangan global melalui revisi UU Sisdiknas.

Menurut Hetifah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, kehadiran kurikulum yang lebih adaptif itu perlu diatur melalui revisi UU Sisdiknas sebagai upaya menciptakan generasi yang siap menghadapi masa depan dengan kompetensi yang relevan.

“Ini bukan sekadar perubahan regulasi, melainkan juga upaya menciptakan generasi yang siap menghadapi masa depan dengan kompetensi relevan,” kata Ketua Panja Revisi UU Sisdiknas itu.

Lebih lanjut, Hetifah menjelaskan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah pemerintah pusat perlu mengembangkan kerangka kurikulum nasional yang fleksibel. Sementara itu, daerah dan sekolah akan diberikan kewenangan untuk menyesuaikan dengan konteks lokal masing-masing.

“Kurikulum harus membumi, seperti di Kalimantan Timue yang mengintegrasikan budaya lokal dan potensi industri dalam pembelajaran,” ujarnya.

Sementara pada tingkat pendidikan tinggi, Hetifah menekankan pentingnya otonomi perguruan tinggi dalam menyusun kurikulum berbasis riset, kompetensi, dan budaya lokal.

“Perguruan tinggi harus bisa merancang kurikulum yang selaras dengan industri dan komunitas, bukan sekadar mengikuti standar nasional yang rigid,” kata Hetifah.