TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wanita remaja berinisial SHM (15) menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Tamansari, Jakarta Barat (Jakbar).
Ia dieksploitasi menjadi pekerja pemandu karaoke atau lady companion (LC) di sebuah bar wilayah Tamansari.
Taman Sari adalah pemukiman padat, daerah bisnis dan hiburan di Jakarta. Banyak tempat hiburan malam di wilayah tersebut.
Tak hanya itu, SHM pun dipaksa untuk melayani pria hidung belang di bar tempatnya bekerja.
Kisah tragis yang dialami SHM berawal saat dirinya direkrut melalu Facebook untuk bekerja sebagai pemandu lagu di Jakarta dengan bayaran Rp 125.000 per jam.
Sebelum beangkat ke Jakarta, SHM pun sempat memastikan soal pekerjaannya kepada orang yang merekrutnya.
Saat itu perekrut memastikan bila pekerjaan di Jakarta hanya sebagai pemandu lagu.
Percaya dengan tawaran tersebut, akhirnya SHM pun berangkat dan menerima pekerjaan tersebut.
Saat itu, korban diantar oleh orang yang merekrutnya ke sebuah apartemen di Jakarta.
Tempat tersebut belakangan diketahui sebagai tempat penampungan korban TPPO.
"Korban diantar ke Jakarta oleh seorang pelaku," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam keterangan yang diterima, Sabtu (9/8/2025) dikutip dari Tribunjakarta.com.
Setelah itu, korban pun diantar dari apartemen tersebut ke tempat hiburan malam untuk bekerja.
Saat mulai bekerja, korban justru diminta untuk melayani pria hidung belang dengan upah antara Rp 175 ribu hingga Rp 225 ribu.
"Setelah mulai bekerja, korban selain sebagai pemandu lagu juga diminta untuk melayani beberapa pria untuk melakukan hubungan seksual," ungkap Ade Ary.
Karena pekerjaan tersebut kini korban hamil dengan usia kandungan lima bulan.
Kasus tersebut terungkap setelah orang tua korban melapor ke Polda Metro Jaya.
Saat itu Tim Sub Direktorat Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bergerak melakukan penyelidikan.
Polisi pun akhirnya mengetahui keberadaan korban dan menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus TPPO tersebut.
"Ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Ade Ary.
Para tersangka masing-masing berinisial TY alias BY, RH, VFO alias S, FW alias Mak C, EH alias Mami E, NR alias Mami R, SS, OJN, HAR alias R, dan RH.
Dari 10 tersangka HAR berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Untuk HAR, polisi tidak melakukan penahanan dan hanya dikenai wajib lapor.
Ade Ary mengatakan, 10 pelaku memiliki peran berbeda-beda, ada yang sebagai penampung, muncikari, hingga pemilik bar.
"Perannya adalah sebagai penampung, perantara perekrutan, mami atau marketing, pemilik bar, dan accounting bar," kata Ade Ary.
Tersangka HAR dalam kasus tersebut berperan mengantar dan menjemput korban.
Kemudian wanita berinisial TY alias BY dan RH berperan sebagai penampung.
Selanjutnya wanita berinisial VFO alias S menjadi perantara korban untuk bekerja di bar.
Selanjutnya NR berperan sebagai muncikari.
Selain itu, polisi masih memburu dua pelaku lainnya berinisial Z dan FS.
Z berperan sebagai perekrut korban dan FS alias F alias C berperan sebagai pengantar jemput korban.
"Ada dua pelaku yang masuk DPO dengan inisial Z dan FS," ujarnya.
para pelaku dijerat dengan Pasal 76D juncto Pasal 81 dan/atau Pasal 76E juncto Pasal 82 dan/atau Pasal 76 I juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Para pelaku juga dijerat dengan Pasal 12 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
( adi/ tribunjakarta.com/ Annas Furqon Hakim)