Jakarta (ANTARA) - Tiga pria asal Majalengka, Jawa Barat mengaku disekap di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara usai melamar menjadi calon anak buah kapal (ABK) melalui calo atau agency yang menawarkan informasi lowongan kerja di media sosial.
Korban berinisial RA (20) di Jakarta, Kamis mengatakan peristiwa penyekapan itu berawal saat dirinya dan dua rekannya yang lain AS (18) dan RH (20) tergiur dengan lowongan sebagai ABK di media sosial Facebook.
"Awalnya, dari Facebook diajak sama teman, diajak katanya mau ikut enggak kerja di Jakarta jadi ABK di Muara Baru, kontrak empat bulan," kata dia.
Dalam lowongan kerja (loker) yang diiklankan di Facebook itu disebutkan gaji ABK yang akan didapatkan sekitar Rp6 juta.
Ia mengaku sudah lelah menjadi pengamen di Majalengka dan ingin mengubah nasib, sehingga memberanikan diri bersama kedua rekannya berangkat ke Jakarta untuk mendaftar sebagai anak buah kapal.
Sesampai di kawasan Penjaringan, Jakarta, mereka ditempatkan di sebuah mess berukuran tiga meter yang diisi oleh belasan calon ABK lainnya.
"Waktu pertama datang itu sih 15 orang di kamar," kata dia.
Namun setelah tinggal di mess, pergerakan mereka dibatasi dan selalu diawasi. Bahkan ketika ingin ke warung, para calon ABK diikuti oleh penjaga mess tersebut.
"Disekapnya di mes, enggak boleh keluar, ke warung aja diikutin. Kurang lebih empat hari disekap," kata RA.
Ia mengatakan ada sekitar empat orang yang selalu siaga menjaga mess tersebut dan para penjaga itu pun selalu memegang celurit untuk berjaga-jaga.
Korban lainnya, berinisial RH (20) mengatakan mereka sudah mulai disuruh bekerja untuk menyiapkan perbekalan kapal yang akan berangkat.
Namun, sebelum berangkat ke kapal, RA, AS, dan RH, diwanti-wanti oleh calo yang membawanya ke Jakarta agar tidak bertanya apapun kepada para pekerja yang ada di sana.
Namun, karena penasaran dengan kejelasan kontrak kerja mereka, RH akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu ABK.
"Pas di kapal, saya tanya 'Bang ini kontrak yang berapa bulan?' Ternyata dia bilang ini kontrak yang satu tahun," kata dia.
RH pun kaget, sebab ia dan dua temannya meminta agar diberikan kontrak kerja yang hanya empat bulan oleh calo.
Selain itu, nantinya dari gaji Rp6 juta yang didapatkan apabila jadi melaut akan dipotong Rp3 juta untuk jasa calo dan sisanya digunakan untuk membeli alat pancing sendiri.
Ia mengatakan ketika melaut para ABK harus modal alat pancing seharga Rp6 juta terlebih dahulu.
"Jadi, dia (ABK) di atas kapal itu bilang, enggak tahu kalian pulang bisa bawa duit atau enggak karena kan buat beli alat pancing aja masih kurang Rp3 juta," kata RH.
RH pun berusaha untuk memperjelas kembali kontrak kerjanya ke calo tersebut. Namun, si calo meminta korban untuk ikuti saja kegiatan yang ada di kapal sebagai pengalaman.
"Si calo juga meminta agar para calon ABK membayar denda sebesar Rp 2 juta apabila tidak jadi melaut," kata dia.
Setelah itu dirinya bersama dua rekan memutuskan untuk kabur dari mess tempat tinggal mereka di kawasan Waduk Pluit.
Menurut RH, ada pengawasan di bagian depan sehingga tidak memungkinkan lewat jalan tersebut. Akhirnya, mereka memutuskan kabur lewat kali.
Setelah berenang cukup lama dan melihat ada bangunan, akhirnya salah satu korban berusaha naik ke atas daratan dan meminta bantuan.
Kebetulan di atas bangunan tersebut Wakil RT 19, RW 17, Muara Baru, Hindun yang sedang duduk dan kaget karena tiba-tiba dari bawah Waduk Pluit ada orang yang meminta tolong.
"Wakil Ketua RT memanggil pemuda setempat untuk membantu kami naik ke daratan," katanya.