Israel Krisis Parah Personel, IDF Bentuk Batalyon Tempur dari Orang Lanjut Usia
TRIBUNNEWS.COM - Niatan Israel untuk meneruskan perang dan memperluas operasi militernya di Jalur Gaza diadang sejumlah kendala besar di internal.
Satu di antaranya adalah keterbatasan personel tempur.
Channel 24 Israel melaporkan kalau Tentara Pendudukan Israel (IDF) menggunakan sejumlah cara tak lazim guna mengatasi masalah ini.
"IDF telah menyetujui, untuk pertama kalinya, pembentukan batalyon cadangan yang terdiri dari para prajurit berusia di atas 50 tahun karena kekurangan parah dalam jajarannya," kata laporan itu dilansir Khaberni, Kamis (7/8/2025).
Batalyon cadangan merupakan unit tempur yang berasal dari reserve division, sebuah jalur kemiliteran di Israel melalui perekrutan wajib militer dari pihak sipil.
Cara tidak lazim dilakukan IDF di tengah rencana pemerintah mereka memperluas operasi militer di Jalur Gaza.
Rencana ini ditentang petinggi militer Israel.
"Tiga pejabat Israel mengatakan kalau Kepala Staf tentara pendudukan Israel, Eyal Zamir, menentang usulan Benjamin Netanyahu untuk mengambil alih kendali wilayah-wilayah yang tersisa di Gaza yang tidak berada di bawah kendali IDF, selama pertemuan tiga jam yang menegangkan pada Selasa (6/8/2025)," kata laporan media Israel dikutip Khaberni.
Tiga sumber yang diberi pengarahan mengenai pertemuan tersebut melaporkan, Zamir memperingatkan Netanyahu kalau mengendalikan sisa wilayah Gaza dapat menyebabkan kehadiran IDF yang berkepanjangan di wilayah yang ditinggalkannya 20 tahun lalu.
"Ini berpotensi membahayakan para sandera Israel di sana," tulis laporan tersebut menuliskan alasan Eyal Zamir menentang Netanyahu.
Tentara pendudukan Israel mengatakan pihaknya telah menguasai 75 persen Jalur Gaza, hampir dua tahun setelah pecahnya perang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan laporan tentang kemungkinan perluasan operasi militer Israel di Gaza sebagai "sangat mengkhawatirkan," jika benar.
Para pejabat, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan bahwa Netanyahu, yang mendukung perluasan operasi militer, mengatakan kepada Zamir kalau IDF sejauh ini gagal membebaskan para sandera yang ada di tangan Hamas.
Sumber keempat mengatakan kalau Perdana Menteri Israel tersebut bermaksud memperluas operasi militer di Gaza untuk menekan Hamas.
Kantor Netanyahu mengonfirmasi pertemuan dengan Zamir pada hari Selasa, tetapi menolak berkomentar. Pihak militer tidak menanggapi permintaan komentar.
Netanyahu dijadwalkan membahas rencana militer untuk Gaza dengan menteri lainnya pada Kamis.
Terkait itu, surat kabar Israel Maariv , mengutip sumber militer, mengungkapkan kalau tentara Israel memperkirakan akan terjadi banyak korban di antara tentaranya jika memutuskan untuk memperluas operasi militer ke Jalur Gaza.
Menurut surat kabar tersebut, IDF akan memberikan kepada para pemimpin politik Israel pandangan soal "harga mahal" yang akan dibayar Israel jika memutuskan untuk melanjutkan pendudukan penuh di Jalur Gaza, termasuk penghancuran jaringan terowongan milik faksi-faksi Palestina.
Diperkirakan, kendali penuh atas Gaza dapat memakan waktu setidaknya tiga bulan, diikuti oleh penerapan aturan militer Israel, yang akan memaksanya untuk menangani urusan lebih dari 2,2 juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza.
Sumber-sumber militer juga memperkirakan bahwa perluasan serangan kemungkinan akan mengakibatkan kematian sejumlah besar tentara Israel.
Ada juga kekhawatiran bahwa sebagian besar tahanan Israel yang ditahan oleh kelompok perlawanan akan terbunuh, baik oleh penculik mereka maupun dalam serangan udara.